Halo, Kak. Sudah mau mendekati akhir bulan nih, kalau masih punya gems jgn lupa dishare ke cerita ini ya, Kak. Sayang kan daripada hangus hehehe....
Masih dengan pikiran yang diselimuti kebingungan, Alicia terpaku dalam pelukan Reinhard yang hangat. Tubuhnya masih terasa lemah dan pikirannya masih samar-samar mengingat kejadian terakhir sebelum kesadarannya menghilang. “Re...” Suara Alicia yang serak, tertahan. Ia terbatuk keras, membuat Reinhard segera melepaskan pelukannya dengan panik Reinhard memegang kedua bahunya dan memandangnya dengan khawatir. “Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa aku membuatmu sesak?” tanyanya, panik. Alicia masih terbatuk-batuk beberapa kali. Ia mencoba menarik napasnya dalam-dalam sebelum kembali menatap Reinhard. Netranya menyusuri wajah Reinhard yang kusam. Ia pun bertanya-tanya di dalam hati, apa yang membuat pria ini sampai seperti ini, lalu ia melirik lengan Reinhard yang terbalut perban. Ingatan samar akan kebakaran tadi malam muncul kembali di pikirannya. Hatinya seketika dipenuhi rasa bersalah. Walaupun ia merasa senang dapat selamat dari kebakaran tersebut, tetapi ada perasaan sesak yang sulit d
Reinhard menghampiri Alicia, lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien. Dengan hati-hati dan penuh kelembutan, ia meraih tangan istrinya tersebut. “Al─” Belum sempat Reinhard mengucapkan apa pun, Alicia telah menarik kembali tangannya dan mendekap kedua tangannya di depan dada. Reinhard terdiam, matanya menatap lekat-lekat wajah Alicia yang tertunduk. Hatinya mencelos melihat sikap istrinya yang tampak menjaga jarak darinya. “Ada apa? Apa kamu merasa tidak nyaman atau … kamu masih marah karena aku meninggalkanmu selama seminggu tanpa kabar?” Reinhard mencoba menginterogasi wanita itu dengan penuh kesabaran, mencari tahu hal apa yang membuat wanita itu bersikap waspada padanya. Namun, Alicia hanya menggeleng pelan, tidak menatapnya secara langsung. Seperti Reinhard duga, wanita itu memang menghindarinya. Reinhard tertegun sejenak, memperhatikan gerak-gerik wanita itu dengan seksama. Ia mencoba menyelami pikiran wanita itu meskipun ia tidak dapat memahaminya sepenuhn
Seiring detak jarum jam yang terdengar samar di ruangan itu, Reinhard tetap memeluk Alicia erat, membiarkan wanita itu merasa aman dalam kehangatan pelukan yang tidak ingin ia lepaskan.“Aku di sini. Aku akan selalu bersamamu. Jangan takut.”Reinhard masih mencoba menenangkan Alicia, tanpa tahu wanita itu sudah terlelap karena rasa lelah dan kenyamanan yang membuainya.“Alicia, aku benar-benar minta maaf padamu. Maaf kalau dulu aku sering membuatmu terluka dengan sikap dan ucapanku,” tutur Reinhard dengan suara yang penuh rasa sesal.Keheningan yang diterima Reinhard tidak membuatnya berhenti untuk mengutarakan perasaannya. Reinhard tidak berpikir untuk mengharapkan jawaban segera dari wanita itu. Reinhard hanya berharap Alicia dapat memaafkannya walaupun ia sadar bahwa dirinya tidak pantas dimaafkan setelah apa yang pernah dilakukannya kepada wanita itu.“Aku tahu aku terlambat menyadari semuanya. Tapi kali ini, aku tidak akan membuang kesempatan lagi. Aku mencintaimu, Alicia. Sanga
