Siapa yg ikutan senam jantung macam Alicia? hahahaha
Duar!Suara seperti ledakan itulah yang terdengar di dalam kepala Alicia saat ini. Detak jantungnya yang menggila membuatnya merasa seolah waktu berhenti sesaat. Ia tidak bisa berpikir jernih karena kening Reinhard yang menempel pada keningnya terasa begitu panas, seperti api yang membakar seluruh kesadarannya.Aroma maskulin Reinhard juga menggelitik indra penciumannya, membuat deru napas Alicia tercekat selama beberapa saat. Detik-detik yang berlalu terasa sangat lambat dan setiap detak jantungnya menggema seperti ledakan kecil yang mengguncang hatinya.Alicia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria itu. Pandangannya terpaku pada mata amber Reinhard yang begitu dekat, seakan ingin menelusuri seluruh isi pikirannya.‘I-ini … benar-benar berbahaya!’ pikirnya dengan panik. Seluruh tubuh Alicia terasa kaku dan ia kehilangan cara untuk berpikir jernih.Melihat ekspresi wanita itu, Reinhard menyadari tindakan yang sengaja dilakukannya ini sangat berdampak besar terhadap wanita itu. S
“Ya ampun, kamu mengenal saya?” Selina Anderson cukup terkejut mendengar pujian dari “kekasih” putranya tersebut. Binar matanya telah dipenuhi rasa ingin tahu yang besar.Namun, Alicia tersentak. Ia menyadari kecerobohannya. Diam-diam ia melirik Reinhard, tetapi pria itu bersikap sangat datar dan tidak peduli. ‘Sepertinya dia tidak ingat,’ batinnya, merasa lega.Padahal dulu Alicia pernah mengatakan kepada Reinhard jika ia sangat mengagumi ibunya dan meminta pria itu untuk mempertemukan mereka. Akan tetapi, Reinhard tidak pernah mengabulkannya.“Kebetulan saya pernah melihat wawancara Anda di televisi. Saya tidak pernah menyangka bisa bertemu langsung dengan Anda seperti ini, Chef,” sahut Alicia yang masih memandang wanita paruh baya itu dengan penuh kekaguman.Selina terkekeh pelan. “Terima kasih. Tapi, jangan memanggil saya seperti itu. Aneh rasanya ada yang memanggil saya Chef saat saya tidak berada di dapur,” sahutnya.Alicia mengangguk kecil. “Baiklah, Nyonya.”Wanita paruh baya
“Nikahi dia, Rein. Atau aku dan ayahmu tidak akan mengakuimu sebagai putra kami lagi!”Peringatan yang dilayangkan Selina membuat ketegangan di dalam ruangan terasa semakin berat. Namun, hal tersebut tidak membuat putranya merasa terancam dan malah menambah kekesalannya.Alicia, yang terjebak dalam situasi canggung tersebut, hanya bisa mengamati keduanya dalam diam. Ia merasa tidak memiliki ruang untuk menyela pembicaraan tersebut.Perhatian Alicia kembali terengut ketika mendengar ancaman penuh emosional dari Selina Anderson. “Apa kamu mau melihat Mama mati dulu baru kamu puas, Rein?” .Suara wanita paruh baya itu bergetar, menambah intensitas ketegangan di ruangan. Alicia dapat melihat keseriusan pada wajahnya. Namun, rasa kagetnya semakin bertambah ketika mendengar Reinhard menjawab, "Baiklah."Netra Alicia pun terbelalak lebar mendengar keputusan Reinhard tersebut. 'Hei! Apa kamu sudah gila, Xavier? Kenapa kamu seenaknya menyetujui permintaan itu tanpa memikirkan perasaanku?'Ingi
