“Kau dan pegawaimu adalah karyawan teladan di Hotel ini.” Sarkas Edgar dengan tatapan yang tak terbaca.Zola tidak terlalu menanggapi, wanita cantik itu memilih untuk ikut duduk di sofa Lobby Hotel dan berusaha untuk meyakinkan Edgar agar mengganti posisi duduk mereka di ruang meeting. sempat terjadi perdebatan, namun akhirnya Edgar menyerah dan menyerahkan berkas pada Doni. pria itu, lantas lalu berjalan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Darel.“Sepertinya kau memerankan karakter istri yang berbakti pada suami.” Kata Edgar saat Darel dan Isa sudah meninggalkan keduanya. tidak memberikan kesempatan untuk Zola menjawab, Edgar kembali berkata. “ Mungkin lima belas menit lagi, mereka akan datang. sudah kau siapkan kamarnya?”Zola mengangguk mengiyakan, “Aku sudah bentuk team khusus untuk hal ini. jadi, kau tenang saja.”Edgar menatap kembali ke arah meja Lobby Hotel. “ Kau belum merubahnya,”Zola mengarahkan pandangannya sama seperti Edgar. ah, benar saja. meja Lobby itu, dulu
Rumi yang tidak terima dengan jawaban Darel, bersiap untuk maju ke arah Darel, namun tubuhnya ditahan oleh Isa. pria yang baru keluar Rumah Sakit itu, menggeleng pelan. Zola sendiri melakukan hal yang sama. wanita berwajah cantik itu juga menggeleng pelan, berusaha untuk meyakinkan diri ini tidak mimpi. Rumi sama sekali tidak memberitahu bahwa akan kembali secepat ini. tapi, lihatlah sahabatnya yang kini tengah berada di ruangannya dengan wajah memerah menahan emosi.“Zola jangan hanya diam saja, seharusnya kau marah dan mengusirnya pergi dari sini!” Rumi menunjuk pada Darel, pria itu terlihat tersenyum. senyum yang begitu menyebalkan dari sudut pandang Rumi.“Darel, lebih baik kau keluar saja. ada beberapa hal yang harus aku bahas dengan Isa.” Akhirnya Zola bersuara, membuat keputusan yang tepat menurut Rumi. jawaban Zola, membuat Rumi berada diatas angin. terlebih, saat menyadari panggilan Zola pada Darel sudah tidak ada embel-embel kata 'Mas'.“Jangan bilang, kalian akan bekerja sa
“Buatin makanan yang enak, jangan malas-malasan!” ucap Rosa saat kakinya sudah menginjak ruang dapur. Surti yang mendengar hal itu, pura-pura tidak mendengar dan kembali mencuci piring.“Budek ya, babu! aku bilang cepet buatin aku makan. Lo tuh, digaji buat kerja, bukan buat bengong di rumah ini!” Rosa merasa kesal karena Surti tidak merespon ucapannya.“Mau dimasakin apa, mbak?”“Eh, enak aja Lo manggil aku mbak! Nyonya dong, panggil nyonya Mananta!”Zola dan Darel yang baru saja masuk ke dalam rumah, mendengar keributan itu. tanpa menunggu lama, Zola dan Darel bergegas untuk melihat kegilaan apa yang kali ini diciptakan oleh Rosa.“Sebentar lagi, aku akan jadi istri Darel. jadi, mulai sekarang belajarlah untuk memanggil ku dengan sebutan nyonya Rosa Mananta. mengerti babu tua nggak tahu diri? dahlah, mending cepet masakin aku, sebelum Zola lampir itu balik ke rumah!”“Jangan dimasakin, bi. biar saja dia masak sendiri, tugas bibi hanya melayani keluarga inti di rumah ini. tamu nggak
Hari ini, dokter Harun kedatangan pasien yang spesial. Yang dimaksud spesial disini, bukan karena pasien itu diperlakukan lebih baik dari pada pasien lainnya. menurut dokter yang sudah hampir lima belas tahun menangani kasus, kali ini dokter Harun merasa tergelitik untuk lebih bisa menyelami kehidupan pasiennya yang menurutnya unik. ya, pasien itu tidak langsung adalah Darel Mananta. pasien dengan diagnosis positif Gonore itu, memiliki kasus yang hampir sama dengan pasien-pasiennya namun lebih memilih untuk pergi ke kliniknya ditemani oleh selingkuhannya.Saat pintu ruangan terbuka, dokter Harun kembali memasang wajah datar. namun, detik berikutnya ia dibuat bingung dengan kedatangan Darel bersama dengan wanita yang berbeda. Darel tidak lagi membawa selingkuhannya itu. paras cantik Zola, memberikan sebuah pertanyaan yang langsung menyerang otak dokter Harun. ingin bertanya, tapi sebisa mungkin ia menahannya.“Perkenalkan, dokter. ini, Zola istri saya,” kata Darel saat pria itu sudah d
