Rumi tidak memperpanjang perdebatannya dengan Isa. mungkin untuk saat ini, ia harus sedikit mengalah untuk mengesampingkan kepentingan sahabatnya sendiri. walau Rumi tidak tahu pasti, apa yang membuat Isa merubah sifatnya menjadi lebih membenci Zola. Rumi juga tidak ingin munafik, pernikahannya sudah tinggal menghitung hari dan ia tidak ingin pernikahannya hancur berantakan. katakanlah ia egois, tapi Rumi begitu mencintai Isa. *** Zola menatap layar laptopnya sembari menghela napas kasar. pekerjaan yang menumpuk disertai dengan sekelumit permasalahannya membuat tubuh dan pikirannya seperti diperas habis. ingin sekali rasanya pergi ke suatu tempat yang menenangkan diri, tapi Zola terlalu gengsi jika harus menghubungi terlebih dahulu Edgar. Ia ingin agar pria itu berinisiatif untuk menghubungi dirinya terlebih dahulu. “Hai, apa aku mengganggumu?” Zola mengangkat wajah, menatap tak percaya jika pria yang baru saja menghiasi pikirannya, justru kini berdiri di ruangannya. dengan senyu
Zola hanya dapat memandang penuh dengan banyak pertanyaan di kepalanya. saat ini, Zola tidak dapat mengalihkan pandangannya pada Edgar yang terlihat begitu lahap menyantap makanan yang sudah tersedia diatas meja. sesekali Edgar melirik ke arah Zola yang terlihat diam saja dan belum menyentuh makanannya. Edgar tidak terlalu ambil pusing, ia terus saja menikmati makanannya. "Apa kau sering datang ke tempat seperti ini?" akhirnya Zola memutuskan untuk bertanya. ia sudah tidak tahan lagi melihat ekspresi wajah Edgar yang terlalu menikmati makanan. bukan jijik karena berada ditempat warung lesehan seperti ini, lebih ke rasa penasaran karena Zola sendiri belum Pernah makan ditempat seperti ini. apalagi seorang Edgar Valden, seorang pebisnis kaya raya. "tidak sering, hanya saja orang tuaku pernah sesekali mampir ke tempat seperti ini dan jujur saja, aku merasa lidahku cocok untuk makanan seperti ini. apa ini terlihat aneh?" Zola menggeleng, terlihat dipaksakan dan terkesan aneh dengan sen
Zola bersandar pada kursi depan mobil, tepatnya di samping Edgar yang saat ini tengah menyetir. suasana terasa begitu hening sesaat setelah keduanya sampai detik ini tidak ada yang memulai pembicaraan. Zola memejamkan mata, meresapi kejadian yang tadi terekam jelas dalam otaknya, bagaimna telatennya Edgar saat menyuapkan makanan. tanpa Zola sadari, pria di sampingnya terlihat mencuri pandang dan mendapati Zola tersenyum sendiri.“Apa yang sedang kau lamunkan, sayang? kau tersenyum begitu manis dan rasanya tidak adil jika tak kau bagi padaku,” deretan kalimat yang diucapkan oleh Edgar membuat Zola membuka mata dan langsung menatap sang pujaan hati.“Hanya mengingat kejadian yang lucu.” Sahut Zola berusaha untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. malu, rasanya jika ia harus jujur pada Edgar soal hal yang baru saja ia lamunkan. jika sampai kekasihnya itu tahu, dapat dipastikan bagaimna Edgar akan berbangga hati dan besar kepala.“Benarkah? tap-”“Sudahlah, jangan diperpanjang!” sela Zola
Hari berlalu begitu saja, tidak ada yang menarik bagi Zola kecuali rasa berkecamuk dalam hatinya. walaupun hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh ayahnya, tetap saja Zola merasa sedikit kecewa. sebentar lagi dunia akan tahu, bahwa ayahnya memiliki wanita lain dan tentu saja, buah hati dengan wanita itu. ya, siapa lagi kalau bukan Isa. pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat dan kakaknya itu kini justru berubah statusnya sebagai adiknya. pria itu akan menyandang status sebagai seorang anak Joyokusumo.“Sudah siap, sayang?” Zola mendongak, menatap wajah teduh ibunya yang terlihat begitu cantik dalam balutan kebaya berwarna gold.Zola tersenyum tipis, dadanya masih saja sesak walau ia sudah berusaha untuk meyakinkan diri bahwa ia sudah siap dengan semuanya. tanpa menunggu arahan ibunya, Zola bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar menuju ke tempat Resepsi Pernikahan Isa dan Rumi. Zola memang sengaja tidak menemani Rumi saat acara akad nikah, bukan tanpa alasan. Ia lebi
