Share

Bab 5 - Kamu Masih Hidup?

“Kamu tidak mengenalku, Anya Stein?”

Netra Anya terbelalak. “A-Anda … laki-laki yang semalam ….”

Anya menggigit bibirnya dengan kuat. Degup jantungnya mendadak berpacu cepat ketika mengingat kegilaannya semalam, tetapi ia mengusir ingatan memalukan itu dari dalam kepalanya dan kembali menatap pria asing itu dengan gugup.

“Dari mana Anda tahu nama saya, Tuan?” selidik Anya.

Tanpa menjawab pertanyaannya, Reinhard mengeluarkan kartu tanda pengenal dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada wanita itu.

“Kenapa Anda bisa memegang kartu identitas saya?” tanya Anya, semakin bingung.

“Aku membutuhkannya untuk mengisi data pasien,” jawab Reinhard dengan acuh tak acuh.

Anya pun tertegun menatap kartu identitasnya. Ia baru menyadari jika ruangannya yang ditempatinya saat ini adalah kamar rumah sakit.

“Anda … memasukkan saya ke kamar VIP?” tanya Anya dengan syok.

“Apa ada masalah?” Kening Reinhard mengerut.

Namun, Anya tidak menjawab. Ia bergegas bangkit dari ranjangnya, tetapi gerakannya tertahan karena kepalanya─yang masih dibalut perban─tiba-tiba berdenyut sakit.

“Kamu mau pergi ke mana?” Reinhard menatap wanita itu dengan penuh selidik, lalu memperingatkannya, “Sebaiknya kamu berhenti bergerak sembarangan. Lukamu baru saja diobati.”

Sayangnya, Anya tidak menggubris pria itu. Dengan menahan rasa sakit di dalam kepalanya, ia kembali bangkit dan turun dari ranjangnya.

Ketika Anya hendak mencabut selang infusnya, Reinhard menghalanginya dengan mencengkeram kedua lengannya. “Apa kamu sudah gila? Kamu tidak dengar apa yang aku katakan tadi?” hardik pria itu.

“Anda yang gila, Tuan!” balas Anya tidak kalah murkanya. Netra birunya menyalang tajam dan membuat pria itu terpaku.

Gadis itu kembali berkata, “Saya tidak punya uang untuk membayar kamar ini, Tuan!”

Reinhard tercengang selama tiga detik sebelum terbentuk kerutan di dahinya, lalu detik berikutnya suara tawa kecil pun meluncur dari bibirnya.

Anya pun menatap pria asing itu dengan bingung. Ia merasa sedikit tersinggung dan bertanya, “Apa yang Anda tertawakan?”

Perlahan suara kekehan Reinhard terhenti. Ia juga cukup terkejut dan merasa aneh dengan sikapnya sendiri.

‘Apa yang sudah kulakukan?’ Reinhard ikut bertanya-tanya sendiri. Ia tidak menyangka akan spontan bersikap akrab dengan wanita itu.

“Tuan,” panggil Anya, membuyarkan lamunan Reinhard.

Pria itu pun menoleh, berdeham canggung, lalu berkata, “Mengenai masalah uang, kamu tidak perlu mencemaskannya, Nona. Aku berani membawamu ke sini berarti aku yang menjamin biayanya.”

Anya tertegun, memandang pria itu dengan curiga. “Ini aneh. Kita tidak saling mengenal. Anda tidak memiliki alasan untuk melakukan semua ini untuk saya.”

“Alasan?” Reinhard tersenyum smirk. “Aku baru tahu kalau membantu seseorang harus memerlukan alasan. Jika memang begitu, pantas saja sekarang banyak orang yang memilih untuk tidak peduli dengan kesulitan orang lain.”

Ucapan pria itu menyadarkan Anya bahwa pria itu memang tulus ingin membantunya. “Terima kasih atas bantuanmu, Tuan,” cicit Anya, merasa malu pada dirinya sendiri karena meragukannya.

Akan tetapi, Anya tidak merasa lega begitu saja. Ia tetap merasa aneh dengan pria asing itu. Entah kenapa setiap kali melihat wajahnya, ia merasa pernah melihatnya di suatu tempat.

“Hanya itu?” Satu alis Reinhard terangkat, mengalihkan pandangan Anya padanya.

Kening Anya mengernyit. Ia tidak memahami maksudnya. Namun, sikap acuh tak acuh pria itu sangat mengusiknya.

“Bisakah Anda bersikap dan berbicara sedikit lebih sopan? Sejak tadi Anda terus berbicara santai seolah kita sangat akrab.”

Mendengar protes yang dilontarkan wanita itu, Reinhard malah tersenyum tipis. 

“Aku sudah menyelamatkanmu dua kali. Aku rasa aku tidak perlu berbicara formal denganmu dan aku juga pantas mendapatkan lebih dari sekedar ucapan terima kasih,” balas Reinhard dengan nada menggoda, tetapi netra tajamnya mengamati reaksi Anya.

Ingatan malam panas yang mereka lakukan kembali berkelebat di dalam benak Anya. 

