“Kenapa hubungan kita sangat rumit,” aduh Inara masih memeluk tubuh Daniel.“Pasti semua akan baik-baik saja,” ujar Daniel menenangkan, meski ia juga tidak tenang sama sekali. “Setelah ini paman Nicholas pasti tidak akan membiarkan kita begitu saja. Pasti pria tua itu sedang merencanakan sesuatu.” Daniel mengajak Inara masuk ke dalam kamarnya sambil mengenggam tangan Inara. Memastikan bahwa tak ada yang melihatnya maka Daniel segera menutup pintu. "Aku minta kamu jangan berkata perihal paman di depan pelayan, Ta.""Memangnya ada apa, El? Aku hanya takut jika..." Daniel menunjuk satu jarinya dan menempelkannya ke bibir mungil Inara."Kamu bisa berhenti berakting jika di dalam kamarku.""Apa kamu yakin? Bagaimana jika pelayan suruhan pamanmu merekam kita?" Daniel tersenyum geli, "Dhita, aku sudah memastikan itu dan aku sudah memasang alat kedap suara di sini jadi kamu bisa berhenti berakting di sini dan sebaiknya kita lanjutkan rencana kita selanjutnya.""Baiklah kalau be
Joe mengangguk dan langsung membukakan pintu mobil untuk Daniel. Dia berjalan tergesa-gesa menuju ke mobil."Eren, perempuan itu? Kenapa bisa ada di sini? Joe segera cari tahu ini.""Baik, Pak." Tepat saat sampai di mobilnya, saat Daniel memasuki kursi kemudi, Eren ikut masuk di bangku samping kemudi. Daniel mencengkram tangannya di setirnya dengan kencang, "Kenapa kamu ikut masuk?” bentak Daniel yang kesabarannya sudah habis. “Hus! jangan marah-marah!” pinta Eren. Eren menaikkan rok yang ia kenakan sampai setengah pahanya. Perempuan itu berbicara dengan nada mendesis dan mendayu-dayu, berharap dengan suaranya ia bisa memancing gairah seorang Daniel.“Pak Daniel, sentuh aku!” pinta Eren menggoda. Godaan, rayuan dan desahan yang sengaja dikeluarkan Eren semata-mata untuk menarik perhatian pria di sampingnya. Daniel pria yang berprinsip. Dia tidak akan midah tergoda oleh perempuan manapun dan terlihat jelas bahwa perempuan di sampingnya ini memiliki maksud dan tujuan te
“Tidak ada apa-apa, hanya ingin berbincang kecil,” jawab Bagas mengambil duduk di samping Daniel. Daniel hanya mengangguk, mau mengusir pun malas rasanya. Sebisa mungkin Daniel tidak mau berbasa-basi dengan Bagas kalau itu tidak menyangkut pekerjaan. Pria seperti Bagas tidak layak dijadikan teman. "Jika bukan karena paman, aku sudah mengambil sahammu di perusahaanku dan mana mau aku bekerja sama denganmu." Bagas tersenyum tipis, "Paman Nicholas harus bertanggung jawab padaku, jadi kamu tak akan bisa mengusirku dari perusahaan ayahmu." Awalnya semuanya berjalan lancar, tetapi otak licik Bagas dan Eren memang sudah sepaket. Kedua orang itu tidak ada baik-baiknya sama sekali. “Katanya ini menu baru di bar ini. Aku sudah meminumnya, sangat enak dan segar,” ujar Bagas menyodorkan gelas yang ia bawah. Daniel mengerutkan dahinya melihat gelas yang diberikan padanya. “Rasanya memang enak. Kalau mau, biar aku pesankan yang sama seperti ini,” ucap Bagas lagi. “Tuan, menu ocean