Setelah memeriksa keadaan tubuh Darel, Dokter yang terlihat berkarisma itu kembali duduk dan menoleh ke arah Zola. Darel masih terbaring di atas ranjang dan belum berminat untuk bergabung bersama Zola. “Seharusnya anda sekarang fokus pada rumah tangga anda. padahal, kalau boleh jujur sebagai seorang pria normal, saya akan lebih suka dengan istri sah anda. tapi jangan salah paham, bukan dalam artian fisik. ini lebih ke attitude saja. baiklah, saya yakin obat yang selama sudah satu Minggu yang saya berikan telah habis, dan ini akan saya buatkan resep obat yang baru.” dokter Harun terlihat menuliskan sesuatu. “Jadi, menurut dokter selingkuhan suami saya harus diperiksa ke dokter kandungan?” Dokter Harun menghentikan kegiatannya, lalu mendongak menatap wajah Zola.“Saya harap, anda legowo.” Sahutnya sambil kembali menuliskan kata-kata. Darel hanya bisa pasrah, lalu kembali ke tempat duduknya.“Jika wanita itu mengandung anak suami saya, apakah saya bisa menuntut agar anak itu digugurka
“Bagaimana keadaan mama?”Dessy yang mendapatkan kejutan dengan kedatangan Zola, terlihat begitu bahagia. wanita paruh baya itu mencoba untuk bersandar pada kepala ranjang, tapi tidak diizinkan oleh Zola. “Mama berbaring saja, jangan terlalu memaksakan diri.” tegur iniZola yang diangguki oleh Dessy.“Kalian datang barengan?” “Iya ma, aku tadi nemenin Darel untuk kontrol,” sahut Zola, tangannya meraih jemari tangan Dessy. menggenggam erat tangan keriput yang nampak lemah itu. melihat ekspresi wajah Dessy yang kebingungan, Zola melanjutkan perkataannya. “ Sekarang, aku sudah kembali lagi ke rumah, ma. Mama cepat sembuh ya, biar kita bisa satu rumah lagi.”“Zola, jangan bercanda. jangan membohongi mama, hanya untuk membuat mama senang. sebagai sesama wanita, mama tahu bagaimana rasa sakit hati yang kau pendam. terlebih, Darel juga sudah mengajak wanita itu di rumah,” Dessy tidak langsung mempercayai ucapan Zola.“Yang aku katakan benar ma, tanyakan saja pada Darel. aku merubah keputusan
“Zola ingin agar aku mencari dokter Jantung terbaik untuk mengoperasi mertuanya.” Daries berucap sesaat setelah ia mendapat telpon dari Zola. Dania yang mendengar hal itu, nampak tidak terlalu suka. walaupun Dessy sudah baik pada Zola, tetap saja ia tidak terima dengan hal yang dilakukan oleh Darel. “Terserah, aku tidak ingin ikut campur. jujur saja, aku kesal dengan permintaan Zola yang tidak masuk akal dan dirimu justru menyetujuinya!”Daries hanya tersenyum tipis sembari mengangkat kedua bahu.“Seharusnya, kau larang Zola melakukan hal itu. sebagai ayah, apa tidak ada lagi hal yang bisa kau lakukan kecuali membuatnya berada dalam bahaya?”“Dania sayang, untuk apa aku mengkhawatirkan seseorang yang tidak bisa aku andalkan. aku lebih suka dengan anak lelaki yang memiliki prinsip. sebenarnya Zola memiliki hal itu dalam dirinya, tapi sayangnya dia adalah wanita yang selalu mengandalkan perasaan daripada logika.” Sahut Daries, tangannya terulur untuk mengambil gelas berisi kopi hitam b
“Ada kabar yang kurang menyenangkan.” Doni membuka pembicaraan. menunggu Edgar membuka sebuah pembicaraan, sepertinya itu tidak mungkin. sejak tadi, Edgar justru terlihat begitu fokus pada layar ponselnya. padahal, kedatangan Doni ke rumah Edgar ini merupakan permintaan Edgar sendiri yang mengatakan ada hal penting yang harus ia kerjakan. parahnya lagi, saat itu Doni tengah berkencan dengan kekasih barunya. menyebalkan sekali!Mendengar pernyataan Doni, Edgar lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.“Katakan,”“Sepertinya orang tua Zola Maharani akan mengadakan pesta ulang tahun perayaan Hotel mereka.”“Lalu? apa masalahnya?” Edgar masih belum mengerti.“Ulang tahun Hotel mereka, bertepatan dengan acara anniversary wedding pak Valden dan Bu Rabia, orang tua anda.”Edgar gegas untuk kembali mengambil ponselnya.“Jam?”“Sama persis dan itu bisa jadi masalah internal. para tamu undangan juga hampir sama, hal itulah yang membuat beberapa rekan kerja bisnis sedikit gundah, bing
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau