Audrey Abellard pada dasarnya adalah seorang wanita gigih yang pantang menyerah. Berbagai klip peristiwa kelam dalam hidupnya telah berhasil dia ketahui, ia mendapatkan dari cerita Bik Andar dan sebagian lain dari Yanti. Sakit ayahnya mengharuskan dilakukan tindakan operasi. adiknya yang harus berurusan dengan kepolisian karena terlibat obat-obatan terlarang, sampai Audrey yang tiba-tiba menghilang dari rumahnya.Penuturan Nathaniele, sosok lelaki yang tiba-tiba hadir dikehidupannya, telah membuka tabir misteri ayah kandung yang pernah diceritakan ibunya sebelum berpulang, kemudian membawanya pada dunia yang sama sekali baru baginya. Dirinya sangat bersyukur masih bisa dipertemukan kembali dengan Ventria, bahkan Bik Andar yang telah menemani Audrey semenjak Prabu menikahinya. Warisan harta yang dia dapatkan itu tidak lantas membuatnya merasa jumawa. Audrey cuma ingin hidupnya tenang dan damai. Menghabiskan sisa usia dengan dikelilingi orang-orang yang menyayanginya. Cita-cita yang begi
Semua berjalan begitu cepat, Nathan.” Audrey menghela napas sejenak. “Seandainya namaku tidak tertulis di Surat Wasiat yang Mr. Jacob ...”“Excused me. Maaf saya menyela.”“Kau sudah melakukannya,” ujar Audrey. Tapi dia tidak terlihat marah. Dia tersenyum lembut menatap Nathan.Nathan terpesona sejenak, dia meyakini kalau belum pernah ada wanita yang bisa membuatnya begitu terpana. “Well, tapi kamu harus menerima kenyataan itu. Mr. Jacob adalah ayahmu.”“Tentu saja, Nathan. There’s nothing I can do.”“Good girl,” ujar Nathan.Disesapnya air jahe yang telah disediakan Anna.“So... What we will do?”“Aku akan menyusun rencana untuk memperkenalkan kamu di pertemuan Grupp METRO, sebagai pemilik seluruh saham dan sembilan puluh prosen aset perusahaan itu.""Tapi, Nathan...” Audrey menunjukkan rasa kurang nyaman dan gugupnya. Tak bisa dipungkiri, ada rasa kekhawatiran, apa yang telah dilakukan Benigno sejauh ini padanya, apa yang telah Kiara lakukan terhadapnya, betul-betul mempertaruhkan n
Sesampainya dirumahmya yang ia beli belum lama, tidak jauh dari mansion yang ditinggali Audrey, Nathan sulit memejamkan mata. Keintiman yang terjalin belum lama terhadap putri Mr. Jacob begitu menyita perhatiannya.Ketika masih menempati mansion Batu Bata di Verenna yang berjarak 82 kilometer jauhnya dari kota Milan, Nathan tetap khawatir Benigno dan keluarganya akan menemukannya keberadaan Audrey, sehingga dia memutuskan membawa pergi Anak Walinya itu ke New Jersey, dia dapat menjaga sembari mengurus bisnis perhotelan yang dia miliki di kota ini.Alih-alih menjaga amanah temannya, ternyata bisnis turun temurun keluarganya itu juga sedang dalam masalah.“Satu-satu, akan aku selesaikan permasalahanku,” tekad Nathan. Tadi seharian dia telah melakukan pembicaraan dengan Connor, menyusun konsep kontrak investasi yang dikehendakinya. Sebuah kontrak yang membutuhkan kemampuan negosiasi untuk meyakinkan investor agar setuju---meskipun dia tau itu memungkinkan. Dia telah mengutarakan alterna
