Share

Ada Apa dengan Mereka

Evi menunduk, tidak tahu harus memberi alasan apa. Bima pun tampak diam tanpa kata. Haruskah Evi mengatakan alasan itu, Bima telah menodainya, apakah Vida akan percaya? Andai dia bisa dengan mudah mengungkap kebenaran itu.

“Saya sudah bilang kan, Vi saya tidak akan memberikan gaji mu bulan ini jika memutuskan pergi, apalagi tidak ada pengganti,” lanjut Vida, ini hanya gertakan meskipun tegas Vida tidak akan setega itu menahan hak orang lain. Dirinya hanya ingin Evi memikirkan nya lagi setidaknya sebelum dirinya mendapat pengganti Evi.

Dirinya sungguh penasaran, ada apa sebenarnya di balik niat Evi untuk berhenti. Tadi melihat Evi kembali hatinya sudah lega berpikir prasangkanya terpatahkan. Namun Evi justru datang untuk meminta berhenti.

Dia tahu Evi butuh pekerjaan ini untuk Ibu dan anaknya, mengapa berhenti? Terlalu mendesakkah alasan itu hingga membuatnya berhenti tiba-tiba.

Lama waktu berlalu, Evi terlihat masih diam, dia bergerak gelisah. Vida menghela napas, alasan yang  tunggu tidak juga keluar dari mulutnya.

“Ya sudah, pergilah, bereskan pakaianmu,” putus Vida pasrah, percuma dia menahan jika Evi sudah tidak ingin. Alasan apapun tidak penting lagi.

“Terima kasih, Bu,” ucap Evi, sambil melangkah masuk. Tidak ada luapan kegembiraan karena sudah mendapatkan izinnya. Perempuan muda dengan rambut diikat satu hanya mengangguk sambil melangkah masuk.

Vida menghenyakkan tubuh di kursi memandang suaminya yang sejak tadi hanya diam. Lelaki dengan sebagian rambut yang telah memutih melipat korannya.

“Mengapa Mama mengizinkan?” tanyanya penuh sesal, tidak menyetujui keputusan Vida mengizinkan Evi berhenti.

“Besok kita harus kelimpungan lagi cari orang,” lanjutnya

“Entahlah Pa, Mama merasa ada sesuatu yang terjadi sehingga dia bersikeras berhenti bahkan walau dipotong gajinya,” jawab Vida, tubuh Bima menegang mendengarnya. Mungkinkah istrinya mencurigai sesuatu.

Bima belum siap membongkar semuanya, dia tidak ingin istrinya histeris tetapi Bima merasa bersalah membuat Evi harus memutuskan berhenti.

“Saya pamit, Bu,’ kata Evi yang tampak sudah selesai membereskan bajunya.

“Tunggu sebentar,” pinta Vida sambil melangkah masuk. Evi menatap kepergian Vida dengan gelisah. Ditingalkan berdua Bima di teras rumah membuatnya resah.

“Mengapa kamu harus memutuskan berhenti, Vi? Kamu membuat Ibu curiga kalau cara kamu begini,” serang Bima gusar.

“Kamu harusnya tetap saja bekerja dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Saya juga tidak akan menganggu lagi,” lanjutnya masih menyesalkan keputusan Evi. Perempuan dengan rambut diikat satu di hadapannya bergeming sama sekali tidak mengalihkan pandang padanya.

Ringan sekali dia berkata melupakan kejadian itu, seperti pintanya pada malam itu. Mungkin buat dia mudah tetapi bagi Evi tidak semudah itu. Lagi pula siapa yang akan percaya janji Bima jika kesempatan itu akan selalu ada.

Vida masih akan selalu pergi dan mereka masih akan selalu berdua di rumah. Bisa jadi dia berjanji tidak akan mengulangi tetapi saat nanti kesempatan itu datang dia akan mengulangi.

“Baiklah jika keputusanmu berhenti benar sudah bulat. Saya berharap kamu tetap tutup mulut dengan kejadian itu. Saya janji akan menanggung hidupmu selama kamu tidak membongkar kejadian itu dan saya akan bertanggung jawab bila sesuatu terjadi sama kamu.” Bima lanjut berjanji, Evi masih bergeming tidak peduli. Matanya menatap pada sembarang arah. Bima geram sekali melihatnya.

