Share

Bab 4 -Mirip, Tapi Asing

“Bagaimana mungkin ada kebetulan seperti ini ….”

Gumaman pria berwajah tampan nan tegas itu terdengar semakin pelan. Rahang kokohnya terkatup rapat hingga gigi-giginya bergemeratak. Ia berusaha menguasai rasa kaget yang masih memenuhi pikirannya.

Ingatan akan malam panas yang dihabiskannya bersama wanita yang terbujur di hadapannya saat ini kembali berputar di dalam kepalanya. Seperti yang diduganya, semua yang dilakukannya semalam bersama wanita itu benar-benar bukanlah mimpi!

“Bos, hujan sudah turun semakin deras. Apa tidak sebaiknya kita kembali ke mobil?”

Lamunan pria itu beralih sejenak. Sorot mata tajam bak serigala miliknya tertuju pada asisten kepercayaannya yang berdiri di belakangnya sejak tadi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata, pria itu menyerahkan payung di tangannya kepada bawahannya tersebut. Ia pun mengangkat tubuh Anya di kedua belah tangannya, lalu membawanya menuju mobil yang tidak terparkir jauh dari pemakaman.

***

“Bagaimana keadaan lukanya?”

Seorang dokter muda berkacamata tersenyum mendengar pertanyaan dari seorang pria yang sejak tadi memasang wajah datar di sampingnya, tetapi pria itu tetap tidak mampu menutupi kecemasannya terhadap pasien wanita yang baru saja ditanganinya.

“Aku baru kali ini melihatmu sepanik ini, Rein. Sepertinya wanita ini sangat spesial. Apa dia kekasihmu?” goda dokter tersebut, yang tidak lain adalah sahabat dari pria yang memiliki nama lengkap Reinhard Xavier Hernandez.

“Apa kamu ingin menjadi mata-mata ibuku lagi, Austin Lawrence?” desis Reinhard yang telah mendelik tajam.

Austin terkekeh pelan. “Mau sampai kapan kamu mengungkit hal itu?”

“Sampai kamu terbaring di dalam kuburan pun tetap akan kuungkit,” balas Reinhard dengan nada setengah bercanda, meski sorot matanya tetap serius.

Ia tidak akan lupa bagaimana dirinya tertipu karena kerja sama Austin dengan ibunya lima tahun lalu hingga akhirnya ia harus terpaksa kembali dari petualangannya dan terjebak dalam intrik keluarga yang membelenggu kebebasannya hingga saat ini.

Austin tersenyum simpul mengingat hal tersebut. “Maaf, waktu itu aku─”

“Aku tidak butuh maafmu. Sekarang jelaskan, bagaimana keadaan wanita ini?” sela Reinhard yang mulai tidak sabaran.

Austin menghela napas pelan dan berkata, “Lukanya tidak terlalu serius. Aku sudah membersihkan dan menjahitnya, tapi mungkin akan menimbulkan sedikit bekas.”

“Tapi, tenang saja. Nanti akan kuresepkan salep yang bisa menyamarkan bekasnya,” lanjut Austin dengan cepat ketika menerima kilatan tajam dari sorot mata Reinhard.

“Kapan dia bisa sadar?” tanya Reinhard lagi, tanpa mengubah ekspresi dinginnya.

“Mungkin sebentar lagi. Tapi, sebaiknya biarkan dia beristirahat dulu. Tubuhnya mengalami kelelahan yang cukup parah. Selain itu, dia mungkin mengalami syok emosional yang berat.”

‘Syok?’ Reinhard membatin.

Ia pun tertegun, kembali teringat dengan keadaan wanita itu saat ditemukannya tadi. Entah hal apa yang membuat wanita itu harus mendatangi pemakaman di tengah cuaca yang tidak bersahabat, tetapi ia merasa Austin benar. Wanita itu sepertinya memang mengalami hari yang berat.

‘Apa dia menyesal dan bersalah karena hal yang terjadi semalam?’ terka Reinhard di dalam hati.

Ia mengira jika dirinya mungkin yang telah menyebabkan masalah bagi wanita itu. Namun, Reinhard merasa kesalahan tidak sepenuhnya ada pada dirinya. Wanita itu sendiri yang mendatangi kamarnya dan menyerangnya lebih dulu. Namun, ketika hasrat Reinhard telah terbakar, wanita itu malah memintanya untuk berhenti.

Tentu saja, Reinhard tak bisa menahan diri dan akhirnya hubungan itu terjadi. Akan tetapi, pada akhirnya wanita itulah yang tidak mau melepaskannya dan membuatnya harus bekerja ekstra untuk memuaskannya.

“Dia hanya butuh waktu untuk pulih, tapi aku yakin dia akan baik-baik saja,” Suara Austin mengalihkan lamunan Reinhard.