Reinhard duduk dengan tenang di kursi yang ada di samping ranjang pasien. Ia menatap Alicia dengan wajah datar. Sudah lima menit berlalu sejak ibunya keluar dari ruangan itu─setelah wanita paruh baya itu teringat akan janjinya sore nanti.Namun, tidak ada sepatah kata pun yang meluncur dari bibir Reinhard maupun Alicia. Keduanya hanya saling bertatapan dengan intens. Ekspresi Reinhard begitu tenang dan membuat Alicia sulit untuk menerka jalan pikiran pria itu.“Ibumu ternyata orang yang baik. Aku tidak menyangka dia tidak akan peduli dengan latar belakangku,” ucap Alicia yang mencoba memecahkan keheningan di antara mereka.Ya, Alicia masih terkejut dengan respon Selina Anderson. Wanita paruh baya itu, meskipun tahu bahwa Alicia adalah seorang yatim piatu dan “calon janda" seperti yang diakuinya tadi, tetapi ia tetap tidak peduli dan justru mendesak Alicia untuk segera menjadi menantu.Hal ini benar-benar mengejutkannya. Sangat berbeda dari yang Alicia bayangkan, mengingat wanita-wanit
Keheningan yang menggantung di antara mereka membuat denyut jantung Alicia semakin tidak karuan. Ia pun berpikir untuk mempertanyakan lebih lanjut, tetapi sebelum ia melakukannya, suara kekehan kecil telah meluncur dari bibir pria itu.Kedua alis Alicia menyatu, matanya tertuju lurus pada Reinhard yang masih menertawakannya.“Apa leluconku terlalu garing?” tanya pria itu yang membuat Alicia melongo.“Le-lelucon?” gumam Alicia dengan syok.Seketika ia menyadari maksud pria itu, lalu ia pun memanyunkan bibirnya dengan kesal. “Aku rasa kamu tidak cocok menjadi pelawak, Tuan Muda Hernandez? Kamu bukan membuat orang tertawa, tapi mereka bisa mati mendadak karena leluconmu,” gerutunya.Suara tawa Reinhard pun perlahan terhenti. Namun, bibirnya masih mengulas senyuman tipis. “Kamu tahu … tidak banyak orang yang memiliki banyak keberanian sepertimu, Nona Stein,” ucapnya, tidak menutupi rasa kagumnya atas sikap wanita itu yang terus-menerus menjawabnya tanpa ragu.Alicia tersentak. Tanpa sadar
“Tidak perlu khawatir. Apa pun permintaanmu, selama aku, Reinhard Xavier Hernandez, bisa memenuhinya, kamu tidak akan pernah merasa dikecewakan.”Janji yang diucapkan Reinhard membuat hati Alicia seketika terasa lega, tetapi ia tidak menyangka Reinhard memahami maksudnya.“Tapi, sebaliknya, aku bukan lelaki yang baik dan menjadi wanitaku bukanlah hal yang mudah,” ucap Reinhard lebih lanjut.Alicia mengulum senyumnya, tidak terpengaruh sedikit pun dengan tekanan yang diberikan pria itu. “Aku mengerti. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk tidak mempermalukanmu. Karena itu, aku ingin hubungan kita tidak dipublikasikan secara resmi kepada publik dan tidak perlu mengadakan pesta apa pun. Bagaimana menurutmu?”Kening Reinhard pun mengernyit. “Apa alasannya?” selidiknya, masih tidak memahami rencana wanita itu dan semakin bertanya-tanya.Padahal Reinhard sempat berpikir, Alicia menginginkan status sebagai wanitanya agar mendapatkan keuntungan dari hal itu. Bukan hanya statusnya akan terangk
‘Berhentilah tersenyum seperti orang bodoh, Alicia!’ hardik Alicia kepada dirinya sendiri.Wanita itu menepuk kedua pipinya sendiri yang telah merona merah. Ia masih tidak dapat mengendalikan rasa kaget dan kegembiraannya atas kesepakatannya dengan Reinhard beberapa saat lalu.Reinhard Xavier Hernandez, pria yang dulu terasa begitu jauh dari jangkauannya, kini telah setuju untuk menjalin hubungan dengannya—meskipun hubungan itu harus tersembunyi dari publik, ia sudah merasa dirinya sangat luar biasa.Alicia kembali menggelengkan kepalanya dengan kuat, masih merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Semua usaha dan strategi yang pernah dilakukannya dulu untuk mendapatkan hati pria itu kini terasa sangat konyol.Perasaan campur aduk dalam dirinya membuat Alicia merenung lebih dalam. Saat ini Reinhard mungkin telah setuju untuk menjalin hubungan, tapi Alicia tahu bahwa pria itu bukan orang yang mudah percaya. Setiap langkah yang ia ambil harus diperhitungkan dengan cermat.
