Inara mendekatkan tubuhnya ke arah Daniel dan membisikkan sesuatu di telinga pria tampan itu. Entah apa yang perempuan itu katakan namun tak lama kemudian Daniel langsung mengangguk bertanda dia setuju dengan apa yang dikatakan Inara.
"Baiklah kalau begitu sayang," sindir Inara sambil menaikkan alisnya menatap Daniel. Daniel tersenyum geli mendengar Inara memanggilnya sayang. "Apakah kamu bilang aku sedang bercanda?" Lagi-lagi Inara tersenyum geli, "Iya, Pak. Saya juga tidak bercanda kok. Saya mau menikah dengan Bapak asal Bapak mau menyetujui syarat yang saya bilang tadi." "Baiklah jika keinginanmu begitu, aku akan menyuruh Joe membuat surat kontrak pernikahan kita." Jauh di dalam lubuk hati Daniel, dia begitu bingung dengan syarat yang diajukan Inara untuk menikah kontrak selama satu tahun saja dengannya. "Apakah diriku ini tak layak jadi suaminya? Apa aku kurang tampan?" Daniel mendengus kesal melihat kepergian Inara, dia tidak menyangka bila gadis itu akan memberikan syarat yang aneh. Bukankah selama ini banyak gadis yang ingin mendekati Daniel namun tak ada yang mampu membuatnya tergoda. Tak lama terdengar derap langkah kaki seseorang, Daniel melirik ke arah pintu sejenak namun kembali menatap layar laptopnya. "Apa kau sudah menyiapkan surat kontrak yang aku suruh?" "Sudah Pak, ini." "Apa Dhitq tak merasa beruntung telah menikah dengan pria tampan sepertiku, harusnya aku yang menentukan berapa tahun kami menikah kontrak bukan dia." Mendengar Daniel terus mengomel membuat Joe sedikit aneh karena selama ini Daniel selalu dikelilingi gadis cantik namun anehnya kenapa Daniel memilih Dhita untuk menjadi istri kontraknya. "Haruskah saya mencari gadis lain, Pak?" tanya Joe memberi solusi. "Tidak perlu Joe, aku rasa Dhita adalah gadis yang sangat istimewa bagiku dan aku rasa dia bisa menjaga rahasia." "Jangan biarkan orang tahu tentang pernikahan kontrak ini terutama paman tiriku itu. Oh ya apa kau sudah mendapat informasi yang aku suruh?" "Sud--" Belum juga menyelesaikan kalimatnya, telepon Joe berdering. "Pak saya menerima panggilan telepon dulu." Tanpa menjawab Daniel hanya memberi satu anggukan saja. "APA??!!" "Pak ada masalah. Saya mendengar kabar bahwa seseorang ingin melengserkan posisi Anda dan..." "Dan apa??" gertak Daniel sedikit kesal. "Semua para pemegang saham meminta Bapak untuk menaikkan harga saham 10 % jikalau ingin menggantikan posisi pak Sebatien." "APA? Lancang sekali mereka memberi syarat seperti itu padaku. Bukankah mereka tahu bahwa aku sudah memiliki surat kuasa dan akulah yang ditunjuk ayahku menggantilan posisi beliau." Daniel segera meminta tangan kanan kepercayaan ayahnya itu untuk mengumpulkan data saham yang selama ini ayahnya simpan, adakah sesuatu hal yang mencurigakan dan membuat Daniel harus dipaksa menggantikan Sebastien. Tak disangka hal itu di dengar oleh Dhita yang kebetulan saja disuruh Joe untuk menerima panggilannya. Dhita menyodorkan ponselnya ke arah sang atasan. Kebetulan saat itu juga Joe memberitahu Daniel agar tetap berhati-hati dengan Bagas karena menurut informasi yang didapatnya, dia tengah menyusun sebuah rencana untuk melengserkan jabatan Daniel saat ini. Bergegas cepat Daniel mengajak Dhita untuk pulang ke apartemennya guna membahas masalah itu, pengetahuan Daniel yang belum sepenuhnya paham dengan perusahaan Sebastien membuatnya sulit untuk berkomunikasi dan mengetahui keadaaan perusahaan ayahnya itu, dia baru saja tiba dua hari lalu dan kini harus bekerja diporsir sungguh sangat mengejutkannya. Tanpa basa-basi Daniel menceritakan hal itu kepada Dhita dan meminta Dhita untuk berhati-hati dan sekaligus mencari tahu perusahaan Bagas itu, ada hal yang membuat Daniel terkejut lagi adalah saham sang ayah pun akan dialihkan bila dalam jangka tiga hari Daniel tidak bisa menaikkan harga saham minimal 10 %. "Ini benar-benar gila, bagaimana bisa aku menaikkan saham dalam waktu tiga hari?" "Anda tenang saja, aku tak akan pergi sebelum Anda bisa menaikkan harga saham itu, beruntungnya Anda belum menanda tangani surat kontrak kita dengan pak Bagas." Dhita dan Daniel saling