Kening Austin mengernyit ketika melihat seulas senyuman yang tidak biasa sempat terbit pada bibir sahabatnya tersebut. “Kamu tidak sakit kan, Rein?” selorohnya.

Reinhard pun kembali bersikap penuh permusuhan dengannya seperti biasanya. Satu kesalahan Austin  dulu membuat hubungan mereka menjadi sedikit renggang.

Karena tidak ingin menjadi target pelampiasan amarahnya, Austin pun memutuskan untuk keluar dari ruangan itu, tetapi langkahnya terhenti sejenak dan menoleh kepada Reinhard.

“Kemarin kamu baik-baik saja, kan?” Nada Austin terdengar khawatir. Ia tahu jika kemarin Reinhard pasti telah mabuk berat seperti tahun-tahun sebelumnya. Kemarin adalah hari dalam setahun yang paling berat dilalui Reinhard, hari peringatan kematian dari seseorang yang dikasihinya.

“Ibumu sangat khawatir. Dia memintamu untuk pulang di hari ulang tahunnya nanti,” kata Austin dengan wajah serius. Namun, Reinhard tidak menjawab. Austin pun hanya bisa menghela napas kasar dan kembali melanjutkan langkahnya.

Keheningan memenuhi ruangan tersebut setelah kepergian Austin. Reinhard berjalan menghampiri ranjang pasien, lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang tersebut.

Manik mata ambernya menatap lekat pasien wanita di hadapannya saat ini. Perlahan tangannya menyusuri wajah yang masih terlelap. Hanya deru napas teratur yang terdengar dari wanita itu.

Seolah ditarik ke dalam pusaran waktu, bayangan masa lalu berkelebat di pikirannya, membuat dada Reinhard terasa semakin sesak. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan seseorang yang memiliki kemiripan seperti ini.

Ya, Anya terlihat sangat mirip dengan gadis yang pernah ia abaikan cintanya dan meninggalkan penyesalan tak terhingga di dalam hatinya selama tiga tahun terakhir!

Hanya saja tubuh gadis itu tidak sekurus Anya. Rambut golden brown-nya lebih berkilau, kulitnya juga lebih terawat dan … Reinhard tidak tahu apakah mereka juga memiliki warna mata yang sama atau tidak. Semalam ia terlalu mabuk dan ruangan juga terlalu gelap untuk melihat lebih jelas.

Reinhard menggenggam tangan wanita itu dengan lembut. ‘Sepertinya aku sudah gila kalau berharap dia masih hidup saat ini,’ batinnya seraya tersenyum getir.

Lamunan Reinhard terhenti ketika melihat kelopak mata wanita di hadapannya itu mulai terbuka. Netranya ikut terbelalak ketika melihat warna biru dari sepasang bola mata yang tengah memandang langit-langit ruangan.

“Ini ….” Suara Anya terdengar serak.

Perlahan pandangan Anya tertuju kepada lelaki di sampingnya. Ia tersentak dan mencoba untuk bangkit, tetapi gerakannya tertahan karena pria itu mencengkeram kedua lengannya dengan erat.

“Kamu─”

Suara Anya tercekat dengan sorot mata tajam yang terasa sangat menakutkan. Tubuhnya terasa menciut karena cengkeraman tangan pria itu terasa begitu kuat. “Le-lepaskan aku,” cicit Anya.

Kening Reinhard mengernyit. Ia dapat merasakan ketakutan dari tatapan wanita itu terhadap dirinya. Perlahan ia pun melepaskan cengkeramannya, tetapi sepasang matanya masih menatap Anya dengan penuh pertimbangan.

’Warna mata yang sama, tapi … sangat asing,’ gumam Reinhard di dalam hati. Harapan yang sempat terbesit di dalam benaknya beberapa waktu lalu pun perlahan-lahan memudar saat melihat kewaspadaan wanita itu terhadap dirinya.

“Ka-kamu siapa? Aku … aku di mana?” cecar Anya di tengah kebingungannya.

Ruangan yang begitu mewah, tetapi terasa asing tersebut membuatnya tidak nyaman. Terlebih lagi aroma desinfektan yang mendominasi ruangan itu membuat kepalanya terasa pusing.

Kedua alis Reinhard bertaut. “Kamu tidak mengenalku, Anya Stein?”

Ia tampak tersinggung dengan pertanyaan wanita itu. Padahal mereka sudah berbagi kehangatan semalam, tetapi bisa-bisanya wanita itu tidak ingat padanya!

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Popy Try
anya sepertinya sedang hilang ingatan waktu itu san sekarang udah mulai ingat kembali
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
jangan2 anya memang orang yg sama dimasalalu Rein cuma saat ini anya sedang hilang ingatan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status