Manik mata Alexei terbeliak. “Apa katamu?” suaranya terdengar serak, seolah tidak percaya dengan hal yang baru saja didengarnya.Tidak peduli dengan keraguan pamannya, Reinhard tetap menceritakan penyerangan yang terjadi padanya di restoran saat bersama Alicia kemarin.Namun, Alexei masih memandangnya dengan sorot mata penuh keraguan. “Tidak … ini tidak mungkin. Paman sudah memperingatkan Nick untuk bersaing dengan adil. Dia tidak mungkin bertindak seperti itu,” ucapnya dengan penuh keyakinan.Reinhard mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh. “Terserah kalau Paman tidak percaya. Tapi, itulah yang terjadi sampai aku perlu memberikannya pelajaran. Jika bukan karena aku mengalihkan perhatian orang suruhannya, mungkin Anya juga akan ikut terluka.”Sementara Alexei masih belum bisa menerima pengakuan Reinhard, Selina terlihat syok setelah mendengar penjelasan tersebut. Wajah wanita paruh baya itu memucat, lalu dengan suara yang sedikit bergetar, ia bertanya, “Ba-bagaimana dengan Anya? Apa
Alexei terkekeh geli. “Kamu yakin akan menghukumnya?” cibirnya, tak percaya.Dengan ekspresi yang masih terlihat tenang, Reagan menjawab, “Tentu saja. Mengenai caraku mendisiplinkan putraku, kamu tidak perlu mencampurinya. Aku yakin kamu juga tidak ingin aku ikut turun tangan mendisiplinkan putramu, bukan?”Alexei terdiam. Ucapan Reagan adalah peringatan keras untuknya. Akhirnya, ia memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah tersebut, karena mungkin putranya juga yang memulai masalah, seperti yang dikatakan Reinhard sebelumnya.Walau belum menyelidiki lebih lanjut, Alexei tahu bahwa keponakannya tidak akan sembarangan berbohong. “Baiklah, aku akan menginterogasi Nick dan memberinya pelajaran,” ujar Alexei akhirnya.Keputusan Alexei membuat Selina tersenyum lega. “Terima kasih, Xei. Besok aku akan melihat keadaan Nick. Sekalian aku ingin berbincang dengan Nastasya, sudah lama aku tidak bertemu dengannya,” ucap istri Reagan tersebut.Alexei menarik napas dalam, lalu mengangguk. Sorot
Selina menarik napas panjang. Wanita paruh baya itu tahu bahwa usahanya sia-sia saja jika terus berdebat dengan putranya. Sikap keras kepala Reinhard mengingatkannya pada sosok suaminya. “Kamu mirip sekali dengan Papamu, Rein,” gerutu Selina. Mendengar hal tersebut, Reinhard pun tertawa kecil. “Namanya juga bibit unggul,” selorohnya. “Jangan lupa siapa yang sudah menanam bibitnya,” imbuh Reagan yang juga ikut tertawa bangga, tidak mau kehilangan bagian dari “kesuksesan” yang didapatkannya. Namun, suara dehaman keras dari Selina membuat tawa Reinhard dan Reagan terhenti. Keduanya pun mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Selina hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali, melihat betapa kompaknya mereka berdua. “Nanti aku akan mencari perhitungan denganmu juga, Reagan,” ucap Selina kepada suaminya. Reagan mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh. “Dengan senang hati aku akan menunggumu, Sayang,” timpalnya seraya tersenyum nakal. Wajah Selina memerah, memahami arah dari ucapan