“Semalam saya juga sangat terkejut. Saat tiba di lokasi, tidak ada yang tersisa. Kita kehilangan dua orang bawahan kita dalam ledakan itu dan kedua pelaku sudah tidak bernyawa,” papar Owen dengan suara yang penuh kekesalan.Owen tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi. Padahal ia sudah memastikan keamanan mereka adalah yang terbaik, tetapi ternyata kewaspadaan mereka masih terlalu rendah hingga tidak mengetahui ada orang yang diam-diam mengawasi mereka.Rasa bersalah tentu saja memenuhi hatinya karena merasa gagal dalam pengaturan tersebut dan ia juga harus kehilangan dua rekannya.Sementara, Reinhard menutup matanya sejenak. Ia mencoba menahan gejolak emosinya atas penjelasan yang disampaikan Owen terkait insiden yang terjadi pada bawahannya.Meskipun para pelaku yang telah menculik dan melakukan tindakan pelecehan terhadap Alicia harus kehilangan nyawanya dalam insiden tersebut, tetapi Reinhard tetap merasa tidak puas.Bukan karena ia ingin mengorek informasi dari mereka,
“Tuan Muda, apa Anda berpikir kalau dia diam-diam membangun Joker lagi bersama Tuan Muda Nick?” terka Owen yang cukup terkejut dengan kecurigaan Reinhard.Reinhard menyeringai tipis, lalu menjawab dengan tenang, "Segala kemungkinan bisa terjadi, Owen.""Saya sempat mendengar ada pertentangan sengit waktu Paman Alexei memutuskan untuk membubarkan Joker. Mungkin masih ada orang-orang yang tidak bisa menerima keputusannya,” papar Reinhard lebih lanjut.Owen pun tertegun di seberang telepon tersebut selama beberapa detik. “Mungkin saja Ken Stewart termasuk salah satunya,” gumamnya, melanjutkan dugaan Reinhard.Reinhard mengangguk samar meskipun Owen tidak dapat melihatnya. Saat ini pikirannya mulai dipenuhi kecemasan tak berujung.Reinhard berharap kecurigaannya tidak benar. Namun, ia tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa Nicholas Hernandez memiliki ambisi yang sangat besar untuk menghancurkannya hingga berani menyentuh orang yang ia kasihi demi melihatnya menderita!Sorot mata amber Rein
Satu alis Selina terangkat, lalu menegur putranya dengan dingin, “Kamu sudah terluka parah, masih bilang tidak apa-apa? Apa kamu anggap Mama bodoh dan buta, Rein?”Reinhard menghela napas panjang, lalu bergegas menjawab, “Bukan begitu, Ma. Aku─”“Di mana Anya? Apa dia juga tidak tahu keadaanmu?” Selina mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, tetapi tidak melihat menantunya tersebut.“Dia ….” Reinhard melirik sekilas ruangan di belakangnya.Selina pun mengerutkan keningnya. “Dia di dalam? Apa dia juga terluka?” tanyanya, mulai panik.Reinhard mengangguk pelan. Sebelum ia sempat menjelaskan, ibunya telah berjalan menuju ke ruangan itu, tetapi Reinhard berhasil menahannya dengan cepat.“Ada apa, Rein? Kenapa Mama tidak boleh masuk?” tanya Selina dengan bingung. Ia menatap putranya dengan tajam.“Bukan begitu, Ma. Tapi, aku hanya tidak ingin Mama membuatnya kaget. Dia baru bisa tenang setelah mengalami hal yang …,” Ucapan Reinhard terhenti sejenak.“Apa yang terjadi padanya?” Selina mendes
Sebelum Reagan sempat menjelaskan, Reinhard kembali mencecarnya dengan sinis, “Apa karena dia putra Paman Alexei? Apa karena dia masih keluarga Hernandez, makanya Papa tidak mau merusak hubungan kalian?” “Rein─” Reagan mencoba menyela. Namun, Reinhard melanjutkan dengan nada suara yang semakin meninggi. “Pa, mau bagaimana pun, Nick sudah keterlaluan! Mau sampai kapan kita membiarkan dia semena-mena seperti ini? Jelas-jelas dia sudah mengancam kita secara tidak langsung.” Reinhard benar-benar sudah tidak bisa menoleransi tindakan sepupunya tersebut. Terlebih lagi, Nicholas sudah berani melibatkan Alicia dan mengirim orang untuk melecehkannya! Ini bukan pertama kalinya Nicholas ingin mencari gara-gara dengannya. Reinhard berpikir ia harus mengambil tindakan meskipun harus menyelesaikan dengan cara kekerasan sekalipun. Namun, meskipun mendengar penjelasan Reinhard, Reagan tetap pada pendiriannya. Ia menegaskan, "Mau dia mengancam atau tidak. Kamu tidak usah mencampuri masalah ini
