"Apa maksud kamu bilang aku mandul, Mas?" tanya Andri dengan raut wajah yang sedikit syok.
"Benar. Apa maksudmu, Nak? Kalian saja belum menikah, tapi kamu sudah bisa bilang kalau dia mandul?" tanya Om Nathan seolah tak percaya. "Aku punya buktinya, kok. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan," ucap Agra angkuh. Agra beranjak dari duduknya dan segera berlalu ke salah satu ruangan yang berada tak jauh dari sana. "Nak, apa yang Agra bilang itu benar?" tanya Ayah Revan penasaran. Andri menggeleng pelan lalu mengambil lengan sang ayah dan membelainya dengan lembut. "Andri gak tau, Yah. Andri aja bingung kenapa Mas Agra bisa bilang begitu sama Andri," jawab Andri lirih. Ayah Revan pun menggenggam erat lengan sang anak dan tersenyum, seolah memberikan sedikit kekuatan agar sang anak mampu menghadapi ujian ini. Tak lama, Agra pun kembali, membawa dua buah amplop panjang berwarna coklat lalu menaruhnya diatas meja sana. "Kalau Papa dan Kakek gak percaya, kalian bisa lihat sendiri disini," ucap Agra sambil menunjuk amplop itu. Ia pun lalu mengarahkan pandangannya ke arah Andri, dan berkata, "kamu gak lupa kan, Ndri, kalau minggu lalu kita abis tes catin dan kesuburan? Dan dua hari lalu hasil tes itu keluar." "Kenapa, Mas gak bilang sama aku kalau hasil tes itu udah keluar, Mas? Kenapa Mas malah menyembunyikannya?" tanya Andri seolah tak terima. Amplop yang awalnya ada dimeja, kini sudah berpindah tangan ke Om Nathan dan juga Kakek Gala. Raut wajah Kakek Gala pun berubah menjadi sedikit sendu, seolah menyiratkan kekecewaan yang begitu mendalam. "Karena saya gak mau bikin kamu sakit hati atau kecewa. Saya tau, kakek berhutang budi dengan ibumu, dan kami pun sudah keluar uang cukup banyak untuk membuat pesta pernikahan ini. Jadi, karena itu aku menyembunyikannya. Biarlah, aku menyimpannya sendiri, dan berharap semoga suatu saat akan ada keajaiban untuk kita. Tapi, berhubung kamu maksa ingin membatalkannya, jadi buat apa saya tutupi lagi?" tanya Agra sambil mendongakkan kepalanya. Setelah itu, Agra pun kembali duduk di sofa samping kedua orangtuanya. Kali ini, kakinya disilangkan seolah merasa kemenangan akan berada di pihaknya. Ayah melihat hasil tes lab yang diberikan oleh Kakek Gala dengan wajah yang cukup serius. Beberapa kali ia nampak mengernyitkan dahinya seolah ada sesuatu yang salah disana. Beberapa kali ia membolak balikkan kedua hasil lab bertuliskan nama Agra Putra Wiguna dan Andriyani Eka Devandra itu dengan seksama. "Gimana kalau hasil tesnya ini dimanipulasi?" tanya Ayah Revan seraya menaruh amplopnya kembali ke atas meja. "Manipulasi?" tanya Om Nathan dan Kakek Gala bersamaan. Kedua orang itu pun saling pandang dan manggut-manggut seolah membenarkan ucapan Revan. Tak ada yang tak mungkin, apalagi Agra sudah menyembunyikannya dari dua hari lalu. "Yah, siapa tau begitu, hasil lab itu dimanipulasi, apalagi, sudah kamu simpan dua hari lamanya. Gak ada yang gak mungkin, kan?" tanya Ayah Revan santai. "Apa maksud Ayah bilang begitu? Ayah mau nuduh kalau aku manipulasi hasil lab? Buat apa, Yah?" tanya Agra tak terima. Wajahnya nampak memerah bak kepiting rebus dan dadanya nampak kembang kempis seolah menahan amarah yang ada. "Ya, mungkin, buat nutupin kebobrokan kamu yang gak bisa ngasih keturunan ke keluarga Wiguna," ucap Revan dingin. "Tutup mulutmu, Yah! Kalau gak percaya, kalian bisa hubungin nomer telpon dokter itu langsung!" sentak Agra tak suka sambil menunjuk wajah Revan. "Gak perlu telpon, Mas Agra gak mungkin bohong, Yah. Hasil tes itu emang benar, Mbak