Arkan kembali melanjutkan presentasinya yang sempet tertunda. Tentu saja, sebelum memulai itu, ia pun sudah mengirimkan pesan kepada Sinta duluan untuk mengantarkan pesanan istrinya ke rumah.Namun, baru beberapa menit memulai, pintu ruang rapat kembali di ketuk.Arkan mendesah pelan. Ia tahu betul, hanya dua orang yang bisa menginterupsi saat rapat yaitu Sinta dan Agra."Mohon maaf, ada iklan sebentar," ucap Arkan seraya bangkit dari duduknya.Semua peserta rapat pun mengangguk paham. Dan Arkan, pun bergegas ke untuk membuka pintu ruangannya.Sinta berdiri di depan sana, dengan tangan menyilang di dadanya, seolah bertanya tanpa suara."Pleas, tolongin yaa," ucap Arkan dengan nada memelas.Sinta mendengus. "Fiks! Tahun depan saya akan undur diri. Saya ini sekretaris kantor, kenapa malah jadi kang ojek," gerutunya kesal.Arkan tersenyum kecut, "terpaksa, nyonya lagi ngidam.""Nyonya ngidam?" Sinta menaikkan sebelah alisnya, seolah tak percaya.Arkan mengangguk mantap, bahkan ia menangk
Selepas dari ruang rapat, Sinta pun mendengus kesal. Ia melangkah cepat menuju ruangannya, mengambil laptop dan juga beberapa dokumen penting dan memasukkannya ke dalam tas dengan buru-buru.Tak lama, ponselnya bergetar, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.Sinta mengernyit, nomor tak dikenal, dari siapa ya? Batinnya.Ia pun bergegas mengangkat telponnya dan ternyata itu adalah nomer abang ojol yang mengantar pesanan Arkan."Tunggu di lobby sebentar ya, Pak. Sebentar lagi, saya turun, tunggu 5 menit," ucap Sinta cepat-cepat di telpon.["Baik, Bu. Tapi maaf, saya minta dua ribu untuk parkir ya, Bu, jika boleh,"] pinta sang abang ojol."Oke, Pak," jawab Sinta seraya menutup telponnya.Ia kembali mengecek isi tas, memastikan semuanya lengkap, lalu mengambil kunci motornya dan menuju lift.Namun sialnya, begitu tiba di lift, ia harus berpapasan dengan seseorang yang selalu ingin ia hindari, Aldy. Lelaki yang pernah menghiasi hari-harinya 7 tahun silam, sebelum akhirnya lelaki itu memil
Cukup lama Andri memandang rujak itu tanpa berniat untuk menyentuhnya sama sekali. Sinta yang berada di dekatnya pun sedikit heran melihat tingkah sang nyonya saat ini."Mbak," panggil Sinta pelan."Hm," gumam Andri singkat."Kok cuma diliatin doang sih rujaknya? Nggak ada niat mau dimakan apa?" tanya Sinta sedikit heran.Andri melirik sekilas sebelum tersenyum simpul. Ia pun segera mengaduk bumbunya dan mulai mencicipi.Namun, baru saja dua suapan masuk, ekspresi Andri langsung berubah drastis. Matanya menyipit, lidahnya menjulur, tangan mulai kipas-kipas.“Pedes! Astaga, ini sambel atau lava gunung berapi?!”Sinta spontan berdiri. “Lho lho! Tadi bahagia banget, sekarang kayak ayam kecolok cabai!”Andri batuk-batuk, wajahnya merah padam. “Air! Air, Sinta! Ambilin air di kulkas buruan!"Sinta berlari ke dapur sambil mengomel. Ia bergegas mengeluarkan satu botol dari dalam kulkas, dan buru-buru menuangkannya ke dalam gelas sebelum menyerahkannya pada Andri.Andri segera menerimanya dan