" Jangan disini, Darel!” Ucap wanita yang memiliki paras ayu dengan potongan rambut sebahu. Wanita itu, kini tengah berada di sebuah toilet sekolah. Walaupun toilet dalam keadaan sepi, tapi wanita itu nampak begitu gelisah. “Kenapa,Rosa? aku sudah lama menunggu momen ini.” Sahut Darel, pria berwajah tampan yang kini tengah menatap lekat wajah wanita yang bernama Rosa. “Ini terlalu berbahaya, Darel. Bagaimana kalau ada orang yang melihat kita berada di dalam toilet?” Rosa berupaya menolak, walau dalam hatinya ia juga berharap bisa berduaan dengan Darel. “Tidak, karena aku yakin mereka semua sedang menikmati puncak pestanya.” Ucap Darel, tak ingin kalah berargumen dengan wanita yang memiliki warna rambut coklat itu. “Bagaimana dengan istrimu?” lagi, Rosa masih bersikukuh dengan pendiriannya. Lebih jelasnya, ingin melihat bagaimana reaksi Darel saat ia menyinggung soal istrinya. Ada jeda sebelum suara pria itu terdengar lagi. Otaknya mulai memikirkan Zola, istri sahnya yang saa
“Hai, Zola!”Zola menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap wajah seseorang yang tadi memanggil namanya. Kedua alisnya bertaut saat menyadari siapa yang telah menyapanya. Walaupun tidak ingin berurusan dengan wanita yang kini tengah menatapnya penuh minat itu, namun Zola tak dapat langsung menolak kehadiran wanita itu. Ia tidak ingin Rosa curiga, jika dirinya tengah menghindari situasi bersama dengannya.“Apa kabar?” tanya Rosa dengan sikap seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu antara dirinya dan Darel.Zola menarik kedua sudut bibirnya, berusaha untuk tetap tersenyum.“Baik, seperti yang kau lihat. Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di Hotel Suamiku?” Zola sengaja menekan kata suami, agar Rosa bisa sadar akan posisinya.“Aku dapat panggilan telepon, untuk bekerja disini.”Zola menyipitkan matanya, mencoba untuk memahami situasi dan pernyataan Rosa.“Siapa?” tanyanya dengan perasaan yang tak menentu. “Darel,”***Zola membanting pintu masuk ruangannya. Tidak peduli dengan
Setelah insiden ciuman paksa oleh Darel, Zola memutuskan untuk pergi dari Hotel. Tidak peduli dengan rentetan kata kesal yang keluar dari mulut Darel. Ia takut jika moodnya yang sudah semakin berantakan akan Ia lampiaskan kepada orang lain. Zola mengendarai mobil tanpa arah tujuan. Ingin pulang, tapi ia sedikit takut menghadapi mertuanya. Jahatkah? Tidak, justru Zola sangat terbantu memiliki mertua yang begitu baik padanya. Kesal, akhirnya Zola memutuskan untuk pergi ke Pantai. Ya, Pantai merupakan tempat ternyaman menurutnya.Setelah memarkirkan mobilnya, Zola bergegas menuju ke jejeran tempat makan dan minum yang sudah disediakan oleh pihak pengelola Pantai. Zola menikmati air kelapa muda yang begitu menyejukkan tenggorokannya. “Zola?” Zola menoleh, melihat ke arah pria yang baru saja memanggilnya. Pria dengan rambut hitam serta wajah yang begitu tampan itu, nampak jelas tersenyum manis pada dirinya.Zola mengarahkan jari telunjuknya pada wajahnya. Ia takut saja, jika ada kesalah
“Sudah ada perkembangan?” tanya pria berwajah tampan yang kini tengah menelpon seseorang. Jari telunjuknya ia ketukkan di meja, seperti tengah meresapi jawaban yang ia dapatkan saat ini.“Terus cari tahu, hal sekecil apapun jangan sampai terlewatkan!” Pria itu, tidak lain adalah Edgar Valden. Seorang Pebisnis muda tampan yang sudah sangat terkenal di kancah internasional. Pemilik Hotel bintang lima terbanyak di Indonesia dan memiliki beberapa Hotel di luar Negeri. Saat ini Edgar sedang mencari tahu soal wanita yang telah mencuri perhatiannya sejak beberapa tahun terakhir. Namun, ia harus memendam rasa itu, ketika wanita yang ia suka lebih memilih pria lain. Zola Maharani. Ya, wanita cantik itu telah mengisi hati Edgar. Beberapa bulan ini, Edgar juga sudah memperhatikan gerak-gerik suami Zola yang begitu mencurigakan. Dan benar saja, Edgar dapat mengetahui perselingkuhan Darel dari informan yang sudah ditugaskan untuk mencari tahu kehidupan Darel. “Sebentar lagi, Zola. Kau akan j