“Ada kabar yang kurang menyenangkan.” Doni membuka pembicaraan. menunggu Edgar membuka sebuah pembicaraan, sepertinya itu tidak mungkin. sejak tadi, Edgar justru terlihat begitu fokus pada layar ponselnya. padahal, kedatangan Doni ke rumah Edgar ini merupakan permintaan Edgar sendiri yang mengatakan ada hal penting yang harus ia kerjakan. parahnya lagi, saat itu Doni tengah berkencan dengan kekasih barunya. menyebalkan sekali!Mendengar pernyataan Doni, Edgar lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.“Katakan,”“Sepertinya orang tua Zola Maharani akan mengadakan pesta ulang tahun perayaan Hotel mereka.”“Lalu? apa masalahnya?” Edgar masih belum mengerti.“Ulang tahun Hotel mereka, bertepatan dengan acara anniversary wedding pak Valden dan Bu Rabia, orang tua anda.”Edgar gegas untuk kembali mengambil ponselnya.“Jam?”“Sama persis dan itu bisa jadi masalah internal. para tamu undangan juga hampir sama, hal itulah yang membuat beberapa rekan kerja bisnis sedikit gundah, bing
Pernyataan Edgar membuat Rabia sedikit tersinggung. wanita itu, lalu melempar pandang pada Doni. tanpa menunggu lama, Doni terlihat mampu mengartikan tatapan Rabia.“Saya sudah berusaha untuk meyakinkan Tuan Edgar untuk ikut andil dalam acara perdana ini. tapi, beliau lebih memilih untuk pergi ke acara keluarga Joyokusumo. untuk alasannya, tentu saja demi kelangsungan bisnis yang selama ini dijalani oleh Tuan Edgar sendiri.”“Tidak masuk akal!” Rabia kembali memfokuskan pandangannya pada Edgar. “ Jangan mempermalukan kami. kau harus hadir dalam acara perdana yang diadakan oleh ayahmu.”“Tapi, ada syaratnya,”Rabia mendesah pasrah, berdebat dengan darah dagingnya sendiri sungguh sangat menguras tenaga.“Aku akan mengundang seseorang untuk menjadi pasanganku. tidak peduli dengan konsekuensi yang nantinya akan aku ciptakan, biarkan aku melangkah pada pilihanku sendiri.”Rabia ragu, namun ia tak bisa gegabah langsung menolak permintaan Edgar. jika ia menolak, tentulah rencananya akan bera
Seperti dugaan Zola, wanita bertubuh mungil itu diturunkan tepat di depan Hotel. agar tidak dicurigai oleh Darel, Zola berpura-pura memasuki Hotel. namun, sampai di Lobby Hotel, Zola kembali keluar. seperti pemikiran Zola, Darel tidak memberikan kesempatan untuk Zola mengetahui tempat tujuannya bersama dengan Rosa. tidak kehabisan ide, Zola berusaha untuk menghubungi nomor ponsel yang tadi ia kirimi pesan. namun, ponsel yang dihubungi justru tidak aktif.saat memutuskan untuk mencari Taksi, sebuah mobil keluaran terbaru berhenti tepat di hadapannya. Zola masih menerka-nerka, siapa pengemudinya. sampai saat kaca jendela sedikit diturunkan, Zola baru menyadari bahwa pengemudi mobil itu tidak lain adalah Edgar. “Masuklah!” Zola mengangguk mengiyakan, lalu bergegas untuk masuk kedalam mobil. wanita itu tanpa ragu memilih untuk duduk di samping kursi pengemudi.“orangku sudah mengikuti mereka. jadi, tenang saja kita akan tahu, kemana perginya Darel.” Kata Edgar saat mobil yang ia kendarai