“Ah, Sayang – terus, lebih cepat ....” Andri terdiam di ambang pintu kamar Agra, tunangannya. Tangannya sedikit gemetar sambil memegang gagang pintu, sementara telinganya masih bisa mendengar jelas suara rintihan dan desahan dari dalam kamar. Dengan perlahan, ia mulai membuka pintu kamarnya sedikit, membuat celah agar ia bisa melihat apa yang terjadi disana. Namun, seketika jantungnya pun seolah berhenti saat melihat pemandangan itu Disana, ia melihat Agra tengah memadu kasih dengan seseorang. Dan yang lebih menyesakkannya lagi, perempuan itu adalah Arsy, adiknya sendiri. “Ah, Sayang, aku hampir ....” Andri sudah tak kuasa mendengar kalimat yang menjijikan itu kembali. Ia pun berusaha menguatkan hatinya, hingga akhirnya .... Brak! Pintu kamar pun terbuka cukup lebar, membuat kedua insan yang sedang memadu kasih itu langsung terkesiap kaget dan menoleh ke arah pintu. “Mbak.” “Sayang.” Ucap kedua orang itu secara serempak. Agra segera melepaskan tubuhnya dari tubuh Arsy,
"Apa maksud kamu bilang aku mandul, Mas?" tanya Andri dengan raut wajah yang sedikit syok."Benar. Apa maksudmu, Nak? Kalian saja belum menikah, tapi kamu sudah bisa bilang kalau dia mandul?" tanya Om Nathan seolah tak percaya."Aku punya buktinya, kok. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan," ucap Agra angkuh.Agra beranjak dari duduknya dan segera berlalu ke salah satu ruangan yang berada tak jauh dari sana."Nak, apa yang Agra bilang itu benar?" tanya Ayah Revan penasaran.Andri menggeleng pelan lalu mengambil lengan sang ayah dan membelainya dengan lembut."Andri gak tau, Yah. Andri aja bingung kenapa Mas Agra bisa bilang begitu sama Andri," jawab Andri lirih.Ayah Revan pun menggenggam erat lengan sang anak dan tersenyum, seolah memberikan sedikit kekuatan agar sang anak mampu menghadapi ujian ini.Tak lama, Agra pun kembali, membawa dua buah amplop panjang berwarna coklat lalu menaruhnya diatas meja sana."Kalau Papa dan Kakek gak percaya, kalian bisa lihat sendiri disini," ucap Agr
"A-Arkan? Kakek yang bener aja! Masa mau nikahin Andri ke dia sih?" tanya Agra seolah tak terima."Kenapa? Apa ada masalah dengannya? Kakek rasa itu pilihan yang tepat, karena hanya Arkan lah satu-satunya cucu kakek yang belum menikah," ucap Kakek Gala memberitahu."Tapi, Arkan itu bukan cucu kandung Kakek. Dia itu hanya sampah yang kakek pungut dan di jadikan cucu, untuk apa menganggap dia sebagai cucu, hah?! Apalagi, dia bocah idiot yang pasti nyusahin!" sentak Agra kesal."Tutup mulutmu, Agra! Kalau saja bukan karena kelakuanmu, sudah pasti Arkan tak akan menjadi yatim piatu dan berkebutuhan khusus seperti sekarang," ucap Om Nathan menambahkan."Tapi, Pa--," Om Nathan langsung melambaikan tangannya seolah tak ingin dibantah.Agra menggelengkan kepalanya pelan. Wajahnya nampak kecewa berat dengan keputusan yang diberikan oleh sang kakek.Ia pun segera beranjak dari duduknya, dan langsung menghampiri Andri disana. Ia memegang lembut lengan Andri dan membelainya."Ndri, aku mohon, men
Andri terdiam untuk beberapa saat, ia seperti mengenali suara itu tapi entah dimana. Otaknya pun seakan buntu, hingga tak tau apa yang akan ia lakukan. "Kenapa diem disitu? Masuk aja, anggep aja kamar sendiri," ucap lelaki itu lagi tanpa menoleh sedikit pun pada Andri. Andri pun menghembuskan napasnya panjang, dan berusaha mencari sesuatu agar ada alasan untuk dia mendekat. Beruntung, sebuah mobilan berada tepat didekat pintu. Andri pun segera mengambil mobil itu dan menghampiri lelakinya. "Ini punyamu?" tanya Andri ramah, seraya menaruh mobilan itu dekat dengannya. "Terimakasih," jawab lelaki itu singkat. Andri hanya mengangguk dan setelah itu suasana pun kembali hening. Ia bingung harus bilang apa dan bagaimana, apalagi lelaki itu sepertinya sama sekali tak tergubris oleh kehadirannya. "Gimana soal persiapan pernikahannya? Apa kamu suka? Atau, ada yang mau diganti?" tanya lelaki itu bertubi-tubi. Andri tak langsung menjawab, ia masih diam dan menunduk, namun tangannya ikut m
