"A-Arkan? Kakek yang bener aja! Masa mau nikahin Andri ke dia sih?" tanya Agra seolah tak terima.
"Kenapa? Apa ada masalah dengannya? Kakek rasa itu pilihan yang tepat, karena hanya Arkan lah satu-satunya cucu kakek yang belum menikah," ucap Kakek Gala memberitahu. "Tapi, Arkan itu bukan cucu kandung Kakek. Dia itu hanya sampah yang kakek pungut dan di jadikan cucu, untuk apa menganggap dia sebagai cucu, hah?! Apalagi, dia bocah idiot yang pasti nyusahin!" sentak Agra kesal. "Tutup mulutmu, Agra! Kalau saja bukan karena kelakuanmu, sudah pasti Arkan tak akan menjadi yatim piatu dan berkebutuhan khusus seperti sekarang," ucap Om Nathan menambahkan. "Tapi, Pa--," Om Nathan langsung melambaikan tangannya seolah tak ingin dibantah. Agra menggelengkan kepalanya pelan. Wajahnya nampak kecewa berat dengan keputusan yang diberikan oleh sang kakek. Ia pun segera beranjak dari duduknya, dan langsung menghampiri Andri disana. Ia memegang lembut lengan Andri dan membelainya. "Ndri, aku mohon, mending kamu batalin aja kalau seperti ini. Arkan itu pria idiot yang kelakuannya seperti anak-anak. Kedewasaan dia hanya sebatas umur, tapi kelakuannya bahkan hampir mirip seperti anak umur 5 tahun. Gak cuma itu, dia juga gak kerja, jadi pasti akan nyusahin kamu kedepannya. Aku yakin, kamu pasti gak akan pernah bahagia sama dia," bujuk Agra kemudian. Andri menghembuskan napasnya berat dan memejamkan matanya sebentar. "Kalau emang kamu gak mau batalin, gak apa, tapi mending kamu nikah sama aku dibanding dengan si idiot itu. Aku janji, akan nerima kekurangan kamu, aku janji gak akan permasalahkan ketidakmampuan kamu dalam ngasih aku keturunan," rayu Agra kembali. "Mas, kamu apa-apaan sih? Ngapain kamu mohon-mohon kek gitu sama dia? Lagian kamu kan juga udah mau jadi ayah," ucap Arsy tak suka. "Diam kamu, Ar!" sentak Agra. Andri menghela napasnya panjang, dan menggeleng pelan. Ia bingung dan juga kalut harus bagaimana. Dia tak ingin menikah dengan Agra, namun ia juga tak ingin menikah dengan Arkan yang katanya adalah seorang idiot. "Ndri, aku mohon pikirkan baik-baik semua ini," bujuk Agra kembali. "Agra, sebaiknya kamu diam dan urus pernikahanmu sendiri dengan wanita mu ini. Andri, pernikahanmu akan tetap berjalan apapun yang terjadi. Tak usah dengarkan apapun ucapan Agra tentang Arkan kepadamu, dia hanya sedang menghasutmu," ucap Kakek Gala memperingatkan. Andri hanya bisa diam dan mengangguk pasrah, karena ia benar-benar tak diberi pilihan sama sekali. "Andri," lirih Ayah Revan lembut. Andri memandang wajah teduh sang ayah dan tersenyum samar. Revan pun mengacak rambut sang anak dengan pelan lalu mengecupnya pelan. "Insyaallah dia memang yang terbaik untukmu, Mbak," ucap Ayah Revan lembut. Tak lama, Kakek Gala pun memanggil seorang ART dan meminta untuk mengantarkan Andri menemui lelakinya. "Bi, tolong antarkan Andri ke kamar Arkan ya. Kasih mereka waktu untuk berdua, tapi jangan ditinggal. Tunggu mereka di luar, dan biarkan pintu kamar tetap terbuka," titah Kakek Gala kepada Bi Puji. "Baik, Tuan. Mari Non Andri, ikut saya," ucap Bi Puji. Andri menggenggam erat lengan sang Ayah seolah tak mau pergi. Namun, wajah sang ayah menyiratkan agar tetap menuruti permintaan sang kakek. Andri pun menghembuskan napasnya pelan dan mengangguk. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan segera mengikuti langkah Bi Puji yang telah melangkah lebih dahulu. Kakek Gala pun ikut beranjak dari duduknya setelah Andri pergi, namun ditahan kembali oleh Agra. "Kakek, lalu bagaimana dengan pernikahan Agra?" tanya Agra tak tahu malu. "Nathan, urus pernikahan anakmu sendiri, jangan melibatkan aku. Aku hanya sanggup membiayai sebesar lima belas juta, sisanya bisa kau urus sendiri," ucap Kakek Gala ketus. "Baik, Kek." *** Andri terus melangkah mengikuti Bi Puji hingga akhirnya mereka tiba di lantai 3 rumah ini. Sejak menapaki lantai ini, hatinya dibuat berdecak kagum, karena banyaknya mainan anak-anak yang berjejer rapi di dalam lemari kaca yang terletak di kanan kirinya. Mainan itu berdiri dari berbagai jenis, ada hotweels, figura robot, dan mainan lainnya yang harganya pun bisa dibilang tak murahan. Jelas Andri mengetahui ini, karena keponakannya pun memiliki lemari khusus mainan sendiri. "Seperti mengenang masa lalu," lirih Andri pelan. "Apa ini punya Arkan semua, Bi?" tanya Andri kepada sang ART. "Benar, Non, ini semua koleksi milik Den Arkan," jawab Bi Puji Tak lama, langkah Bi Puji pun berhenti di salah satu pintu yang berada disana. Tok! Tok! Tok! "Den, ada tamu buat Aden," ucap Bi Puji dari luar pintu. "Masuk aja, Bi, pintunya gak dikunci," ucap orang itu dari dalam kamar. Bi Puji pun mengangguk lalu mengalihkan pandangannya kepada Andri. "Non, silahkan masuk, Den Arkan ada didalam," ucap Bi Puji dan hanya mendapat anggukan dari Andri. "Bi, Bibi ada disini juga kan? Maksudnya gak jauh-jauh dari sini?" tanya Andri memastikan sebelum ia melangkah masuk ke dalam. "Ada, Non. Bibi di sana nonton TV," ucap Bi Puji seraya menunjuk sebuah televisi besar ditengah lemari kaca. Andri pun mengangguk dan mulai menghembuskan napasnya pelan, berusaha menetralkan degup jantungnya. Ia menggenggam erat gagang pintu kamar dan perlahan membukanya. Saat pintu mulai terbuka, nampak seorang laki-laki berambut gondrong dan wajah yang brewok, tengah duduk di atas karpet bulu sambil memainkan beberapa buah lego di tangannya. "Hai, Ndri, long time no see," Deg! 'Suara itu ....'Andri terdiam untuk beberapa saat, ia seperti mengenali suara itu tapi entah dimana. Otaknya pun seakan buntu, hingga tak tau apa yang akan ia lakukan. "Kenapa diem disitu? Masuk aja, anggep aja kamar sendiri," ucap lelaki itu lagi tanpa menoleh sedikit pun pada Andri. Andri pun menghembuskan napasnya panjang, dan berusaha mencari sesuatu agar ada alasan untuk dia mendekat. Beruntung, sebuah mobilan berada tepat didekat pintu. Andri pun segera mengambil mobil itu dan menghampiri lelakinya. "Ini punyamu?" tanya Andri ramah, seraya menaruh mobilan itu dekat dengannya. "Terimakasih," jawab lelaki itu singkat. Andri hanya mengangguk dan setelah itu suasana pun kembali hening. Ia bingung harus bilang apa dan bagaimana, apalagi lelaki itu sepertinya sama sekali tak tergubris oleh kehadirannya. "Gimana soal persiapan pernikahannya? Apa kamu suka? Atau, ada yang mau diganti?" tanya lelaki itu bertubi-tubi. Andri tak langsung menjawab, ia masih diam dan menunduk, namun tangannya ikut m