Siapa sangka jika si cantik Eren ternyata adalah perempuan yang sangat gila harta sehingga ia menyetujui tawaran Bagas hanya karena pria itu mau membayarnya dengan mahal.“Aku mengadakan reuni kuliah akhir pekan ini, kuharap kau mau datang,” ucap Eren.“Akan kupikirkan. Mungkin jika aku tidak sibuk aku bisa datang,” jawab Daniel sambil tersenyum sopan. Eren meraih tangan Daniel, lalu meremasnya. “Kumohon, reuni tak akan indah tanpa kehadiranmu, Daniel. Oh, ayolah, kita sudah lama tidak bertemu dan berkumpul,” bujuk Eren. Daniel melirik Inara yang berdiri di sampingnya, wajah perempuan itu tampak sedikit tertekuk. Daniel lantas melepaskan genggaman tangan Eren dari tangannya. Pria itu menghembuskan napas lelah."Baiklah, aku akan datang,” ucapnya pada akhirnya. Eren yang senang dengan keputusan Daniel hendak bergerak memeluk pria itu. Namun, sebelum sempat ia mendekat, Daniel sudah mundur dan menahannya. “Aku sedang sangat sibuk sekarang. Jika kau tak keberatan, kau bi
“Aku benar-benar minta maaf, Nona,” ucap pelayan itu sekali lagi. Tentu saja pelayan itu tak benar-benar merasa bersalah dan meminta maaf karena ia sudah dibayar oleh Eren untuk menumpahkan minuman ke dress yang dikenakan Inara agar bisa mempermalukan wanita tersebut. Rencana Eren bisa dibilang berhasil karena saat ini, semua orang menatap Inara dengan tatapan mengejek. Seolah kesialannya tak berhenti di sana, pelayan yang sedang mengelap dress Inara ternyata justru mendorong wanita itu hingga ia tercebur ke dalam kolam renang.Byurrrr .... Suara air terdengar begitu keras. Orang-orang yang ada di sana sontak terkesiap dan berteriak. Pelayan tadi sontak langsung berlari karena ia tak mau ketahuan jika dirinya dengan sengaja mendorong Inara hingga perempuan itu tercebur. Inara yang sudah basah kuyup berusaha untuk keluar dari kolam renang. Namun, karena ia memang tak pandai berenang, ia mengalami kesulitan yang membuatnya hampir tenggelam. Inara melambaikan tangannya di
“Ta, apakah kamu baik-baik saja?” tanya Daniel. Perasaan kalut yang tadi sempat menyelimutinya sedikit demi sedikit mulai berkurang begitu Inara membuka bola matanya. “Katakan sesuatu, Sayang ....” Inara menganggukkan kepalanya perlahan. “Aku baik-baik saja, El,” jawabnya sambil tersenyum lemah. Melihat tubuh Inara yang tampak menggigil, Daniel lantas melepaskan jasnya dan membalut tubuh Inara dengan jasnya. Pria itu lantas membopong tubuh Inara untuk meninggalkan acara reuni dan menuju ke mobilnya yang terparkir tak begitu jauh dari teras restoran tersebut. Eren dan Bagas yang melihat hal tersebut tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah Daniel. Rencana mereka pastinya akan mudah ketahuan jika mereka terlihat terlalu mengotot untuk memisahkan dua sejoli tersebut. Sementara Rika menatap tajam ke arah suaminya, dia menarik tangan Bagas dan membawa pria itu pulang."Apakah maksudmu seperti ini pertunjukan yang harus aku tonton? Aku harus melihat suamiku hampir saja
“Justru rasanya sangat enak. Kamu memang pria yang begitu sempurna, sudah tampan, pintar masak, dan begitu perhatian lagi." Daniel menyentil dahi Inara dengan gemas. “Kamu saja yang tidak tahu apa kekuranganku,” celetuknya melirik istrinya. Inara tertawa terbahak-bahak. Wajah Daniel yang tampak masam membuatnya menggeleng-gelengkan kepala dengan geli. Pria tampan itu ternyata bisa menunjukkan ekspresi demikian di hadapannya. Padahal, dulu ia sempat berpikir jika Daniel adalah pria yang cool. Daniel ikut tertawa bersama Inara. Setelah berbagai upaya yang dilakukannya, akhirnya Inara dapat kembali dengan normal. Perempuan itu tak lagi terlihat pucat dan menggigil karena kedinginan. Bahkan perempuan itu sudah mulai banyak berbicara. Tidak seperti tadi. "Apa kamu sudah agak baikan, Ta?""Iya, sudah baikan kok." Tangan Daniel bergerak untuk mengacak-acak rambut Inara, lalu mengecup puncak kepala gadis itu tanpa sadar.“Kamu tahu, aku tadi sangat khawatir denganmu Sebenarny