Tubuh Andri terhuyung membentur dinding dekat lemari kaca. Napasnya sedikit tercekat, ingin berteriak namun tak bisa karena mulutnya dibekap kuat.Andri membelalakkan matanya tak percaya saat mengetahui siapa yang menarik tadi."Jangan teriak, ini aku, Ndri," ucap Agra dengan wajah tanpa dosa."Gimana gak kaget. Kamu tiba-tiba narik aku gitu aja. Mau apa lagi kamu, Mas?" tanya Andri sedikit ketus.Kedua matanya nampak beradu dengan pandangan Agra yang tajam, hingga akhirnya ia memilih untuk membuang wajahnya ke samping."Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Arkan, Ndri?" tanya Agra dengan sedikit memelas."Apa urusanmu?" tanya Andri ketus."Ndri, pikirkan baik-baik, Arkan itu hanya anak idiot, dia juga gak kerja. Aku yakin, kamu pasti gak akan pernah bahagia sama dia," bujuk Agra kembali."Terus, apa dengan aku nikah sama kamu, aku akan bahagia?" tanya Andri sedikit ragu.Agra mengangguk mantap, kedua tangannya kini menyentuh dinding dan berada disisi kanan kiri Andri, sehingga mem
Cukup lama Andri memandang rujak itu tanpa berniat untuk menyentuhnya sama sekali. Sinta yang berada di dekatnya pun sedikit heran melihat tingkah sang nyonya saat ini."Mbak," panggil Sinta pelan."Hm," gumam Andri singkat."Kok cuma diliatin doang sih rujaknya? Nggak ada niat mau dimakan apa?" tanya Sinta sedikit heran.Andri melirik sekilas sebelum tersenyum simpul. Ia pun segera mengaduk bumbunya dan mulai mencicipi.Namun, baru saja dua suapan masuk, ekspresi Andri langsung berubah drastis. Matanya menyipit, lidahnya menjulur, tangan mulai kipas-kipas.“Pedes! Astaga, ini sambel atau lava gunung berapi?!”Sinta spontan berdiri. “Lho lho! Tadi bahagia banget, sekarang kayak ayam kecolok cabai!”Andri batuk-batuk, wajahnya merah padam. “Air! Air, Sinta! Ambilin air di kulkas buruan!"Sinta berlari ke dapur sambil mengomel. Ia bergegas mengeluarkan satu botol dari dalam kulkas, dan buru-buru menuangkannya ke dalam gelas sebelum menyerahkannya pada Andri.Andri segera menerimanya dan
Selepas dari ruang rapat, Sinta pun mendengus kesal. Ia melangkah cepat menuju ruangannya, mengambil laptop dan juga beberapa dokumen penting dan memasukkannya ke dalam tas dengan buru-buru.Tak lama, ponselnya bergetar, menandakan ada sebuah pesan yang masuk.Sinta mengernyit, nomor tak dikenal, dari siapa ya? Batinnya.Ia pun bergegas mengangkat telponnya dan ternyata itu adalah nomer abang ojol yang mengantar pesanan Arkan."Tunggu di lobby sebentar ya, Pak. Sebentar lagi, saya turun, tunggu 5 menit," ucap Sinta cepat-cepat di telpon.["Baik, Bu. Tapi maaf, saya minta dua ribu untuk parkir ya, Bu, jika boleh,"] pinta sang abang ojol."Oke, Pak," jawab Sinta seraya menutup telponnya.Ia kembali mengecek isi tas, memastikan semuanya lengkap, lalu mengambil kunci motornya dan menuju lift.Namun sialnya, begitu tiba di lift, ia harus berpapasan dengan seseorang yang selalu ingin ia hindari, Aldy. Lelaki yang pernah menghiasi hari-harinya 7 tahun silam, sebelum akhirnya lelaki itu memil