Andri lah yang gak subur," ucap seseorang dari arah pintu masuk. Sontak semua orang pun segera mengalihkan pandangannya ke arah orang tersebut yang ternyata adalah Arsy. Disebelah Arsy, ada Bunda Seira yang menemaninya sambil menggandeng lengannya. "Apa maksudmu, Ar?" tanya Ayah Revan tak paham. "Arsy hamil anaknya Mas Agra," jawab Arsy santai lalu segera duduk disebelah Agra. Sementara Bunda, duduk disebelah Ayah Revan. "Kamu hamil, Sayang? Beneran?" tanya Agra seolah tak percaya. Arsy tak menjawab, hanya langsung menunjukkan sebuah tespek dengan hasil garis dua. Agra yang melihat itu pun segera memeluk tubuh Arsy dan mengecup pucuk kepalanya beberapa kali. "Apa bukti ini kurang jelas? Aku rasa, ini jelas banget, Yah, kalau emang Andri ini mandul," ucap Agra sedikit pongah. Andri meremas ujung bajunya mendengar ucapan Agra yang begitu menusuk dihatinya. Ia tak habis pikir, ada yah orang yang begitu bangga karena kekasihnya hamil padahal belum menikah. "Ekhm," dehem Kakek Gala yang mampu membuyarkan lamunan Andri sekaligus kemesraan Agra. "Kakek, Agra punya usul, bagaimana kalau pernikahan ini tetep berlanjut tapi dengan berganti mempelai wanitanya? Jadi, yang nikah itu Agra sama Arsy, bukan sama Andri? Gimana?" tanya Agra serius. Kakek Gala pun mengernyitkan dahinya seolah memikirkan sesuatu sebentar. "Nathalie rasa itu saran yang bagus, Kek. Bukannya kakek ingin segera memiliki cicit dari keluarga Nathan? Lalu, tunggu apa lagi? Kenapa tak menikahkan Agra dengan Arsy saja? Bukannya sama saja, antara Arsy dan juga Andri? Mereka sama-sama anak dari Revan yang telah menyelamatkan kakek?" tanya Nathalie yang tak lain adalah ibunda Agra. Dari tadi, ia hanya menyimak saja karena takut salah bicara. "Kek, Andri rasa itu juga saran yang masuk akal. Maksud Andri, Arsy kan adik Andri, jadi gak ada bedanya kan antara Andri mau pun adik Andri. Bukan kah akan percuma misalnya Andri masuk ke keluarga ini, tapi gak bisa ngasih cicit untuk Kakek?" tanya Andri dengan senyum yang dipaksakan. Kakek Gala hanya tersenyum samar dan mengangguk. Untuk beberapa saat, suasana pun kembali hening, hanya bunyi helaan napas berat yang sedikit terdengar seolah mengisyaratkan waktu yang tak kunjung berjalan. "Kakek terima usul kalian semua. Tapi, disini Kakek berhutang budi pada Keyla, yang tak lain adalah ibunda dari Andri. Andri, kakek benar-benar minta maaf atas perlakuan Agra kepadamu. Jujur, kakek sendiri kecewa dengan kelakuannya dan tak menutup Kakek juga kecewa atas hasil lab yang kita terima hari ini," ucap Kakek Gala memulai obrolannya. Andri hanya diam tertunduk sambil memainkan jari jemarinya. Ia tak berani menatap Kakek Gala yang wajahnya tetap teduh meskipun sedang marah dan kecewa itu. "Tapi, keputusan Kakek tetap bulat. Andri, kamu harus tetap menikah dengan cucuku," ucap Kakek Gala tenang namun berat. "Ta-tapi, Kek ...," Kakek Gala langsung melambaikan tangannya seolah tak ingin di sela lebih dahulu. "Kamu akan menikah dengan cucu angkatku, Arkan. Meskipun tak ada darah yang mengalir pada tubuhnya, tapi dia pun sama berartinya seperi ibumu bagi kakek," putus Kakek Gala."A-Arkan? Kakek yang bener aja! Masa mau nikahin Andri ke dia sih?" tanya Agra seolah tak terima."Kenapa? Apa ada masalah dengannya? Kakek rasa itu pilihan yang tepat, karena hanya Arkan lah satu-satunya cucu kakek yang belum menikah," ucap Kakek Gala memberitahu."Tapi, Arkan itu bukan cucu kandung Kakek. Dia itu hanya sampah yang kakek pungut dan di jadikan cucu, untuk apa menganggap dia sebagai cucu, hah?! Apalagi, dia bocah idiot yang pasti nyusahin!" sentak Agra kesal."Tutup mulutmu, Agra! Kalau saja bukan karena kelakuanmu, sudah pasti Arkan tak akan menjadi yatim piatu dan berkebutuhan khusus seperti sekarang," ucap Om Nathan menambahkan."Tapi, Pa--," Om Nathan langsung melambaikan tangannya seolah tak ingin dibantah.Agra menggelengkan kepalanya pelan. Wajahnya nampak kecewa berat dengan keputusan yang diberikan oleh sang kakek.Ia pun segera beranjak dari duduknya, dan langsung menghampiri Andri disana. Ia memegang lembut lengan Andri dan membelainya."Ndri, aku mohon, men
Andri terdiam untuk beberapa saat, ia seperti mengenali suara itu tapi entah dimana. Otaknya pun seakan buntu, hingga tak tau apa yang akan ia lakukan. "Kenapa diem disitu? Masuk aja, anggep aja kamar sendiri," ucap lelaki itu lagi tanpa menoleh sedikit pun pada Andri. Andri pun menghembuskan napasnya panjang, dan berusaha mencari sesuatu agar ada alasan untuk dia mendekat. Beruntung, sebuah mobilan berada tepat didekat pintu. Andri pun segera mengambil mobil itu dan menghampiri lelakinya. "Ini punyamu?" tanya Andri ramah, seraya menaruh mobilan itu dekat dengannya. "Terimakasih," jawab lelaki itu singkat. Andri hanya mengangguk dan setelah itu suasana pun kembali hening. Ia bingung harus bilang apa dan bagaimana, apalagi lelaki itu sepertinya sama sekali tak tergubris oleh kehadirannya. "Gimana soal persiapan pernikahannya? Apa kamu suka? Atau, ada yang mau diganti?" tanya lelaki itu bertubi-tubi. Andri tak langsung menjawab, ia masih diam dan menunduk, namun tangannya ikut m
Tubuh Andri terhuyung membentur dinding dekat lemari kaca. Napasnya sedikit tercekat, ingin berteriak namun tak bisa karena mulutnya dibekap kuat.Andri membelalakkan matanya tak percaya saat mengetahui siapa yang menarik tadi."Jangan teriak, ini aku, Ndri," ucap Agra dengan wajah tanpa dosa."Gimana gak kaget. Kamu tiba-tiba narik aku gitu aja. Mau apa lagi kamu, Mas?" tanya Andri sedikit ketus.Kedua matanya nampak beradu dengan pandangan Agra yang tajam, hingga akhirnya ia memilih untuk membuang wajahnya ke samping."Apa kamu benar-benar mau menikah dengan Arkan, Ndri?" tanya Agra dengan sedikit memelas."Apa urusanmu?" tanya Andri ketus."Ndri, pikirkan baik-baik, Arkan itu hanya anak idiot, dia juga gak kerja. Aku yakin, kamu pasti gak akan pernah bahagia sama dia," bujuk Agra kembali."Terus, apa dengan aku nikah sama kamu, aku akan bahagia?" tanya Andri sedikit ragu.Agra mengangguk mantap, kedua tangannya kini menyentuh dinding dan berada disisi kanan kiri Andri, sehingga mem
“Ah, Sayang – terus, lebih cepat ....” Andri terdiam di ambang pintu kamar Agra, tunangannya. Tangannya sedikit gemetar sambil memegang gagang pintu, sementara telinganya masih bisa mendengar jelas suara rintihan dan desahan dari dalam kamar. Dengan perlahan, ia mulai membuka pintu kamarnya sedikit, membuat celah agar ia bisa melihat apa yang terjadi disana. Namun, seketika jantungnya pun seolah berhenti saat melihat pemandangan itu Disana, ia melihat Agra tengah memadu kasih dengan seseorang. Dan yang lebih menyesakkannya lagi, perempuan itu adalah Arsy, adiknya sendiri. “Ah, Sayang, aku hampir ....” Andri sudah tak kuasa mendengar kalimat yang menjijikan itu kembali. Ia pun berusaha menguatkan hatinya, hingga akhirnya .... Brak! Pintu kamar pun terbuka cukup lebar, membuat kedua insan yang sedang memadu kasih itu langsung terkesiap kaget dan menoleh ke arah pintu. “Mbak.” “Sayang.” Ucap kedua orang itu secara serempak. Agra segera melepaskan tubuhnya dari tubuh Arsy,