Tubuh Andri terhuyung membentur dinding dekat lemari kaca. Napasnya sedikit tercekat, ingin berteriak namun tak bisa karena mulutnya dibekap kuat.Andri membelalakkan matanya tak percaya saat mengetahui siapa yang menarik tadi."Jangan teriak, ini aku, Ndri," ucap Agra dengan wajah tanpa dosa."Gimana gak kaget. Kamu tiba-tiba narik aku gitu aja. Mau apa lagi kamu, Mas?" tanya Andri sedikit ketus.Kedua matanya nampak beradu dengan pandangan Agra yang tajam, hingga akhirnya ia memilih untuk membuang wajahnya ke samping."Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Arkan, Ndri?" tanya Agra dengan sedikit memelas."Apa urusanmu?" tanya Andri ketus."Ndri, pikirkan baik-baik, Arkan itu hanya anak idiot, dia juga gak kerja. Aku yakin, kamu pasti gak akan pernah bahagia sama dia," bujuk Agra kembali."Terus, apa dengan aku nikah sama kamu, aku akan bahagia?" tanya Andri sedikit ragu.Agra mengangguk mantap, kedua tangannya kini menyentuh dinding dan berada disisi kanan kiri Andri, sehingga mem
“Ah, Sayang – terus, lebih cepat ....” Andri terdiam di ambang pintu kamar Agra, tunangannya. Tangannya sedikit gemetar sambil memegang gagang pintu, sementara telinganya masih bisa mendengar jelas suara rintihan dan desahan dari dalam kamar. Dengan perlahan, ia mulai membuka pintu kamarnya sedikit, membuat celah agar ia bisa melihat apa yang terjadi disana. Namun, seketika jantungnya pun seolah berhenti saat melihat pemandangan itu Disana, ia melihat Agra tengah memadu kasih dengan seseorang. Dan yang lebih menyesakkannya lagi, perempuan itu adalah Arsy, adiknya sendiri. “Ah, Sayang, aku hampir ....” Andri sudah tak kuasa mendengar kalimat yang menjijikan itu kembali. Ia pun berusaha menguatkan hatinya, hingga akhirnya .... Brak! Pintu kamar pun terbuka cukup lebar, membuat kedua insan yang sedang memadu kasih itu langsung terkesiap kaget dan menoleh ke arah pintu. “Mbak.” “Sayang.” Ucap kedua orang itu secara serempak. Agra segera melepaskan tubuhnya dari tubuh Arsy,
"Apa maksud kamu bilang aku mandul, Mas?" tanya Andri dengan raut wajah yang sedikit syok."Benar. Apa maksudmu, Nak? Kalian saja belum menikah, tapi kamu sudah bisa bilang kalau dia mandul?" tanya Om Nathan seolah tak percaya."Aku punya buktinya, kok. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan," ucap Agra angkuh.Agra beranjak dari duduknya dan segera berlalu ke salah satu ruangan yang berada tak jauh dari sana."Nak, apa yang Agra bilang itu benar?" tanya Ayah Revan penasaran.Andri menggeleng pelan lalu mengambil lengan sang ayah dan membelainya dengan lembut."Andri gak tau, Yah. Andri aja bingung kenapa Mas Agra bisa bilang begitu sama Andri," jawab Andri lirih.Ayah Revan pun menggenggam erat lengan sang anak dan tersenyum, seolah memberikan sedikit kekuatan agar sang anak mampu menghadapi ujian ini.Tak lama, Agra pun kembali, membawa dua buah amplop panjang berwarna coklat lalu menaruhnya diatas meja sana."Kalau Papa dan Kakek gak percaya, kalian bisa lihat sendiri disini," ucap Agr