Eren tersenyum, lalu berkata, “Kamu tahu bukan, jika aku memiliki perusahaan yang bergerak di bidang fashion? Sebagai seorang designer, aku sangat ingin memiliki toko yang dibangun oleh perusahaanmu dan perusahaan Bagas.” Daniel sedikit tersentak karena Eren membawa-bawa nama Bagas Bukan apa-apa, dia hanya sedikit terkejut saja. Pria itu tak menyangka sama sekali jika Eren ingin bekerja sama dengan dirinya dan Bagas sekaligus.“Kita bisa membagi keuntungan dari hasil penjualan produk fashion-ku. Tentu kamu tahu jika fashion adalah sesuatu yang sangat menjanjikan saat ini mengingat banyaknya anak muda yang tertarik dengan dunia mode,” bujuk Eren. Daniel berpikir sejenak. Dia tahu jika Eren memanglah teman lamanya, namun sepertinya dia harus memikirkan keputusannya secara matang-matang. Dia tak boleh menerima tawaran Eren hanya karena mereka telah lama mengenal satu sama lain.“Eren, sepertinya aku harus membicarakan ini dengan sekretarisku terlebih dahulu,” jawab Daniel dengan
Dia merapikan riasannya agar tak terlalu norak, si wanita yang menghiasnya tadi pun memberikan sepatu berwarna senada dengan gaun yang dikenakannya. Tidak lama kemudian, suara ketukan terdengar dari balik pintu. "Masuk saja," ucap Inara mengetahui bahwa itu adalah suara Daniel. Ketika tangan Daniel membuka pintu tersebut, matanya terbelalak kaget ketika mendapati Inara yang begitu cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mulutnnya hingga ternganga membulat dan berbentuk huruf o. "Kamu cantik seka--" Daniel tak melanjutkan kalimatnya namun bibirnya langsung saja menyambar bibir ranum perempuan itu, tanpa penolakan dari Inara. Beruntungnya si perias tadi sudah dipersilahkannya keluar lebih dulu. Sentuhan lembut itu mampu memancing hasrat Inara yang juga menggebu hingga terjadi pangutan yang begitu lama, "Kamu cantik sekali, Ra," bisik Daniel baru menyadari orang-orang telah menunggunya di bawah."Terima kasih, El.""Apa kamu yakin dengan pernikahan ini, Ra?" "Apa maksudmu?
Daniel meminta Joe untuk menemukqn Inara secepatnya."Bagaimana bisa sudah satu minggu lamanya kalian tak menemukan Inara.""Kami akan berusaha menemukannya, Pak." Di sidang pada hari berikutnya, Rika lagi-lagi terus berkelit.“Nona Rika, kami minta tolong untuk Anda berkata jujur dan tidak berkelit,” ucap sang hakim agung.“Maaf, Yang Mulia. Tapi begitulah kenyataannya. Aku sama sekali tidak mengerti tentang kejadian yang Anda maksudkan atau yang kalian tuduhkan kepadaku. Aku benar-benar tidak bersalah dalam kasus ini,” ucap Rika.“Tapi, kenapa semua saksi berkata jika Anda juga terlibat kalau memang Anda tidak terlibat, Nona?"“I-itu pasti karena mereka sudah bersekongkol untuk menjebloskan aku ke dalam penjara!” kelit Rika sambil menyilangkan tangan di depan dada. Terdengar derit pintu terbuka membuat semua orang menoleh ke sumber suara."Tentu saja yqng salah harus dihukum. Aku datang sebagai korban atas pembunuhan yang telah kamu rencanakan, Rika. Bukan hanya aku yang men