“Bukankah kamu sendiri yang memaksaku untuk segera menikah, Pa? Sekarang aku sudah menikah, tetapi kamu malah memintaku bercerai?” Reinhard berkata dengan suara bergetar, menunjukkan bahwa ia sudah berusaha untuk tidak melawan ayahnya. Akan tetapi, pria paruh baya itu seolah sengaja memancing emosinya dengan memaksanya untuk berpisah dengan wanita yang dicintainya. “Apa alasannya?” Reinhard menggeram lebih lanjut. “Alasan?” Reagan tersenyum smirk, lalu menjawab dengan acuh tak acuh, “Bukankah sudah jelas? Dia bukan wanita yang pantas untukmu, Rein.” Reagan tetap berdiri tenang meskipun ia dapat melihat kilatan kemarahan pada mata putranya atas alasan yang diucapkannya. Keduanya saling bertatapan dalam keheningan yang mencekam. Udara di sekitar mereka terasa berat hingga akhirnya suara tawa sinis pun meluncur dari bibir Reinhard. “Tidak pantas?” ulangnya dengan nada yang terdengar mengejek. Namun, Reagan masih tidak mengubah ekspresi datarnya. Sebelum putranya sempat melanjutka
Reinhard terlihat kesal. Sebenarnya ia ingin sekali turun tangan sendiri untuk menangani Ken. Akan tetapi, karena ia harus menjalani pemulihan di rumah sakit, Reinhard meminta para bawahan Dark Wolf untuk menggantikannya memberikan pelajaran kepada pria itu.Dalam kondisi terluka parah dan faktor usia yang tak lagi muda, Ken meregang nyawa lebih cepat setelah mengalami berbagai penyiksaan yang diperintahkan Reinhard.Meskipun menyesal tidak dapat menanganinya sendiri, tetapi Reinhard merasakan kelegaan yang luar biasa dengan kematian pria itu. Satu ancaman bagi Alicia telah lenyap, dan Reinhard bisa memenuhi janjinya kepada Regis.“Kamu sudah mengirimkan hasilnya kepada Regis?” tanya Reinhard.Ia memang meminta Austin menyelesaikan tugas itu sebagai bagian dari syarat yang diberikan Regis. Untuk memastikan mayat itu benar-benar Ken Stewart, Reinhard sengaja meminta otopsi. Ia tidak ingin tertipu seperti Alexei dulu, yang sempat terkecoh oleh kematian palsu Ken.“Tenanglah. Aku sudah m
Dua minggu sudah Reinhard dirawat di rumah sakit. Hari ini akhirnya ia sudah diperbolehkan pulang setelah selama seminggu ini ia mengajukan protes dan keluhannya terhadap dokter yang menanganinya. Bahkan ia tak segan-segan mengancam pimpinan rumah sakit.Apa yang terjadi? Kenapa Reinhard melakukannya?Jawabannya sangat sederhana. Reinhard sudah tidak betah berada di rumah sakit itu.Seperti yang diputuskannya dua minggu lalu, ia dan Alicia akhirnya berbagi kamar rawat bersama agar bisa menjalani masa pemulihan bersama.Akan tetapi, Alicia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit minggu lalu karena kondisinya sudah lebih membaik. Meski demikian, ia tetap diwajibkan menjalani bedrest di rumah hingga benar-benar pulih sepenuhnya.Karena itulah, Reinhard merasa sangat kesepian berada di dalam kamar rawat itu sekarang. Ia berulang kali mengajukan permohonan untuk pulang, tetapi ditolak karena luka-lukanya masih memerlukan perawatan intensif.Hari ini, setelah berbagai protes dan ancama