Dokter yang memiliki nama asli Tania Putri itu, nampak tidak senang dengan pengakuan Rosa. dokter Tania meletakkan Stetoskop yang dikalungkan di lehernya ke atas meja. sepertinya, akan panjang urusannya bersama dengan pasangan yang hari ini berada di kliniknya ini. “Kenapa harus digugurkan? seharusnya kalian bahagia bisa mendapatkan rezeki yang belum tentu didapatkan oleh pasangan yang mendambakan memiliki buah hati.” Rosa menundukkan wajahnya, tidak berani menatap langsung wajah sang dokter. merasa kata-katanya tepat sasaran, dokter Tania kembali melanjutkan ucapannya. “ Manusia diberikan akal pikiran sebelum berbuat sesuatu. jadi, terima resikonya. sebagai dokter, kami juga pernah disumpah untuk tidak melanggar hukum atau lebih tepatnya menggunakan keahlian kami untuk digunakan melawan hukum. janin yang ada di kandungan anda berhak untuk hidup. Jadi tolong, bersikaplah layaknya seorang manusia yang memiliki hati. saya akan bantu dengan segenap kemampuan saya. Kita akan menjalani
Dan sesampainya di rumah, Zola bergegas untuk sengaja duduk di ruang tamu untuk menyambut kedatangan Darel dan Rosa. Zola yakin, tidak mungkin Darel langsung pergi ke Hotel, tentunya pria itu akan mengantarkan Rosa pulang terlebih dahulu. butuh waktu yang cukup lama sampai akhirnya deru suara mobil Darel terdengar sudah memasuki halaman depan rumah.“Kalian sudah pulang?” sambut Zola saat Darel dan Rosa sudah menginjakkan kaki di rumah. Rosa terlihat tidak memperdulikan ucapan Zola. ia bermaksud untuk langsung pergi ke kamarnya.“Bagaimana hasilnya? Positif?”Langkah kaki Darel dan Zola terhenti, keduanya menoleh pada Zola yang nampak tersenyum tipis sembari menunggu jawaban yang akan keluar dari bibir Rosa.“Apa maksudmu mengatakan hal itu? jangan-jangan kau membuntuti kami!” tebak Rosa.Zola mengangkat kedua bahu acuh.“Lantas, mengapa kau menanyakan hasilnya? pasti kau tadi sudah mengikuti kami sampai ke Klinik!” Rosa tidak dapat mengontrol emosi. Darel hanya mampu mendesah pasrah
Zola mendapatkan kabar dari ayahnya bahwa operasi pemasangan ring jantung mama mertuanya akan dilakukan hari ini. Zola sempat berpikir akan mengatakan kabar baik ini pada Darel, namun ia urung melakukannya karena masih kesal dengan suaminya itu. sebelum berangkat ke Rumah Sakit, Zola menghubungi Rumi terlebih dahulu. tentunya, ia ingin ditemani oleh sahabatnya itu.“Sudah di dalam?” Rumi datang saat Zola sudah berada di depan ruangan Operasi yang nampak lampunya telah menyala, menandakan bahwa saat ini ruangan itu tengah digunakan untuk tindakan medis.Zola mengangguk kecil, lalu memberi isyarat agar Rumi duduk disebelahnya.“Bismillah, insyaallah akan lancar operasinya.” Ucap Rumi, tangannya menggenggam erat tangan kanan Zola. Rumi dapat melihat raut kegelisahan pada diri Zola.“Aku belum sempat bertemu dengan mama sebelum masuk ruang operasi. ayah mengabariku mendadak atau, mungkin saja beliau sengaja melakukan ini,”“Jangan bicara seperti itu. aku yakin, om Daries tidak bermaksud u
Manusia berhak untuk merencanakan sesuatu yang menurut mereka itu adalah hal yang paling baik untuk kehidupannya. tapi, jangan pernah melupakan satu hal. bagaimana pun rencana hebat itu sudah tersusun dengan rapi, tetap saja semuanya Tuhan yang menentukan. sama halnya dengan yang saat ini dialami oleh Zola, wanita dengan paras cantik itu tampak begitu tidak tenang. sudah tiga jam lamanya ia menunggu di depan ruang operasi. namun, sepertinya belum ada tanda-tanda pintu ruangan itu akan terbuka.“Ini sudah lewat jam makan siang, lebih baik kita ke kantin dulu, Zola.” Rumi mencoba untuk mengingatkan. Zola mendesah pasrah, menelan ludah berulang kali juga tidak akan membuat perutnya kenyang begitu saja. sejak tadi pagi juga Zola belum sarapan, dan jujur saja yang dirasakannya saat ini perih dibagian perutnya.“Jangan bilang pagi tadi, kau juga belum sarapan?” tuntut Rumi curiga saat melihat ekspresi wajah Zola yang sedikit memucat.“Zola!” Rumi kehabisan stok kesabarannya.“Aku lupa sara