Di dalam mobil Maybach hitam yang sedang melaju cepat di tengah jalan bebas hambatan, Reinhard tampak sibuk melakukan penelusuran pada layar ponselnya.Pria itu terlihat serius, menyelami berbagai pesan dan email yang masuk. Namun, pikirannya terpecah antara pekerjaan dan beberapa hal yang mengusiknya sejak tadi. Karena merasa lelah, ia pun melepaskan kacamata bacanya sejenak dan memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.Owen yang duduk di sampingnya sejak tadi pun menyadari kegelisahan Reinhard. Ia pun mengakhiri panggilan telepon yang masih terhubung dengannya dan menoleh kepada majikannya itu.“Tuan Muda, apa Anda mau saya belikan sesuatu?" tanya Owen dengan cemas.Sejak kembali dari rumah sakit, Reinhard belum menyentuh apa pun selain suplemen dan sebotol air mineral. Tidak biasanya Owen melihat majikannya gelisah seharian seperti ini—biasanya Reinhard adalah sosok yang selalu tenang dan teroganisir.Reinhard melirik Owen sejenak. "Tidak perlu. Saya hanya perlu beristirahat lebih a
“Nexus, ya?” Liliana tiba-tiba ikut menimpali. “Tadi Tante juga sempat lihat beritanya di TV. Sepertinya lagi jadi trending topic.”Mendengar hal tersebut, Alicia segera mengambil remote televisi dan mencari saluran berita yang sedang tayang. Amora, Liliana, dan Winny ikut memperhatikan layar dengan penuh rasa ingin tahu.Tak lama, sebuah berita bisnis muncul di layar. Seorang reporter sedang berbicara dengan latar belakang gedung tinggi yang memiliki logo Nexus di bagian depannya.“… pengambilalihan mendadak ini mengundang banyak spekulasi di antara para pebisnis. Walaupun Reinhard Xavier Hernandez tidak membuat pernyataan secara langsung, tetapi kehadirannya di Nexus memicu asumsi mengenai perubahan kepemilikan perusahaan tersebut.”Alicia terpaku menatap layar televisi tersebut. Wajah Reinhard disorot oleh kamera media. Pria itu berjalan keluar dari gedung Nexus dengan pengawalan ketat dan mengabaikan semua pertanyaan dari para wartawan.“Kamu beruntung dapat pria hebat, Alicia,” p
“Nenek, bagaimana keadaanmu?”Suara riang Amora terdengar memenuhi ruangan saat ia masuk bersama ibu mertuanya, Liliana Ritter.Alicia dan neneknya langsung menoleh bersamaan. Melihat kedatangan mereka, Alicia segera bangkit dari tempat duduknya, menghampiri Amora dan menuntun langkahnya menuju tempat duduknya tadi.“Terima kasih, Alicia,” ucap Amora seraya tersenyum kecil dan menatap adik iparnya dengan seksama.Ia kemudian terkekeh kecil. "Kalau dipikir-pikir, kamu benar-benar sudah dewasa sekarang. Sudah tahu bagaimana merawat orang lain."Alicia terkejut dengan pujian itu. "Ka-Kak Amora?" Wajahnya langsung memerah.Amora tersenyum penuh arti. Ia ingat betul, dulu saat ia masih mengandung Ryuji, Alicia hampir tak pernah menunjukkan kepedulian seperti ini."Memangnya dulu aku seburuk itu sampai Kakak harus menggodaku begitu?" gerutu Alicia, pura-pura kesal."Aku memujimu, Alicia," sahut Amora seraya memutar bola matanya.Liliana Ritter, yang sejak tadi meletakkan barang bawaannya di