Arkan kembali melanjutkan presentasinya yang sempet tertunda. Tentu saja, sebelum memulai itu, ia pun sudah mengirimkan pesan kepada Sinta duluan untuk mengantarkan pesanan istrinya ke rumah.Namun, baru beberapa menit memulai, pintu ruang rapat kembali di ketuk.Arkan mendesah pelan. Ia tahu betul, hanya dua orang yang bisa menginterupsi saat rapat yaitu Sinta dan Agra."Mohon maaf, ada iklan sebentar," ucap Arkan seraya bangkit dari duduknya.Semua peserta rapat pun mengangguk paham. Dan Arkan, pun bergegas ke untuk membuka pintu ruangannya.Sinta berdiri di depan sana, dengan tangan menyilang di dadanya, seolah bertanya tanpa suara."Pleas, tolongin yaa," ucap Arkan dengan nada memelas.Sinta mendengus. "Fiks! Tahun depan saya akan undur diri. Saya ini sekretaris kantor, kenapa malah jadi kang ojek," gerutunya kesal.Arkan tersenyum kecut, "terpaksa, nyonya lagi ngidam.""Nyonya ngidam?" Sinta menaikkan sebelah alisnya, seolah tak percaya.Arkan mengangguk mantap, bahkan ia menangk
Setelah memastikan Andri sarapan dan juga mandi, kini giliran Arkan yang bersiap untuk berangkat kerja."Adek, Mas berangkat ya," pamitnya. "Kamu nggak apa-apa kan ditinggal sendiri?"Andri menggeleng sambil tersenyum tipis. "Nggak apa-apa kok, Mas. Kan udah biasa ditinggal sendiri juga."Arkan hanya mengangguk lalu segera mengecup pucuk kepala sang istri. Tak hanya itu, tangannya pun terulur di perut sang istri sebelum akhirnya ia mendaratkan kecupan disana juga."Anak-anak ayah jangan pada manja sama Bunda, ya," bisik Arkan. "Kalau mau manja, pas ada Ayah aja ya, Nak. Insyaallah apa yang kalian mau pasti akan selalu ayah turutin. Sehat-sehat di perut Bunda ya, Sayang."Andri hanya tersenyum melihat kelakuan manis suaminya itu. "Makasih ya, Mas, hati-hati di jalan."Arkan kembali mengangguk, mengambil kunci mobil di meja, lalu melangkah menuju garasi. Dibelakangnya, Andri mengikutinya sampai ke depan pintu.Beberapa saat kemudian, suara mesin mobil terdengar. Andri berdiri memandangi
Keesokan paginya, Andri sudah bangun lebih dulu karena rasa mual yang begitu mendera. Tubuhnya mulai sedikit limbung, namun ia memaksakan diri untuk berdiri dan melangkah ke kamar mandi.Sementara Arkan, masih terlelap di kasurnya. Tangannya mulai meraba, antara sadar dan setengah sadar, ia mencari sang istri di sana. Namun sayangnya, kosong."Adek!" seru Arkan refleks langsung bangun.Ia melihat ke samping. Andri tak ada di sampingnya. Kemanakah perginya wanita itu? Apa ke kamar mandi?Buru-buru ia pun bangkit dari tidurnya dan bergegas menuju dapur. Dan benar saja, Andri berada di sana tengah memuntahkan apa yang ada diperutnya.Dengan telaten, ia pun memijat tengkuk sang istri agar merasa lebih baik."Masih mual, Dek?" tanya Arkan begitu Andri menyelesaikan muntahnya.Andri menggeleng pelan, lalu mencuci mukanya. Sementara Arkan dengan sigap segera mengambil handuk dan membantu sang istri untuk membersihkan wajahnya."Adek mau bikin teh? Atau mau susu? Biar Mas bikinin," tawar Arka
USG pun akhirnya telah selesai dilakukan."Sekali lagi, selamat ya Bu Andri atas kehamilannya, jaga kandungannya baik-baik dan jangan sampai stress atau terlalu lelah. Kehamilan dengan janin kembar, biasanya menguras lebih banyak emosi," ucap Dokter Agung mengingatkan.Setelah itu, ia pun mengalihkan pandangannya kepada Arkan."Nah untuk Pak Arkan, tolong di jaga ya istrinya. Istri yang lagi hamil itu biasanya suka moody-an. Jadi, sabarnya harus dipertebal lagi. Emosinya harus dijaga lagi biar istrinya nggak merasa stress ataupun terabaikan," nasihat sang dokter.Arkan mengangguk mantap. "Insyaallah, Dok. Ah iya ada pantangan atau apa yang perlu dihindari, Dok?" tanya Arkan."Hindari makan daging yang masih setengah matang, dan kurangi makanan junk food. Jika setiap makan mual, bisa di coba dengan mengemil roti ataupun minum jus," jawab sang dokter.Arkan mengangguk mantap. Sesi konsultasi pun akhirnya selesai. Satu bulan lagi, Andri pun diminta untuk kembali ke rumah sakit, selain un