Tiba-tiba segalanya terjadi begitu cepat. Mereka telah bersepakat mengadakan pernikahan rahasia dan sederhana. Dalam waktu dua puluh empat jam dijari manis kiri Audrey Abellard telah tersemat cincin berlian.“Saya senang sekali Nyonya meminta saya sebagai pengiring pengantin,” cetus Yanti dengan wajah bahagia.“Iya, saya tidak menyangka Nyonya menemukan jodoh seperti Tuan Nathan, Bibik belum pernah lo lihat laki-laki kok seganteng itu. Pokoknya sangat cocok sama mbak Audrey yang cantik sekali.”Mereka tertawa-tawa bahagia. Setelah beberapa bulan lalu berada dalam pesawat jet membawa Nyonya mereka dalam keadaan kritis, hati Bik Andar dan Yanti dibuat sedih dan frustasi. Mereka benar-benar tidak menyangka nasib membawa mereka ke hari bahagia yang akan menjelang Nyonya mereka, setelah nasib tragis yang telah menimpa Nyonya mereka itu.Audrey tersenyum bahagia. Dan pagi ini, mereka berada dalam pesawat terbang menuju Pelermo. Dari ketinggian pesawat mereka melihat pulau bersegi tiga, deka
Mereka menghabiskan waktu sejam berbincang. Ayah Nathan bercerita mengenai persahabatan dia dengan Mr. Jacob. Temannya yang adalah ayah Audrey juga dahulu lahir di Sisilia. Itulah kenapa mereka memiliki keyakinan yang sama dengan Audrey, sebagai populasi penduduk Muslim lumayan besar di Italia.Berawal dari mempertaruhkan hidup yang selama ini berkekurangan. Diangello memantapkan hati merantau pergi dari Sisilia, mengajak sang istri yang setia mengadu nasib ke kota New York, mengalami jatuh bangun, kemudian kehidupan mereka berangsur-angsur mulai membaik. Salah satu saham yang ia beli dengan meminjam uang dari kawannya, yaitu Mr. Jacob, telah mengubahnya dari seseorang yang biasa menjadi usahawan seperti sekarang. Di Milan, dia membuat FAMA, meraih kesuksesan juga. Dia memilih membeli Residenza Diangello dan menetap disini karena jauh dari hingar bingar keramaian. Sebagai founder Fabrica Automobili Milanesse, terkadang Diangello hanya perlu mengunjungi sesekali, dia merasa diusia sep
Sanak saudara mulai berkumpul di Palermo, sebagian menginap di Residenza, yang lain tinggal di suite-suite terbesar di hotel-hotel terbaik. Audrey tercengang melihat pasukan bibi, paman dan sepupu yang membentuk cabang-cabang keluarga Diangello yang luas.Audrey melihat begitu banyak orang sehingga merasa pening.Audrey merias sendiri wajahnya dengan tema natural, begitu cantik karena pada dasarnya kulit wajah wanita ini halus tak bercela tak ubahnya kulit bayi. Sehingga cukup dengan sapuan foundation tipis dan concealer dengan ditambah sedikt counture serta sapuan lipstik tipis di bibir warna nude dan mascara saja, wajah jelita aristokrat wanita itu sangat mencolok. Alisnya yang sudah tebal hanya disapu sehinggu lebih mempertegas keindahan alami bulu mata khas Jacob. Sementara rambutnya cuma ia cepol dengan meninggalkan segelintir di depan telinganya berkesan natural look. Dia membungkus tubuh seratus tujuh puluh lima sentinya dengan gaun sutra bordir berwarna lavender pucat. Gaun it
Mereka saling menginginkan satu sama lain, sekarang dan selamanya. Bibir Audrey mengatakan hal itu saat menyambut Nathan ke dalam, menikmati merasakan lidah Nathan menjelajahinya, menggoda dan mendorongnya. Bibir Nathan hangat dan persuasif. Membujuk Audrey merasakan kenikmatan. Audrey menjawab dengan bibir dan lidahnya sendiri, dengan gerakan yang bahkan ia pikir tidak diketahuinya, tapi gerakan itu sepertinya menyenangkan Nathan karena pria itu mengerang nikmat dan menggandakan serangannnya yang gencar.Audrey tidak tahu kemana perginya pakaian dalamnya yang tipis atau bagaimana ia terbaring di ranjang, sementara Nathan melemparkan sisa pakaiannya dan bergabung dengannya, merengkuh kedalam pelukannya sehingga Audrey merasa dadanya Nathan berada di dadanya. Audrey merapatkan tubuhnya ke tubuh Nathan yang keras, kemudian tangan Nathan mengembara diseluruh tubuhnya. Audrey balas menjelajah, pada awalnya canggung dan malu, tapi kemudian kepercayaan dirinya semakin bertambah saat ia meny