“Anak itu selalu sibuk dengan pekerjaannya. Aku sudah menentukan bulan madunya, tetapi dia terus menudanya dengan segudang alasannya,” keluh Selina atas persiapan yang telah dibuatnya beberapa minggu lalu. “Jadi maksudmu ….” Reagan tersenyum penuh pengertian, memahami arah pembicaraan istrinya. Suara tawa kecil tiba-tiba meluncur dari bibir Reagan. “Aku rasa ini sama sekali bukan hukuman untuknya, Sayang. Kamu terlalu memanjakannya.” Selina mendelik suaminya dengan tajam. “Kenapa? Kamu tidak setuju?” “Bukan begitu, Selly. Tapi─” Ucapan Reagan tertahan saat melihat istrinya semakin mempertajam tatapannya, menandakan wanita itu tidak mau mendengar bantahan apa pun darinya. Reagan hanya bisa menghela napas panjang dan tersenyum pasrah. "Baiklah, Sayang. Aku serahkan semuanya padamu. Tapi ingat, ini hukuman, bukan hadiah," ujar Reagan, mengingatkan dengan tegas. Seulas senyuman penuh kepuasan mengembang di bibir istri pria itu.. “Terima kasih, Suamiku. Memang cuma kamu yang me
“Apa Anda baik-baik saja, Nyonya?” tanya Owen yang telah menatap nyonya mudanya dengan penuh kekhawatiran.Sejak tadi Alicia tidak memberikan tanggapan terhadap ucapannya. Apalagi wajah wanita itu tampak pucat sehingga membuat Owen tidak bisa untuk tidak mengkhawatirkannya. “Apa sebaiknya kita ke dokter saja? Anda tidak perlu memaksakan diri untuk ke kantor hari ini. Saya─”“Tidak perlu, Owen,” sela Alicia dengan suara yang terdengar lemah. Ia menyeka buliran peluh yang membasahi keningnya. Semalam ia memang tidak dapat tidur dengan baik. Saat terbangun tadi, Alicia memang merasa sedikit pusing.Namun, Alicia tidak ingin mengulur waktunya untuk berdiam diri di rumah saja. Sekarang bukan saatnya untuk berpangku tangan, ia harus menyelesaikan penelitian Miracle hari ini agar besok ia bisa mendapatkan persetujuan untuk mengirimkan formula tersebut kepada tim produksi.“Tapi, Nyonya, saya lihat Anda tidak baik-baik saja. Anda tidak bisa pergi dengan keadaan seperti ini,” ujar Owen yang me
“Tidak ada yang terjadi pada tuan muda, Nyonya,” jawab Owen dengan nada tenang yang dipaksakan. “Beliau hanya sedang sibuk dengan urusan yang penting.”Alicia tidak terpengaruh oleh jawaban itu. Ia menatap Owen dengan tatapan yang tajam, penuh rasa curiga. “Sibuk?” ulangnya dengan suara rendah namun menekan.“Tuan muda sangat baik, Nyonya. Anda tidak perlu cemas,” imbuh Owen, mencoba meyakinkannya. Akan tetapi, ucapannya malah semakin menambah kecurigaan Alicia.“Apa dia ke kantor hari ini?” selidik Alicia.“Tentu saja, Nyonya. Hari ini tuan muda akan membahas kembali pembaruan kontrak Helios dan ada beberapa hal lainnya yang harus dilakukan. Jadi, mungkin beliau akan benar-benar sibuk selama beberapa hari ini,” papar Owen.Alicia tertegun, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. ‘Jadi, dia bermaksud untuk menghindariku selama beberapa hari?’ terkanya di dalam hati.Alicia masih menatap asisten suaminya dengan tajam. Hatinya masih diselimuti kecurigaan yang kuat, tetapi ia tidak
"Hei, kalian sudah dengar hot topic hari ini?" Seorang wanita tiba-tiba membuka percakapan di dalam lift yang padat dengan nada penuh semangat. Pertanyaannya itu langsung mengundang minat semua pengguna lift. "Hot topic apa?" sahut rekan yang lain, penasaran. "Itu, Iris Smith! Dia kena skandal lagi." "Siapa lagi kali ini yang jadi korban skandalnya?" Seseorang menimpali dengan nada ingin tahu. Wanita itu memeriksa ponselnya dan menjawab, "Katanya sih ... direktur kita." Lift yang tadinya hanya dipenuhi obrolan ringan mendadak hening, semua mata kini tertuju pada wanita tersebut. Bahkan Alicia, yang berdiri di sudut belakang, tak bisa mengabaikan percakapan itu. "Direktur kita? Maksudmu Reinhard Hernandez?!" seru seorang wanita lain dengan nada tak percaya. "Ya, siapa lagi? Nih, lihat sendiri!" Wanita itu mengacungkan ponselnya, menunjukkan sebuah artikel. "Mereka tertangkap paparazzi makan malam di Paris." Alicia tercekat. Paris? Reinhard memang sedang di sana dan pria itu me