Reinhard menghentikan langkahnya sejenak di dekat parkiran mobil setelah berada di luar rumah terlantar tersebut. Ia menoleh sekilas ke arah bangunan yang kini bergema oleh jeritan putus asa Edwin.Owen, yang berdiri di sampingnya, melirik ekspresi dingin Reinhard sekilas sebelum akhirnya bertanya dengan hati-hati, “Tuan Muda, apa Anda percaya dengan ucapan Edwin tadi?”Reinhard menghela napas pelan, tatapannya masih terpaku pada rumah itu. "Percaya atau tidak, dia pantas mendapatkan semua ini."Owen meneguk salivanya dengan kasar, lalu mengangguk pelan. Ia dapat memahami kebencian Reinhard terhadap Edwin, mengingat semua hal yang dilakukan pria itu pada Alicia selama tiga tahun ini.Owen melirik darah Edwin yang masih menempel pada telapak tangan tuan mudanya tersebut. Ia pun memberikan sapu tangannya kepada Reinhard dan kembali bertanya, “Apa Anda tidak ingin menanyakannya langsung kepada Nyonya mengenai masalah ini, Tuan Muda?”Reinhard menerima sapu tangan itu tanpa berkata apa-ap
“Jangan … jangan lakukan itu … aku benar-benar tidak tahu apa-apa ….”Edwin tergagap, suaranya gemetar, hampir tak terdengar. Matanya terpaku pada kilatan tajam ujung pisau yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang akan ia alami jika bilah itu merobek kulitnya.Seketika, Edwin tersentak ketika mata pisau menyentuh pipinya. Darah pun mengalir dari goresan tipis yang diberikan Reinhard pada wajahnya tersebut.Suara ringisan terdengar dari bibir Edwin tatkala pisau tersebut menyayat kulit wajahnya.. Air matanya pun perlahan mengalir. “Su-sudah kubilang … itu hanya kecelakaan. Waktu itu … aku terlalu mabuk dan aku─”Ucapan Edwin terhenti karena mata pisau tersebut telah beralih dan menancap di punggung tangannya. Suara erangan kesakitan lolos dari bibirnya, tubuhnya menegang sementara darah segar mulai merembes dari luka tersebut.Edwin berniat menarik tangannya, tetapi Reinhard malah menekan ujungnya semakin kuat. “Aarggh!” teriak Edwin.
“Aku juga bisa membuat seolah-olah kamu melarikan diri dari persidangan. Dengan begitu, polisi tidak akan mencurigai apa pun,” lanjut Reinhard dengan nada santai. "Bagaimana? Tidak ada lagi yang perlu kamu cemaskan, bukan?" Edwin menggeram, napasnya memburu karena kemarahan yang meluap-luap. “Kau …!” Tanpa berpikir panjang, Edwin mencoba menerjang ke arah Reinhard, tetapi sebelum sempat menyentuhnya, Owen sudah lebih dulu bertindak. Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Edwin, membuatnya terhuyung ke belakang. Rasa sakit menyebar dari rahangnya hingga ke kepala. Sebelum Edwin sempat bereaksi, tangan kuat Owen segera mencengkeram kerah bajunya, lalu menariknya ke tepi kolam. “Lepaskan aku!” teriak Edwin, memberontak histeris. Owen menghempaskan tubuh Edwin dengan kuat hingga wajah pria itu menghantam besi di pinggiran kolam. Darah pun mengucur deras dari hidungnya. Reinhard telah berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke tepi kolam. “Owen, cukup,” cegahnya saat melihat a
“Reinhard Hernandez … ter-ternyata kamu ….” Perlahan rahang Edwin mengatup erat. Sorot matanya yang dipenuhi kebencian, menatap Reinhard dengan tajam. Ia tidak akan pernah lupa bagaimana dirinya dipermalukan dan dihancurkan di acara pernikahannya beberapa hari lalu. Amarah di dalam diri Edwin pun meledak. Ia berniat bangkit dan menyerang Reinhard,. Akan tetapi, pria itu baru menyadari jika dirinya dalam kondisi terikat. Salah seorang bawahan Reinhard juga langsung menekannya kembali ke kursi dengan kuat. "Lepaskan aku!" Edwin menggeram, meronta sekuat tenaga. Namun, cengkeraman pengawal Reinhard tersebut tidak memberinya celah sedikit pun. Tanpa peringatan, sebuah tinju pun mendarat telak di perutnya. Edwin tersentak, mengerang kesakitan. Tubuhnya hampir terjungkal ke belakang, tetapi bawahan Reinhard tersebut segera menarik kerah bajunya, membuatnya tetap duduk. Rasa sakit membuat Edwin terdiam selama beberapa saat. Namun, ketika ia bisa bernapas teratur kembali, ia melontarkan