“Menyelamatkanku?” Wanita itu pun tersenyum getir dan memandang Reinhard dengan tajam. “Apa meniduriku semalam juga kamu perhitungkan sebagai bantuan, Tuan?”

Sindiran sinis yang meluncur dari bibir Anya membuat Reinhard terhenyak. Kini wanita itu juga memasang sikap yang sama dengannya, tidak lagi menunjukkan tata kramanya.

Reinhard dapat melihat kemarahan dari netra wanita itu. Namun, ia tetap bersikap tenang dan membalasnya, “Tentu saja termasuk bantuan meskipun sebenarnya aku terpaksa melakukannya. Tapi, karena kamu begitu agresif, aku─”

Bola mata Anya melebar. “Bohong!” sangkalnya dengan cepat.

“Ini adalah kenyataan, Nona Stein,” ucap Reinhard. “Kamu lupa kalau semalam kamu yang sudah meminta untuk terus melanjutkan permainan sampai beronde-ronde?”

Wajah Anya memerah seketika. “Ti-tidak mungkin!” tampiknya lagi.

“Kenapa tidak mungkin? Kamu mau lihat bukti betapa liarnya kamu semalam, huh?” Reinhard pun membuka mantelnya dan berniat membuka kancing kemejanya untuk menunjukkan bekas cakaran yang ditinggalkan wanita itu di punggungnya.

Namun, wanita itu buru-buru menahan tangannya. “Apa yang kamu lakukan? Dasar mesum!”

Reinhard mengurungkan tindakannya sembari tersenyum smirk. “Seharusnya kamu bersyukur, Anya Stein. Kalau bukan karena aku, semalam kamu pasti─”

Plak!

Satu tamparan keras melayang pada pipi Reinhard, langsung menghentikan ucapannya saat itu juga. Rasa perih pun menjalar pada pipi kanannya. Ia terpaku syok selama tiga detik, lalu dengan cepat kesadarannya kembali, menoleh kepada Anya dan mencengkeram erat pergelangan wanita itu. “Apa kamu sudah gila? Kenapa kamu─”

Bentakan Reinhard terhenti tatkala dirinya melihat sorot mata biru yang menatapnya dengan tajam, seolah menyelami mata ambernya dalam-dalam. Kilasan ingatan tiga tahun lalu kembali berkelebat di dalam kepalanya.

“A-Alicia ….” Reinhard bergumam pelan secara spontan.

Anya bergeming syok saat mendengar sebutan familiar dari bibir pria itu. Air mata yang menggenang pada pelupuk matanya pun luruh seketika dan membuat perasaannya semakin bercampur aduk. Dadanya terasa sangat sesak dan perih. Namun, ia menyeka air matanya dengan cepat.

Di sisi lain, Reinhard tampak kebingungan. Sorot mata wanita itu benar-benar menghipnotisnya. Kerinduan di dalam hatinya pun menggebu-gebu. Terlebih lagi ketika sinar mata yang dipenuhi amarah itu menyala hebat.

“Kamu masih hidup?” gumam Reinhard lagi. Suaranya terdengar berat, namun perih. Tangannya telah menyentuh wajah Anya dengan lembut dan membuat wanita itu mematung, kaget.

Anya menatapnya dengan penuh waspada, tetapi rasa ingin tahunya menguatkan dirinya dan akhirnya ia membuka suaranya dengan gugup, “Kenapa kamu bicara seperti itu?”

Reinhard tersentak. Ia menahan napasnya selama beberapa detik, lalu menarik kembali tangannya dari wajah Anya dan mengepalkannya dengan kuat. Keraguan kembali merayap di dalam hatinya saat wanita itu menatapnya dengan penuh kebingungan.

Perlahan Reinhard memalingkan wajahnya, memejamkan netranya kuat-kuat. ‘Gila! Apa yang sudah aku pikirkan?’ geramnya kepada dirinya sendiri.

Bisa-bisanya ia mengira Alicia masih hidup! Mana mungkin hal itu terjadi!

Sementara itu, masih dengan penuh kebingungan, Anya tertegun dalam-dalam. ‘Tadi … aku tidak salah dengar, kan? Dia memanggilku … Alicia?’

Ingatan asing yang sempat terlintas beberapa waktu lalu dan ucapan aneh pria itu membuat Anya menyadari jika ada satu hal yang tidak sesuai di dalam dirinya.

Kebohongan yang dikatakan Edwin sebelumnya semakin memperkuat dugaan ada rahasia besar yang terselubung di balik kecelakaan yang dialaminya tiga tahun lalu dan ia merasa pria jangkung di hadapannya ini pasti memiliki jawaban yang diinginkannya!

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Luna
thanks banget kak Alicelin semangat trs nulisnya
goodnovel comment avatar
Luna
hmmm nyesek mbayangin nasib Alicia yg mencintai kulkas 2pintu anaknya mama Selina dan papa Regan,,, kak Alicelin pas bikin cerita flashback nya mereka berdua nanti pasti kueren
goodnovel comment avatar
Popy Try
waaaah jd kangen sama regis amora niih ,,,,, apa akan nyelip nanti regis amora ><
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status