Inara langsung meremas tangan Daniel dengan kuat hingga ia tidak menyadari jika kuku panjangnya itu membuat jemari Daniel terluka."Yang benar saja kamu melukai jariku," gumam Daniel merasakan perih di punggung tangannya. Tidak cukup di situ saja, Inara langsung memeluk Daniel karena takutan dengan kegelapan. Perempuan itu baru membuka matanya ketika Daniel sudah mengatakan bahwa lampu sudah menyala."Yang benar saja villa semegah ini bis--" Inara mengatupkan bibirnya karena melihat ruangan kamar itu dipenuhi dengan bunga-bunga dihiasi dengan sebuah kata-kata yang membuatnya terbelalak kaget."Apa maksudnya ini, El?" tanya Inara langsung menoleh ke arah Daniel."Maukah kamu menikah denganku?" Daniel dengan duduk berjongkok lalu menyodorkan sepasang cincin ke arah Inara."Benarkah kamu ingin menikah denganku?" tanya Inara benar-benar tidak percaya."Bukankah kamu harus menjawab pertanyaanku tadi? Mengapa nalah balik bertanya." Tanpa berpikir panjang lagi Daniel langs
Langsung saja perempuan itu menarik tangan Daniel dan memintanya untuk menjauh dari seorang gadis yang menjaga toko tersebut."Apakah itu tidak terlalu mahal?" protes Inara sembari membujuk Daniel untuk memikir ulang membeli cincin tersebut."Tidak apa-apa, Ra! Kan jarang banget aku membeli barang seperti ini dan aku tidak pernah menilai sesuatu dari harganya," balas Daniel meminta pelayan untuk membungkusnya."Apakah kamu ingin membeli yang lain? Pilih saja, nanti aku yang akan bayar," tawar Daniel melirik Inara yang terus saja mengomelinya. Hipotesa negatif mulai bersarang di dalam otaknya, melihat Daniel yang membeli barang tanpa memikirkan nilai harganya dantidak tahu untuk siap cincin tersebut maka membuat jiwa Inara bergejolak dan ingin membeli sesuatu yang sama nilainya dngan cincin tersebut."Baiklah, aku ingin membeli gelang, tetapi kalau harganya mahal, kamu tidak akan protes kan?" Inara sontak menoleh ke arah Daniel yang sedang duduk santai di atas sofa. Daniel t
Inara yang menatap dua orang itu saling beradu pandang pun merasa jengkel. Ia terus meneguk habis minumannya hingga membuatnya tersendak.Uhuukk... Uhuuk.."Minumlah." Daniel menyodorkan segelas air mineral ke arahnya. Melihat tindakan Daniel yang begitu sigap membantunya, membuat Inara sering bertanya-tanya apa yang sebenarnya Daniel pikirkan. Bagaimana bisa dia memberi perhatian kepada dua perempuan sekaligus. Hubungannya yang begitu dekat dengan Kanza benar-benar membuat Inara harus extra sabar menyaksikan hal itu."Mengapa aku jadi cemburu sih." Bagaimana tidak cemburu, Kanza pun terkadang bersikap manja dengan seorang pria blasteran itu di depan Daniel dan dirinya. Bahkan mereka saling menatap penuh makna satu sama lain. Ketika makanan sudah dihidangkan di atas meja, Kanza pun menyodorkan makanan kesukaan sang bule itu ke arahnya lalu memaksa sang pria bermanik mata hijau itu memakan satu suapan untuknya. Bukan hanya cantik saja, tetapi Kanza juga begitu handal m
"Iya, El." Inara menjawab terbata-bata karena jarak mereka yang hanya beberapa senti meter saja membuat Inara sedikit ketakutan. Daniel menelisik tajam ke arah Inara dan menatap sepasang bola mata perempuan cantik itu lalu ia membisikkan sesuatu hal yang membuat Inara berteriak. "Apa kamu sudah tak waras, El! Aku mana mungkin melakukan itu, hal yang terjadi kepada kita itu karena ketidaksengajaan." Inara mengingatkan Daniel apa yang pernah mereka lewati ketika malam nahas itu. Pria itu masih mengunci pergerakannya dan menatap Inara dengan sangat dalam, dia tahu bahwa saat ini Inara sedikit ketakutan dengannya. Namun, Daniel ingin membuat Inara sadar, lalu dia membisikan sesuatu lagi."Itupun jika kamu mau menikah denganku, jika tidak ya terserah padamu," ucapnya sedikit mengancam dengan senyuman yang mengembang di sudut bibirnya."Tidak akan! Aku tidak akan melakukan itu." Inara protes tidak menyetujui keinginan pria tersebut. Kemudian Daniel menatap lagi k