Setelah tiga jam membahas beberapa perkembangan dan proyek yang dilakukan Nexus, akhirnya pertemuan tersebut pun berakhir. “Serahkan laporannya kepada tim saya dan silakan kembali ke ruangan masing-masing,” ucap Reinhard sebelum berdiri dari tempat duduknya. Tanpa menunggu tanggapan semua orang, Reinhard langsung melangkah keluar, diikuti oleh Owen. Begitu pintu ruangan tertutup kembali, semua orang pun menarik napas lega. Selama rapat berlangsung, mereka merasa sedang mengikuti interogasi daripada diskusi bisnis. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan baru yang diambil oleh Reinhard membuat mereka yakin Nexus dapat kembali bangkit di bawah kepemimpinan Reinhard. Sayangnya, tidak semua orang berpikiran yang sama. Ada beberapa orang yang merasa terancam, tetapi mereka hanya bisa menyembunyikan kegelisahan mereka di balik ekspresi tenang dan mencoba mencari cara untuk mendapatkan kepercayaan Reinhard. Saat Reinhard turun ke lobi, matanya menangkap kerumunan wartawan yang sudah menunggu
Reinhard melirik sekilas ke arah Alexei yang duduk di ujung meja. Wajah pamannya tampak tenang, tetapi ada ketegangan samar di balik sorot matanya.Pria paruh baya itu bergegas menghampiri Reinhard, lalu menjabat tangannya.“Rein, akhirnya kamu datang juga,” sapa Alexei dengan nada ramah, tetapi Reinhard bisa merasakan kegugupan yang tersirat dalam suara pamannya tersebut.“Sepertinya Paman takut aku tidak datang dan berubah pikiran.”Meskipun Alexei cukup terkejut dengan sindiran dingin yang menusuk tersebut, tetapi pria paruh baya itu tetap mempertahankan senyumannya. “Mana mungkin. Aku tahu kamu adalah orang yang menepati janji, Rein.”Reinhard menatap Alexei lurus-lurus. Ia tidak menanggapi ucapannya.Alexei pun mempersilakannya duduk, kemudian mereka pun memulai perbincangan tentang proses pengalihan saham.Saat notaris Alexei hendak menyerahkan dokumen, Reinhard mengangkat tangan, menghentikannya.“Ada apa?” tanya Alexei dengan bingung.“Aku membawa notarisku sendiri dan dia sud
Owen terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja diucapkan oleh Reinhard. “Maksud Anda … pengalihan saham ini memang jebakan Tuan Alexei?” Reinhard tersenyum sinis. “Kamu tahu … semalam diam-diam pamanku itu ternyata sudah menarik sebagian besar modalnya dari Nexus.” Reinhard mengetahui hal tersebut saat melakukan peretasan ke dalam sistem keuangan Nexus. Sama seperti Owen, ia juga sangat terkejut dan hampir tidak percaya dengan hal yang ditemukannya. Owen menatapnya, tak percaya. "Padahal Anda adalah keponakannya, tapi kenapa beliau begitu tega menjerumuskan Anda?" geramnya, ikut terluka dan marah atas tindakan Alexei tersebut. Reinhard dapat memahami peraaaan asistennya tersebut. Ia menghela napas panjang dan berkata, “Tapi, saya rasa Paman Alexei bukan orang seperti ini.” Owen cukup terkejut mendengar pemikiran positif tuan mudaya tersebut. “Tuan Muda, Anda masih saja membelanya. Padahal dia─” Sebelum Owen sempat menyelesaikan kalimatnya, Reinhard telah memotongnya den