Mereka menyelesaikan hasrat mereka, kemudian Nathan mengajak Audrey berenang. Pria itu membuka sebuah lemari yang terdapat di kamar itu. Sederet pakaian renang tergantung di situ. Kira-kira ada sepuluh dengan berbagai macam gaya dengan tingkat kebereranian yang berbeda.“Ini milikmu, ayo pilihlah yang kau suka.”“Tapi bagaimana mungkin? Kau---“ Audrey mengamati baju-baju berderet itu. Ia memilih baju renang berwarna pastel, tapi tangan besar Nathan muncul dan menghentikan gerakannya.“Jangan yang itu,” katanya. “Yang ini.”Nathan memegang sebuah bikini, dan dengan segera Audrey menggeleng. “Tidak, aku tidak bisa---““Kenapa tidak? Bikini ini sangat sopan.”Itu benar, dibandingkan bikini lain, bagian bawahnya akan menutupi bagian belakang Audrey, dan bagian atasnya juga menutup gundukan kembarnya dengan benar. Tapi Audrey selalu memandang dirinya lebih cocok memakai baju renang biasa.“Dan aku tidak bisa memakai warna merah terang,” sanggah Audrey. “Kulitku terlalu putih.”“Tidak ada h
Ceritakan tentang anakku.” Audrey bertanya saat mereka duduk di teras kecil itu.Audrey tiba-tiba bertanya kepada Nathan.“Beberapa kali kau mengatakan kata ‘anakku’, itu menyiratkan kalau anakku bukan anak kandungmu karena kau bilang kau suamiku.”Sungguh Nathan merasa ini episode tersulit yang harus ia dan istrinya lalui.Lelaki itu menatap ke arah cangkir kopinya yang telah kosong.Audrey tahu, sesuatu yang ia lupakan dan masih menjadi misteri itu bukan suatu kabar baik.“Kau pernah menikah dengan seseorang sebelum aku nikahi.” Akhirnya kata itu keluar dari bibirnya.“Apakah dia, Benigno yang aku cari?” Audrey menatap Nathan dengan ekspresi dalam, rasa ingin tahunya terlihat jelas.“Bukan.”“Lantas?”“Baiklah, aku akan membuka semua identitasmu.”Audrey memposisikan dirinya pada pose senyaman mungkin. Ia telah siap mendengarkan cerita Nathan.“Aku masih berkabung atas berpulangnya sahabatku, rekan kerjaku pada perusahaan yang kami berdua jalankan, ketika seminggu setelah pemakamanny
Sinar matahari menyinari kamar tidur nyaman ini. Kehangatan lembut meresap pada permukaan kulitnya.Pernahkah ia merasa lebih aman dan bahagia? Audrey sulit menjawab karena ingatannya hampir tak ada.Tapi ia tak bisa membayangkan merasa lebih aman daripada yang ia rasa sekarang ini.Kemarin, setelah singgah di sebuah desa terdapat sebuah toko bahan pangan, Ia melihat Nathan mengisi dua troli besar dengan sejumlah bahan makanan. Mereka berkendara selama berkilo-kilometer, jauh memasuki daerah pegunungan. Saat kemudian Nathan memasuki jalan berkerikil di puncak bukit, napas Audrey terasa terhenti, ia mengira dirinya telah melihat surga dalam perjalanan tadi, tapi itu hanya awalnya saja.Rumah kayu dua lantai milik Nathan terletak di puncak bukit menjulang. Terdapat teras kecil, di kedua lantai. Mereka menghadap lembah memikat dipenuhi pepohonan hijau menyejukkan. Tinggi dan masiv, pegunungan menjulang di kejauhan, menambah keindahan yang menakjubkan. Ia keluar dari mobil begitu Nathan be