"Ma--maksudnya, Dok?" tanya Andri sedikit bingung.Sang dokter tak langsung menjawab. Ia masih memeriksa data yang ada di komputernya setelah beberapa saat, ia menghela napas berat, dan menatap keduanya dengan ekspresi yang cukup serius."Saya tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu kepada Anda, tapi berdasarkan hasil pemeriksaan lima tahun lalu, rahim Anda dalam kondisi sehat. Tidak ada indikasi masalah yang bisa menyebabkan kesulitan hamil."Mata Andri membesar. "Tapi… waktu itu saya diberi tahu kalau saya kemungkinan besar tidak bisa hamil, Dok. Saya…" Suaranya bergetar.Arkan langsung menenangkan istrinya, tapi di dalam hatinya, kemarahan mulai muncul. Jika benar tidak ada masalah di rahim Andri, lalu siapa yang dulu memberi informasi yang salah? Dan untuk apa?Dokter menatap mereka dengan lembut. "Saya paham ini membingungkan. Tapi sekarang, yang terpenting adalah kabar baiknya. Hasil tespek anda menunjukkan bahwa anda tengah hamil. Bagaimana jika kita cek melalui USG untuk lebi
"Sans, Ar, gua ke sini cuma mau nanya kabar lu doang, kok," ucap lelaki itu sambil tersenyum smirk.Andri yang memang tak mengetahui permasalahan apa yang dihadapi kedua lelaki itu memilih untuk kembali fokus ke abang telur gulung tadi."Jadi, berapa semuanya, Bang?" tanya Andri dengan senyum riang."Dua puluh ribu, Mbak," jawab si penjual.Andri lalu menyerahkan selembar uang berwarna hijau kepada penjual itu, dan melangkah santai menuju gerobak lumpia basah.Arkan yang melihat Andri pergi, hanya berdecak kesal melihat kelakuannya itu."Ada apa? Gua tau lu bukan tipe orang yang suka basa basi, Vin," ucap Arkan ketus.Ya, lelaki itu adalah Kevin sahabat serta musuhnya lima tahun lalu. Setelah melepaskan Dirgantara kepada Kevin, Arkan memilih kembali fokus mengurus Amira Corp sendiri. Lalu, bagaimana dengan Oom Wisnu?Sejak kejadian itu, Oom Wisnu memutuskan untuk membuka perusahaan sendiri. Tidak, lebih tepatnya usaha sendiri. Ia membuat beberapa ruko dan juga kontrakan dari uang hasi
Andri dan Arkan nampak saling pandang, sementara Agra segera menepuk pelan lengan sang istri.Ya, wanita itu adalah Arsy, adik dari Andri.Arsy yang sadar mendapat teguran halus seperti itu langsung menundukkan kepalanya."Ma--maaf, Mba," ucap Arsy sedikit menyesal.Andri hanya tersenyum, lalu segera memeluk tubuh adiknya."Doain ya, Dek. Bismilah semoga beneran," ucapnya lirih."Amin ya Allah," ucap Arsy dengan lantang."Kalau misalnya Mbak beneran hamil, Arsy mau nunda kehamilan, biar bisa ngerawat anaknya Mbak dulu, kek dulu Mbak ngerawat Humai," ucapnya kembali namun langsung mendapat cubitan dari Andri."Nggak boleh, gitu! Mbak nggak suka cara ngomong kamu! Anak itu rejeki, kalau dikasih jangan di tolak. Kamu nggak liat perjuangan Mbak mu ini, sampe lima tahun belum di kasih juga," ucap Andri sambil berdecak kesal.Arsy memanyunkan bibirnya, "salah lagi aja aku," gerutunya dan langsung mendapat tawaan dari mereka semua.Setelah berbasa-basi sebentar, Andri dan Arkan pun pamit pul