“Apa yang kamu lamunkan, hum?” Reinhard mengetuk pelan kening Alicia, mengalihkan kembali perhatian wanita itu padanya.Alicia tersentak kecil. Ia menggeleng cepat, lalu memasang senyum lebar seolah tidak ada apa-apa.Reinhard menghela napas pelan. “Aku tahu … meskipun kamu tahu kamu hamil sekalipun, pasti kamu tetap akan mengikutiku, bukan?” terkanya, mengira Alicia masih memikirkan tentang hal yang terjadi sebelumnya.Alicia terkekeh kecil. “Kamu sangat mengenalku dengan baik, Suamiku,” ucapnya, tidak menyangkal sedikit pun tuduhan Reinhard.Saat itu, Alicia memang tidak berpikir panjang. Satu-satunya hal yang dipedulikannya hanyalah keselamatan pria itu.Reinhard mendesah berat, tetapi ada kehangatan dalam sorot matanya. “Sayang, kamu tahu kan kalau aku mencintaimu?”Alicia mengangguk.“Mulai sekarang ada nyawa lain yang harus kamu jaga. Tapi, di atas semua itu, kamu yang menjadi prioritasku. Karena itu, jangan pernah berbuat nekat seperti tadi lagi dan jangan pernah berpikir untuk
“Ah, ya ampun. Turunkan aku, Xavier. Aku pusing,” seru Alicia histeris.Reinhard segera menghentikan putarannya dan menurunkan Alicia dengan hati-hati di atas ranjang. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.“Maafkan aku, Sayang. Aku sampai lupa diri karena terlalu bahagia mendengar kabar ini,” ucap Reinhard seraya menangkup wajah Alicia dengan kedua tangannya, menatapnya seolah-olah wanita itu adalah seluruh dunianya.“Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing saja,” timpal Alicia berusaha menunjukkan senyuman meyakinkan, meskipun kepalanya masih sedikit berdenyut.“Kamu yakin?” Reinhard menatapnya lekat-lekat, seolah mencari tanda-tanda ketidaknyamanan yang mungkin disembunyikan Alicia. “Mau aku panggilkan dokter saja?”Alicia tertawa kecil, menggeleng pelan. “Aku baik-baik saja, Xavier. Serius. Jangan berlebihan.”Reinhard mendesah lega, tetapi tidak sepenuhnya puas. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Alicia dengan lembut.Raut wajah Reinhard berubah sendu dan dipen
Selang beberapa waktu, ciuman mereka semakin dalam, membuat Alicia cukup kewalahan untuk mengikuti liarnya gairah yang diberikan Reinhard melalui ciuman tersebut.“Ummph─”Deru napas Alicia terasa semakin pendek. Ia pun bergegas melepaskan tautan bibir mereka lebih dulu agar bisa menghirup udara secepatnya. Tanpa sengaja ia mendorong dada Reinhard terlalu kuat hingga pria itu meringis perih karena luka di bahunya terasa kembali berdenyut.Mata Alicia pun membelalak panik. “Ah, astaga!”Alicia pun bergegas memeriksa luka pria itu, membuka beberapa kancing baju pasien yang dikenakan Reinhard. Melihat bercak darah yang merembes pada perban di bahu pria itu, rasa bersalah pun menggelayuti hati Alicia. Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap Reinhard dengan sorot mata berkaca-kaca.“Maafkan aku … aku─”Sebelum Alicia sempat menyelesaikan ucapannya, Reinhard telah menarik lengannya dan membawanya jatuh ke dalam pelukannya lagi.“Xavier ….” Alicia mengerjap dengan bingung. Ia berniat mendoron
Alicia masih terdiam. Ia berusaha mencerna ucapan yang dilontarkan Reinhard. Kata-kata itu meskipun terdengar sederhana, tetapi entah kenapa Alicia merasa tidak asing seakan menyiratkan sesuatu seperti penolakan.Tiba-tiba hati Alicia terasa teremas. Ia diingatkan kembali dengan kenangan menyakitkan yang dialaminya dulu terkait dengan sikap dingin Reinhard di masa lalu.Cairan bening telah menggenang di pelupuk mata Alicia membuat Reinhard tersentak. “A-Alicia, kamu … kenapa?” tanyanya, panik.Namun, wanita itu tidak menjawab dan malah balik bertanya dengan suara bergetar yang terdengar seperti bisikan yang rapuh, “Tadi kamu bilang ... tidak ingin aku mengejarmu lagi? Maksudmu ... kamu ingin berpisah denganku?”Reinhard menatap wanita itu dengan penuh kebingungan. Namun, seulas senyuman merekah di bibirnya setelah mencerna prasangka buruk yang dilontarkan wanita itu atas ucapannya tadi.Dengan penuh kelembutan, Reinhard mengusap air mata yang hampir tumpah di sudut mata wanita itu. “D