"Enak saja. Jangan berani-beraninya kau menyalahkan dirimu. Ini semua salah Benigno. Sejak dulu bahkan sebelum aku mengenalmu, aku tahu siapa dia.”“Ceritakan bagaimana dia versimu.”Angin lembut menggerakkan rambut sebahu Audrey yang berwarna merah berpadu coklat yang keemasan, tampak kontras dengan pipinya yang bersih tanpa cela yang kini tidak pucat lagi, rona kemerahan telah tampak di situ.Begaimanapun saat ini adalah hari dimana ia merasa usahanya perlahan mulai menampakkan berita baik. Nathan akan menunda dulu cerita mengenai saudara tirinya itu agar tidak merusak suasana hati wanita ini.“Suatu saat aku akan menceritakan semua yang ingin kau katahui, ini hanya masalah waktu, SayangPanggilan itu sekali lagi membuat desir di hati Audrey tak tertahankan. Ia bisa menebak, lelaki di sampingnya tidak ingin suasana hatinya berubah karena mendengar sesuatu yang akan membuat ia tidak suka.Mungkin Nathan benar. Tapi ia tidak dapat mengenyahkan kenyataan bahwa jika ia tak pergi sendiri
Kau telah banyak membantu menguak tabir ini, Audrey,” ujar Patrick. “Berdasarkan informasi yang kau berikan dari sesi hipnotismu dua hari lalu, kami punya gambaran yang lebih jelas tentang keadaan fasilitas itu. Sepertinya dia punya banyak orang yang di rekrut untuk membantunya. Masalahnya, mereka itu siapa dan darimana asalnya?”“Mereka gelandangan.”“Apa?” Lima orang bertanya sekaligus.“Saat aku melatih, aku mendengar salah seorang pemuda menangis, mengatakan kalau dia ingin pulang. Pria yang memimpin latihan menghardiknya dan berkata, “Kau lupa? Kau tak punya rumah, layaknya idiot-idiot lain di sini. Kami memberi kalian para idiot gelandangan kesempatan tapi kalian bahkan tidak merasa beruntung.”“Itu masuk akal. Begitu banyak anak-anak jalanan sehingga tak ada yang kehilangan mereka saat mereka tak nampak.”Patrick berdiri, menandakan pertemuan hari ini akan usai. “Kau telah memberikan pemahaman baru bagi kami yang bahkan belum pernah kami pertimbangkan. Kerja yang bagus, Audrey.
Audrey mengedarkan pandangannya ke orang-orang dalam ruangan.“Suara lembut, jahat, melengking tapi maskulin, mengatakan padaku...” Audrey menelah ludah. “Dia akan menikmati saat menjinakkanku.”Nathan menahan perutnya yang bergolak, giginya gemeretak. Tapi ia berusaha menyembunyikan reaksi itu.Setelah menghembuskan napas panjang, Audrey berkata pelan. “Aku ingat rasa sakit...siksaan. Dia sangat menikmatinya.” Ia memejamkan mata, menahan gejolak di dadanya. “Aku mendengar tawa melengking...nyaris seperti memekik. Dia menertawakanku. Kurasa dia merancang siksaan berdasarkan yang menurutnya paling merendahkan dan sungguh menyakitkan.”Ketika Audrey membuka mata, Nathan yang memandangnya tidak berkedip, ingin melolong, ikut merasakan penderitaan nyata yang dipantulkan mata itu. Penderitaan dan rasa sakit tak terperi yang ia rasakan.“Aku digantung terbalik dalam kondisi telanjang...dan disirami air dingin. Kemudian dia menyuruh mereka meninggalkanku terbaring di satu tangan dan kakiku y
Troy Ferguson melangkahkan kaki ke dalam rumah utama, ia dilanda kebimbangan. Ia bertugas sebagai seorang eksekutor. Kali ini ia harus melakukan tugas itu lagi.Diketuknya pintu lab utama. Pemimpin membentak, “Masuk.”Dua pria berdiri di samping “Pemimpin”, mereka memegangi seorang wanita paruh baya, berambut gelap diantara mereka.Wanita itu telanjang. Tubuhnya lebam-lebam dan berdarah karena telah dipukuli. Penciumannya membawa aroma amis. Anak buah pemimpin sudah memakainya sebagai pelampiasan syahwat... wanita itu telah dihukum. Sungguh suatu pemandangan menyayat hati. Ia tak tahu alasannya, ia pun tak berani bertanya, karena kalau pemimpin sudah berkehendak, tiada yang boleh menghalangi. Jika pemimpin memilih untuk menghukum, itu haknya. Tidak ada yang boleh bertanya apalagi membangkang. Mata wanita itu bengkak dari pukulan bertubi-tubi yang telah ia terima. Dia mendongak, memandangnya dan sesuatu dalam dirinya tersentak, menusuk kebingungan tersebut. Wanita itu tersiksa, terluk