Mendengar itu sontak saja Inara mendekati Daniel dan hendak memukulnya, tetapi sayangnya kaki terpeleset dan membuat tubuhnya tak seimbang lalu hendak jatuh, beruntungnya tangan kekar itu langsung menarik tubuhnya sehingga masuk dalam pelukannya, tetapi tanpa sengaja karena ingin menolong Inara, malah handuk yang dipakainya jatuh ke lantai membuat tubuh pria itu terlihat polos hanya mengenakan alat pelindung untuk menutupi juniornya saja."Ambil handukmu, El." Sontak saja Inara Langsung memejamkan matanya seraya membenarkan posisinya."Lalu aku harus apa jika aku tidak menolongmu maka kamu akan jatuh," cibir Daniel merasa serba salah."Tetapi tidak begitu juga, El!" protes Inara."Kenapa kamu malu melihatnya, bukankah sudah sering melihatnya.""Iya, tapi aku tidak nafsu kok." Mendengar itu, Daniel mengambil handuk tersebut dan menutupi juniornya lalu keluar dari kamar Inara dan menutup pintu kamar dengan keras. "Apa dia benar-benar serius? Tidak nafsu denganku lalu kenapa
Daniel mengamati raut wajah Inara dan sepertinya perempuan itu benar-benar yakin dengan rencananya tersebut. Daniel jadi bingung dibuatnya."Apakah Inara yakin ingin merencanakan pernikahan itu?" gumam Daniel sedikit menggerutu. Semilir angin malam itu menyentuh kulit dan membuatnya terus memeluk ledua tangannya sehingga membuat Daniel melangkah masuk ke ruang kerjanya dan mengambil jasnya."Apakah kamu masih mencintai Bagas?" tanya Dankel menoleh ke arah istrinya.. Mendengar pertanyaan itu, Inara balik menoleh ke arah Daniel dan menjawab pertanyaannya."Bohong bila aku tidak mencintainya? Bagaimanapun pria itu pernah tersimpan indah di dalam lubuk hatiku, tetapi untuk kembali padanya dan mengulang masa lalu, aku rasa itu tidak mungkin meski.." Inara menjeda kata-katanya, seolah tidak sanggup untuk melanjutkannya."Meski kenapa" tanya Daniel ingin tahu isi hati perempuan itu. Memandangi wajah Inara, pria tampan itu tahu apa yang ada di dalam isi hatinya sama hal s
Daniel semakin erat memeluknya dan terus menyemangati Inara dan menasehatinya bahwa yang bisa menentukan pilihan itu adalah dirinya sendiri. Usai perempuan itu merasa lega, Daniel menyuruh Inara untuk meminum teh hangat agar tubuhnya merasa lebih baik lagi. Tak disangka perempuan itu menuruti kata-katanya dan Inara pun meminta Daniel membawanya ke balkon atas dan menikmati udara malam itu spontan saja Daniel langsung menolaknya mengingat bahwa tubuh perempuan itu masih begitu lemah."Please, ikuti perintahku! Jika kamu sehat aku tidak akan melarangmu," ketusnya tak senang. Dengan sangat terpaksa dan tidak ingin berdebat karena tubuhnya memang masih sedikit lemah maka Inara pun mengangguk, perempuan itu lantas menyuruh Daniel untuk membersihkan diri karena baju pria tampan itu juga sangat basah. Setelah pergi meninggalkan Inara dan masuk ke dalam.kamarnya, entah mengapa Daniel merasa tak tenang. Ada sedikit kegundahan yang menimpa dirinya kenapa bisa Bagas berkata seperti i