“Memangnya ada hal yang tidak kuketahui?” Regis menyeringai kecil, nada angkuhnya begitu kentara.Reinhard hanya mendesah, menatap pria itu dengan tatapan lelah. "Tentu saja. Tuan Muda Lorenzo selalu tahu segalanya."Regis tertawa pelan, lalu mulai berbicara tanpa niat memancing pertengkaran. Ia pun menceritakan mengenai hal yang didengarnya dua hari lalu—tentang insiden yang menimpa Alicia sebelum mengalami kecelakaan tiga tahun lalu. Cerita yang secara tak sengaja Regis dengar ketika Alicia menceritakannya kepada ayah mereka.Reinhard terdiam mendengarkan cerita tersebut. Amarah di dalam dadanya mulai membara seiring dengan setiap kata yang keluar dari mulut Regis. Rahangnya mengeras, sementara tangan terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih.“Jadi … tiga tahun lalu, kecelakaan itu memang bukan hanya sekadar kecelakaan?” gumam Reinhard berbisik pelan seiring dengan getaran emosi yang dirasakannya.Sebelumnya Reinhard memang telah mendengar pengakuan dari Edwin Stein mengenai p
Reinhard telah sampai di depan pintu kamar Alicia. Koridor di depan ruangan itu sangat sepi. Sebelum masuk, ia menoleh sejenak ke arah Hans yang menemaninya hingga ke tempat itu.“Cukup antar sampai di sini saja. Saya bisa sendiri, Tuan Miller,” ucap Reinhard dengan tegas.Meskipun Hans merasa ragu dan khawatir, tetapi ia tidak dapat menolak permintaan Reinhard. Akhirnya, dengan sedikit bimbang, Hans menundukkan kepalanya dan beranjak pergi, meninggalkan Reinhard sendirian di depan pintu.Setelah Hans pergi, Reinhard pun menggeser pintu di depannya, lalu memutar kursi rodanya masuk ke dalam ruangan itu. Di tengah keheningan itu, hanya terdengar suara roda yang berputar dengan deru napas yang teratur saja.Ia berhenti sejenak. Dari balik tirai tipis yang mengelilingi ranjang, ia bisa melihat sosok Alicia yang terlelap. Dengan pelan, Reinhard berdiri dari kursinya, berjalan mendekat agar bisa melihat wajah istrinya lebih jelas di tengah penerangan temaram dalam ruangan itu.Namun, langk
“Mau ke mana?”Nada suara Reagan yang datar dan tajam, memecahkan keheningan yang terjadi di antara dirinya dan Reinhard. Mata ambernya menilik sikap putranya yang dipenuhi kewaspadaan padanya.Perlahan sudut bibirnya membentuk lengkungan tipis, mencairkan ketegangan di antara mereka. “Mencari Alicia?” tanyanya lebih lanjut.Reinhard mengangguk cepat. “Aku ingin memastikan keadaannya,” jawabnya.Melihat raut wajah putranya yang pucat, Reagan pun tersenyum mencibir, “Aku rasa dibandingkan dia, kondisimu jauh lebih mengkhawatirkan, Rein.”Sejenak, ruangan kembali menjadi sunyi. Nada suara Reagan yang terdengar tajam tersebut membuat Reinhard berpikir ayahnya itu akan menghalangi keinginannya seperti yang biasa dia lakukan.Akan tetapi, Reinhard tidak menyangka sang ayah malah berkata, “Pergilah. Tapi, perhatikan juga kondisimu. Jangan terlalu memaksakan diri.”Mata Reinhard terbelalak, tak percaya dengan pendengarannya tersebut. “Papa ….”“Kenapa? Tidak jadi?” Reagan menaikkan satu ali