“Apa aku harus mengatakan soal operasi mama pada Darel?” Zola menatap ponselnya yang terus bergetar saat ada seseorang yang berusaha untuk menghubungi ponselnya. ya, orang yang sejak tadi menghubungi Zola adalah Darel. Rumi mengalihkan pandangannya pada ponsel Zola yang sejak tadi bergetar di atas meja. makannya jadi sedikit terganggu karena ulah suami Zola itu.“Angkat saja dan katakan yang sejujurnya. walaupun menyebalkan, tapi dia berhak tahu tentang keadaan Tante Dessy. biar bagaimanapun, Darel adalah anaknya."Zola hanya bisa menghela napas pelan, lalu menekan layar ponselnya dan mengaktifkan pengeras suara.‘Hallo, sayang…’Rumi hampir saja muntah mendengar kalimat sayang yang diucapkan oleh Darel. bisa-bisanya pria itu mengatakan hal yang berbanding terbalik dengan kenyataan yang sesungguhnya.“Ada apa menghubungi ku?” Zola tidak langsung memberi kabar soal operasi yang kini tengah dijalani oleh Dessy.‘Aku hanya penasaran, kenapa kau tidak berada di Hotel. apa saat ini kau be
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Pandangan Zola teralihkan pada ponselnya yang berdering. wanita cantik itu lantas merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya. Zola menatap pada Edgar, seperti meminta izin pada kekasihnya itu untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.“Rumi,” ucapnya pelan yang diangguki oleh Edgar.“Hallo,”‘Zola, maafkan aku.’ sahut Rumi tanpa berbasa-basi.‘aku tahu, pernikahanku ini berdampak pada kehidupanmu. tapi, aku sungguh tidak tahu jika keadaannya sampai seperti ini. Isa baru saja menghubungi diriku dan mengatakan akan membatalkan pernikahan ini. bagaimana ini, Zola? undangan sudah terlanjur tersebar dan…aku malu sekali. aku tidak tahu, apa Masalahnya sampai Isa memutuskan hal ini tanpa berbicara padaku. namun,” ada jeda waktu saat Rumi kembali akan melanjutkan perkataannya. ‘aku yakin, ini berhubungan denganmu.’“Kenapa harus aku, Rumi? bukankah kita sahabat, lantas apa yang mendasari dirimu yakin jika Isa membatalkan pernikahan ini gara-gara diriku?” ucap Zola tanpa mengalihkan
“Aku pikir ayah akan sedikit mengasihi kami, sebagai keluarga. namun, nyatanya kami harus kembali di tampar oleh fakta menyedihkan soal pengkhianatan yang ayah lakukan pada ibu.”PRAK!Daries membanting piring yang ada dihadapannya, membuat piring berbahan keramik itu pecah berantakan di lantai. baru kali ini, Zola melihat wajah kemarahan sang ayah. dan itu semua disebabkan oleh Isa. anak kandungnya yang sudah lama ia rahasiakan. “Cukup Daries, kau membuat Zola ketakutan.” “Sebagai seorang ibu, kau tidak bisa mengajari dan mendidik anak kita! lihat kelakuannya sekarang setelah bercerai, berani sekali mengungkapkan isi hatinya dan berencana meninggalkan rumah ini!”Zola menatap wajah ibunya, berharap agar wanita itu bisa sedikit saja tegas pada ucapan Daries. tapi, kenyataannya tidak seperti yang Zola inginkan. Dania hanya dapat menundukkan wajah tanpa berani menatap langsung wajah Daries.‘setidaknya aku tidak selemah ibuku,’ batin Zola lalu pergi meninggalkan ruang makan. Setelah