“Apa yang terjadi, Margaret?” Salah seorang rekan sejawat mereka yang masih berada di dalam ruangan segera menghampiri Margaret. “Anya kenapa?” Namun, Margaret tidak menjawab. Ia masih mengguncang pelan tubuh istri Reinhard. “Anya, bangunlah! Tolong jawab aku!” serunya dengan panik. “Sebaiknya kita bawa ke rumah sakit, Mar,” usul salah seorang rekan mereka yang lain dengan cemas. Margaret menoleh, lalu mengangguk setuju. Ia meminta kedua rekannya untuk membantunya memapah wanita itu. Akan tetapi, gerakan mereka terhenti saat mendengar suara bisikan lemah dari Alicia. “Berhenti menggoyangkan tubuhku. Kalian membuatku semakin pusing.” “A-Anya? Kamu … masih sadar?” gumam Margaret dengan bingung. Namun, kekhawatiran masih terlukis jelas di wajahnya saat melihat wajah pucat wanita itu. “Kamu benar-benar menakutiku,” gerutunya. Alicia mencoba membuka matanya sepenuhnya, meskipun kepalanya masih terasa berat. “Sebaiknya kita tetap bawa dia ke rumah sakit saja, Mar,” timpal rekan
“Kenapa kamu tidak habis? Bukannya tadi kamu bilang sangat lapar?”Regis melirik piring dessert Alicia yang masih tersisa. Padahal piringnya dan Reinhard sudah bersih. Tadi Alicia juga tidak menghabiskan menu utama yang disajikan oleh para pelayan restoran.“Aku memang lapar. Tapi, selera makanku sudah hilang karena kamu menyuruhku untuk meninggalkan Xavier,” celetuk Alicia sembari memanyunkan bibirnya. Raut wajahnya masih terlihat kesal.Regis pun mengulum senyumnya. “Aku tidak bilang seperti itu, Alicia. Aku hanya memintamu untuk pulang bersamaku.”Alicia berdecak malas. “Kamu pikir aku tidak tahu apa yang kamu pikirkan, Kakak?”Alih-alih merasa marah, Regis malah mengembangkan senyumannya dan berkata, “Baguslah kalau kamu tahu.”“Kakak!” Alicia berteriak, matanya telah melotot tajam ke arah Regis. Wajahnya memerah karena rasa kesal yang bercampur frustrasi. “Kenapa kamu selalu memaksakan kehendakmu seperti ini? Aku sudah dewasa, Kak. Aku juga sudah menikah.”Bukannya menanggapi kem
“Saat mengetahui hal itu, aku ingin langsung terbang ke London untuk memastikan kebenarannya. Hanya saja …,” Manik mata Regis menghunus tajam kepada Reinhard, lalu melanjutkan, “Aku mengira kamu akan menghubungiku untuk memberitahuku masalah ini. Tapi, ternyata tidak ….”Dengusan kasar bergulir dari hidung Regis. Raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Ia pun kembali menyesap champagne dari gelasnya.Sementara, Reinhard mulai memahami alasan dari sikap tidak bersahabat dari Regis saat ini. Sembari menghela napas panjang, ia berkata, “Bukan aku bermaksud membohongimu, Regis. Awalnya aku berpikir menunggu keadaan Alicia membaik terlebih dahulu. Setelah dia siap bertemu denganmu maupun keluarganya, baru aku memberitahumu.”“Oh ya?” Regis terkekeh pelan sembari melirik ke arah Alicia yang tidak menunjukkan adanya ketidaksiapan yang dimaksud Reinhard.“Tapi, waktu kamu meneleponku, aku memutuskan untuk membicarakannya hal ini,” terang Reinhard, mencoba menunjukkan niatnya.Regi
Suasana di dalam ruangan kembali menjadi tegang, suara Regis berubah dingin dan disertai senyuman tipis yang tidak bersahabat. Namun, Reinhard tidak menggubris hal tersebut dan kembali bertanya, “Bukan begitu. Aku hanya ingin tahu … siapa yang sudah menyuruhmu datang ke hotel ini?”Regis mengamati wajah Reinhard dengan lekat. Walaupun Reinhard berusaha menutupi kecemasannya, tetapi Regis terlalu peka untuk tidak menyadarinya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan gerakan santai, tetapi tatapan tajamnya tetap menusuk.“Apa kalau tidak ada yang menyuruhku datang, kamu akan terus menyembunyikan masalah ini dariku, Xavier?” balas Regis tanpa mengubah ekspresi wajahnya.Intensitas ketegangan di antara kedua pria itu terasa berat kembali. Reinhard pun menyadari bahwa Regis sengaja mempersulitnya.Alicia juga dapat merasakan bahwa Regis masih ingin mencari gara-gara dengan Reinhard terkait situasi yang tengah terjadi saat ini maupun di masa lalu.Namun, Alicia tidak akan membiarkan kakakny
“Aku tidak perlu izinmu, Regis,” balas Reinhard dengan suara menggeram dingin.Aura penuh intimidasi pun kembali menyelimuti ruangan dan membuat Alicia yang berada di tengah mereka merasa frustrasi. Ia pun berpikir bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalahnya dengan Regis.Tanpa berpikir panjang, Alicia pun mengusulkan, “Bagaimana kalau kita bicara sambil makan?”Namun, tidak ada yang menjawabnya. Mereka hanya saling menatap tajam, suasana pun semakin memanas.Alicia pun mendengus kesal dan berkata, “Ya sudah. Kalau kalian memang masih mau berdiri di sini, silakan saja. Aku sudah lapar. Aku pergi cari makan sendiri saja.”Alicia berbalik untuk pergi, tapi sebelum ia sempat melangkah jauh, kedua pria itu bersamaan memanggil, “Alicia, tunggu!”Alicia melanjutkan langkahnya tanpa menoleh, membuat mereka terpaksa berhenti sejenak dari perdebatan mereka dan mengikuti langkahnya. Mark dan Owen juga tidak mau ketinggalan, keduanya mengikuti di belakang tuan mereka masing-m
Alicia memandang kakaknya dan Reinhard secara bergantian, lalu suara tawa Regis yang terdengar sinis mengalihkan kembali fokus Alicia padanya.“Dia memberitahuku? Kalau dia memberitahuku, apa aku masih harus mencari masalah dengannya sekarang?” cetus Regis dengan suara yang terdengar dingin.Reinhard memang tidak memberitahu Regis mengenai keberadaan Alicia. Meskipun beberapa waktu lalu Regis menghubunginya dan memberitahu kedatangannya ke kota tersebut, Reinhard juga tidak mengatakan apa pun terkait Alicia kepadanyaNamun, mereka telah sepakat untuk bertemu malam ini. Reinhard bermaksud untuk menceritakan tentang Alicia kepada Regis saat mereka bertemu nanti dengan mempertemukan mereka secara langsung.Hanya saja, secara tidak terduga, Regis tiba-tiba saja muncul di tengah acara tadi dan hal itu tentunya cukup mengejutkan Reinhard.Namun, Reinhard sangat bersyukur Regis dapat menyesuaikan skenario mereka saat menjatuhkan keluarga Stein, padahal mereka tidak pernah berdiskusi apa pun