“Tanggung jawab? Tanggung jawab apa maksudnya Pa?” suara Vida membuat Bima maupun Evi tersentak

“Tanggung jawab e… maksudnya itu Ma, teman sekantor Papa ada yang tertarik pada Evi dan dia lelaki bertanggung jawab,” dalih Bima cepat, Evi mendengkus menyembunyikan senyum sinis, lihatlah dia begitu pandai bersilat lidah. Itu yang dia bilang akan bertanggung jawab?

Vida tampak tidak puas, matanya menatap penuh selidik pada Bima dan Evi.

“Teman Papa kapan bertemu Evi?” 

“Kemarin Ma, pas Mama pergi dia Papa minta mengambil berkas dan bertemu Evi,” kilah Bima cepat.

“Benar begitu, Vi?’

“Saya tidak tahu Bu, lagipula saya cuma orang kecil, tidak pantas dengan pegawai. Mana ada pegawai yang mau dengan pembantu dan janda anak satu seperti saya Bu,” jawab Evi santai sembari menyindir Bima. Hatinya geram mendengar kebohongan yang Bima ciptakan.

“Saya pamit dulu Bu sudah sore,” ucap Evi sambil bermaksud menyalami dan mencium tangan Vida.

“Terima kasih banyak atas kebaikan Ibu selama ini dan maafkan saya,” ucap Evi sambil menahan tangis. Vida menepuk bahunya dan mengulurkan amplop putih.

“Ini gajimu bulan ini,” ujarnya.

“Tetapi kata Ibu bulan ini ….”

Vida menggeleng,” Bawalah buat bekal selama belum dapat kerja.

      Mata Evi berkaca mendengarnya. Evi tahu majikan perempuannya ini memang benar-benar baik walaupun kadang jutek dan cerewet. Evi mengucapkan terima kasih sekali lagi. Lalu berbalik pergi.

Saat langkah Evi mencapai ojeknya dan berlalu, Vida baru menyadari jika Evi tidak berpamitan pada suaminya tadi.

“Evi nggak pamitan sama Papa tadi?” tanyanya.

“Udah tadi, Ma pas Mama masuk ke dalam,” kilah Bima sambil kembali membuka korannya sekadar menghindari pertanyaan Vida lebih lanjut.

Vida duduk memandang langit yang telah berubah jingga membiarkan suaminya kembali asyik dengan Koran sebelum azan magrib terdengar.

Vida mendengar kalimat Bima yang terakhir secara utuh tadi. Dia sudah berada dibalik pintu saat kata-kata itu terdengar. Dia tadi ingin Bima jujur mengatakan yang sebenarnya tetapi Bima lebih memilih berbohong.

Ada apa sebenernya mengapa Bima berniat bertanggungjawab bila terjadi apa-apa pada Evi? Mengapa Bima bermaksud menanggung hidup Evi? Apa juga yang tidak boleh dibongkar Evi?

Vida bertekat akan mencari tahu semuanya, dia yakin kebenaran itu akan terungkap dan Bila mereka terbukti menjalin hubungan di belakangnya. Lihat saja apa yang akan dia lakukan.

Mungkin saja berhentinya Evi agar mereka lebih bebas berhubungan. Vida mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya terlihat menonjol. Rasa perih seketika merayap dalam hatinya, takut sekali dirinya bila memang ada sesuatu terjadi antara Evi dan suaminya. Ingin menjerit, ingin menyangkal semua tetapi kalimat yang dia dengar tadi, tidak mungkin salah,

Sejauh apa hubungan mereka, apakah semua terjadi karena dirinya terlalu percaya diri meninggalkan mereka berdua? Apakah-apakah …

“Masuk yuk, Ma, sudah magrib,” ajak Bima memutus lamunan nya. Vida bangkit dan masuk melewati Bima.

Hampir 25 tahun mereka bersama,  Seperti Bima yang sangat memahaminya, dirinya pun bisa memahami gerak-gerik Bima jika berbohong atau menyimpan sesuatu.

“Pa, tolong jawab pertanyaan Mama dengan jujur,” pinta Vida setelah mereka berada di meja makan. Bima seperti tidak selera untuk makan. Lauk yang dipesan secara online itu tidak menarik minatnya. Dia sudah terbiasa dengan masakan Evi.

“Apa, Ma?" Bima balik bertanya.

“Papa ada hubungan apa dengan Evi?’  tanya Vida. Bima tersentak.

“Ma, … Papa ---.”  Vida menggeleng, menghentikan ucapan Bima yang bermaksud berdalih.

“Jawab jujur, Pa!” tegas Vida. Bima tertegun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status