Semalaman Edgar tidak tidur dengan tenang. pria berlesung pipi itu terus saja terbayang wajah Zola yang dipenuhi oleh air mata. betapa rapuhnya pondasi hati wanita yang dulu ia kenal begitu tegar dan tak gampang untuk menangis. Zola juga merupakan wanita yang tidak mudah untuk menunjukkan kesedihannya. pasti ada sesuatu yang membuat kekasihnya itu begitu terpuruk dan terlihat begitu putus asa. karena waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan, Edgar bergegas untuk mandi dan melakukan aktifitas seperti biasanya.“Sebaiknya kau pikir ulang untuk menikahi anak Joyokusumo itu,”Edgar menghentikan sendok yang berisi makanan yang sudah hampir masuk ke dalam mulutnya. pernyataan yang baru saja keluar dari bibir Valden membuat suasana hati dan nafsu makan Edgar seketika hilang begitu saja. bukankah slhal ini sudah dibahas berulang kali dan kesepakatannya adalah ia boleh menikahi Zola, yang penting hal itu tidak berdampak buruk pada bisnis keluarga ini. Melihat ekspresi wajah Edgar yang t
“Aku bilang keluar!” teriak Zola tanpa peduli jika suaranya terdengar sampai keluar. walaupun kamar ini kedap suara, namun saat ini pintu kamar Zola tidak ditutup dan bisa saja suaranya terdengar sampai keluar. melihat ekspresi wajah kesal Zola, tidak membuat Isa tergugah untuk pergi. pria itu justru terlihat menyilangkan kaki, santai sekali.“Aku belum berkata sampai point' pentingnya. menyerah saja, kau tidak akan bisa bersaing denganku. dari dulu, kau tergantung pada kemampuan ku untuk mengelola Hotel.”Zola menghela napas kasarnya, berupaya untuk tidak percaya dengan pendengarannya. namun, telinganya masih berfungsi dengan normal.“Maksudmu?”“Bersaing adil denganku tanpa melibatkan Edgar. aku sudah bicara dengan orang tua itu, kau tidak akan dilibatkan dalam proses pernikahan kami. lebih tepatnya, kau akan menjadi bagian dari tamu penting pernikahanku,”“Sejak kapan kau merencanakan ini semua?” tegas Zola, dalam hatinya berharap ini hanyalah ilusinya.“Sejak aku tahu, siapa jati
Zola menghela napas dalam-dalam, lalu menghembuskan secara perlahan-lahan. bagi Zola, seharusnya ayahnya tidak melakukan ini. ia juga anak Daries, untuk apa melakukan hal yang tak masuk akal begitu. menyuruhnya dan Edgar mengurusi hal-hal yang harusnya sudah di kerjakan oleh anggota wedding organizer, jadi tidak masuk akal untuk memaksakan diri mereka untuk…Zola menggeleng cepat, kesal dengan pemikirannya sendiri dan merasa terbebani dengan permintaan sang ayah. saat akan merebahkan tubuhnya di kasur, suara ketukan pintu membuatnya harus menunda keinginannya untuk beristirahat sejenak. saat membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Zola saat melihat Isa berada di depan kamarnya. “Boleh masuk?”Zola menggeleng cepat, tidak mengizinkan Isa masuk ke dalam kamarnya. “Ada yang ingin aku bicarakan, anggap saja ini sebagai kado pernikahanku.” Isa masih berusaha untuk meyakinkan Zola.“tap-” belum sempat Zola mencerna perkataan Isa, pria itu langsung menerobos masuk kedalam kamar Zola. “Kau