Wanita itu menariknya lagi. Meski pandangannya kabur, Audrey mengingat secangkir teh yang ia minum tadi sebelum tidur. Sambil mengelakkan tangaai yang mencengkeram kuat, Audrey bergerak ke samping wanita itu dan mengulurkan tangan. Jemarinya menggenggam cangkir yang akan ia pergunakan. Sebagai senjata, benda itu bukan berarti apa-apa tapi lebih baik dari pada tak ada sama sekali. Ia menunggu sampai wanita itu mendekatinya lagi. Dan ketika ia sudah mendekat, tangan itu ia ayun sekuatnya. Getaran benturan dan suara gedebug memuaskan, memberi tahu Audrey serangannya mengenai sasaran.Terdengar raungan kemarahan. “Aku akan pergi dari sini!” gumamnya. Ia lari meninggalkan kamar.Titik-titik hitam itu muncul di penglihatan Audrey, bertambah besar. Tapi ia tidak bisa membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Ia harus menghentikannya, dan tak ada orang lain yang dapat melakukan itu...kecuali dia sendiriTapi kakinya kaku tidak mau bekerja sama. Audrey tertatih, tersandung melintasi kamar dan m
"Bagaimana keadaanmu pagi ini?” tanya Nathan mengalihkan rasa canggungnya.“Baik, masih sedikit pusing.”“Ada yang kau ingat?”“Sedikit. Tidak ada yang penting.”“Seperti?”Audrey memijit keningnya dan meskipun Nathan lebih rela memakan kaca daripada memberikan lagi kepedihan pada istrinya itu, ia perlu tahu sebanyak yang ia bisa tentang apa yang Audrey ingat.“Ingatan-ingatan samar, bahkan lebih daripada saat aku tiba di sini.”Profesor Dimitri sudah memperkirakan hal itu. Pemulihan kecanduan obat-obatan membuat ingatan-ingatan itu memudar. Kita perlu mendapatkan sebanyak apapun yang bisa didapatkan sebelum ingatan itu memudar.Audrey mengangguk. “Iya, aku tahu… hanya saja sedikit sekali. Aku hanya ingat aku mengenakan pakaian putih…kurasa seragam. Aku ingat ruangan penuh matras, dan ada pertarungan. Tapi wajah-wajah di sana… semua berkabut.”Nathan memberikan sebuah bungkusan plastik kepada Audrey.“Ini apa?”“Peralatan melukis.”“Untuk apa?”“Kau pelukis yang berbakat, Audrey. Apa
"Kami akan melakukan apapun sebisa kami. Pertama kami akan coba menghipnotis. Sampai kami tahu, efek seperti apa yang terus di bawa obat itu. Aku tak suka merawatnya dengan menggunakan banyak macam obat.”Nathan menarik napas, siap dengan ancaman bila memang itu diperlukan. “Lakukan sebisamu. Jika dia tidak mengalami perkembangan, aku akan membawanya pulang bersamaku, akan kusembuhkan dengan caraku. Mungkin aku tidak akan memaksanya untuk sesuatu yang memang sudah betul-betul hilang dari ingatannya."Mata gelap Patrick menelusuri wajah Nathan, kemudian berpaling ke arah Profesor Dimitri. “Bagaimana menurutmu?”Profesor Dimitri mengangguk. “Nathan dan aku sudah membicarakan tentang ini tadi malam. Audrey merasa lebih tenang bersamanya, kurasa ini ide bagus.”Patrick menatap Nathan. “Kau tahu, Beningno sudah pasti akan mencarinya?”“Pasti aku akan menjaganya.” Nathan kembali menoleh ke arah Profesor Dimitri. “Apa yang seharusnya kuharapkan?”Ekspresi Dimitri terlihat frustasi. “Berdasar