“Mau ke mana? Urusan kita belum selesai, Alicia,” ucap Regis seraya menyeringai dingin. Sorot matanya terlihat tajam, membuat jantung Alicia berdegup semakin cepat karena merasa terintimidasi.“Me-memangnya ada urusan apa, Kak?” Alicia mengalihkan pandangannya dengan gugup.Netra Regis menyipit tajam. “Kamu mau berpura-pura bodoh, huh?”“Aku … aku tidak mengerti apa yang kamu katakan. Sekarang aku sangat lelah dan mau pulang,” sahut Alicia, berusaha menghindari pembicaraan dengan kakaknya.Meskipun sebelumnya Regis telah menerimanya kembali sebagai adik, tetapi Alicia tahu bahwa ada banyak hal yang harus dijelaskannya kepada kakaknya tersebut. Tatapan tajam Regis saat ini seakan menuntut penebusan dosa darinya.Alicia teringat kembali kejadian tiga tahun lalu di mana Regis sudah memperingatkannya untuk tidak lagi melakukan hal bodoh dengan menemui Reinhard.Regis merasa malu dengan perbuatan Alicia yang terus mengejar pria itu, meski sudah ditolak berkali-kali. Karena itu, Regis memblo
Bisik-bisik tamu undangan perlahan memudar ketika satu per satu dari mereka memutuskan untuk meninggalkan acara yang telah berubah menjadi mimpi buruk. Beberapa melirik Miranda dengan simpati, tetapi tidak ada yang ingin mengulurkan tangan mereka untuk membantunya.Namun, langkah para tamu terhenti di depan pintu keluar aula saat melihat para pengawal Lorenzo dan Hernandez memblokir jalan mereka.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa menghalangi jalan kami?” protes salah seorang tamu.Salah seorang pengawal Lorenzo pun menjawab, “Kami hanya ingin memeriksa ponsel Anda semua. Setelah itu kalian sudah boleh pergi.”Kegelisahan mulai menyelimuti para tamu undangan. Beberapa dari mereka saling berbisik, mencoba mempertimbangkan apakah harus menuruti permintaan tersebut.Namun, ada salah seorang tamu yang kembali mengajukan protesnya. “Apa maksudnya ponsel kami diperiksa? Ini melanggar privasi!”Meski menghadapi pen
Mendengar pengakuan Thalia terkait janin di dalam rahimnya tersebut, Miranda sangat syok. Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan tak percaya. “Ini … ini tidak benar, kan, Ed?”Alih-alih menjawab, Edwin malah memalingkan wajahnya.“Kenapa kamu melakukannya, Ed?” Miranda mendesak putranya lebih lanjut. Namun, pria itu masih tertunduk dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.Pandangan Miranda pun tertuju kepada Thalia. Ia meraih kedua tangan wanita itu dan bertanya dengan wajah yang masih terlihat syok, “Thalia, kamu … kamu pasti berbohong, kan? Kamu sengaja mengatakan ini hanya untuk menyudutkan Edwin, bukan? Tolong katakan kalau ini tidak benar!”Miranda memohon dengan suara bergetar, seolah masih berharap menemukan celah untuk menyelamatkan nama baik putranya.Selama ini Miranda selalu memperlakukan Thalia dengan baik karena mengira wanita itu mengandung penerus keluarga Stein. Namun, ia tidak
Miranda terperangah. Ia pun bergegas menghampiri John dan memohon, “Tu-tuan Vale, Anda tidak boleh menggugurkannya. Dia … dia adalah penerus keluarga Stein.” John mendengus sinis. “Saya tidak mau punya keturunan dari darah daging seperti kalian!” cetusnya. Pandangan John beralih kepada cucunya yang tengah berdiri seperti mayat hidup. Wajahnya terlihat sangat kacau dengan air mata bercucuran di wajahnya.Kebenaran yang diterimanya mengenai Edwin sudah memberikan pukulan yang sangat besar bagi Thalia. Melihat kondisi cucunya tersebut, John hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa yang dalam.“Kamu telah mempermalukan keluarga kita dengan laki-laki pilihanmu ini, Thalia,” ucap John seraya mendengus kasar.Thalia tersenyum pahit. Ia tidak berusaha membela diri. Saat ini tatapannya terlihat kosong seolah semua harapan hidupnya sudah lenyap tak berbekas. Selama ini Thalia mengira Edwin benar-benar mencintainya sepenuh hati hingga ia sangat membenci Alicia yang diangga