pandang satu sama lain. "Maksudnya?" tanya mereka bersamaan. "Ternyata surat kontrak itu bukan surat kontrak biasa, dia sengaja menyelipkan sebuah kalimat pengalihan kekuasaan di sana." "Apa? Kurang ajar sekali dia," gumam Daniel mulai geram. "Anda tenang saja, aku sudah meminta bantuan pada orang kepercayaan kita untuk menggali informasi lebih dalam tentang perusahaan pak Bagas." "Baguslah kalau begitu." "Namun, ada satu kabar buruk, Pak." "Apa itu?" tanya Daniel mengerutkan dahinya. "Perusahaan cabang yang baru saja dibuat itu memiliki hak kuasa dari ayah Anda dan membuat saham pak Bagas seimbang dengan saham pak Sebastien. Hal ini bisa mengakibatkan posisi Anda dan beliau itu sama." "Apakah menurutmu sewaktu-waktu aku bisa dilengserkan olehnya." "Iya, benar sekali, Pak." Daniel menarik napas kasarnya, dia menghempaskan pantatnya duduk di atas sofa, di situ Daniel juga menceritakan bahwa pak Toni juga sudah memberitahu hal itu. "Sekarang aku minta kau cari tahu kelemahan Bagas itu, telusuri semua informasi tentangnya." Mendengar hal itu Dhita tertegun, ada sedikit ketakutan dalam hatinya jikalau penyamarannya akan terbongkar. namun satu kesempatan besar dirinya bisa mendapat informasi dari perusahaan Daniel. "Bukannya ini namanya aku mengambil kesempatan dalam kesempitan." "Apa kau mau membaantuku, Ta?" tanya Daniel menoleh ke arah Dhita. "Tentu saja, Pak." Joe mengumpulkan semua berkas, mereka bertiga mencari data yang akurat mengenai perusahaan Bagas. Riwayat hidup Bagas serta apa saja yang pria itu lakukan selama setahun ini. Joe juga mendapat informasi lainnya bila Bagas dan Rika itu bekerja sama sebelumnya, Rika merupakan istri dari Antonio, klien terbaik pak Sebastien. Namun, karena sebuah kecelakaan satu bulan lalu, beliau tewas dan perusahaan diambil ahli menjadi perusahaan Wijaya Group yang dipegang oleh Rika, "Anehnya Rika mengatasnamakan semua aset milik mendiang Antonio atas namanya sebelum suaminya meninggal." "Apa?! Jangan bilang Rika yang telah menyebabkan suaminya meninggal agar bisa menguasai harta Antonio." Informasi yang mereka temukan membuat Dhita semakin ingin menggali lebih dalam lagi informasi Rika, apakah benar Rika itu adalah kekasih lamanya Bagas. Tiba-tiba saja Dhita menemukan sebuah berkas mengenai riwayat hidupnya Rika. Tak disangka ternyata Rika itu pernah menjadi sekretarisnya Antonio dahulu baru menjadi istri. Melihat tanggal surat lamaran yang tertera di sana membuat Dhita membulatkan matanya dengan sempurna, ditanggal yang sama saat itu bertepatan satu bulan pernikahan Inara dan Bagas. Dia ingat betul sejak itu Bagas sering sekali pulang malam dengan alasan lembur kerja. Dhita berharap apa yang dipikirkannya itu tidak benar namun lagi-lagi kenyataan pahit harus Dhita terima, dia menemukan selembar kertas tentang biodata diri Rika yang menyatakan pernah satu sekolah dengan Bagas. Dhita mengenggam kertas tersebut hingga meremasnya kuat membuat Daniel yang melihat itu nampak heran dengan sikap perempuan itu. "Kau kenapa, Ta?" tanya Daniel penasaran."Ini Pak, aku hanya menemukan biodata Rika dan ternyata dia dan pak Bagas itu satu sekolah.""Kau tahu dari mana Bagas dan Rika itu bersekolah di tempat yang sama?" tanya Daniel heran karena Dhita baru saja bertemu dengan Bagas beberapa kali. Hal itu membuat Inara tersudut hingga perempuan itu pun mencari cara lain agar tak dicurigai, "A--ku pernah membaca informasi pak Bagas di sebuah jejaring sosial, Pak," jawab Inara sedikit terbata-bata. Daniel mengerutkan dahinya menatap Dhita nampak begitu gugup menjawab pertanyaannya hingga muncul sesuatu hal yang mencurigakan yang membuat Daniel ingin mencari tahu. Bukan satu atau dua kali ini saja, Daniel merasa sangat aneh bila Dhita bertemu dengan klien bisnisnya itu, bak ada sesuatu hal yang menakutkan."Sebenarnya ada apa di antara mereka? Kenapa aku merasa Dhita mengenal baik klienku itu." Daniel memperhatikan Dhita sambil duduk menghadap ke arah meja kerja Dhita hingga dia baru menyadari bila sejak tadi ponselnya terus saja berd
Inara lekas membekap mulutnya, air matanya hampir saja jatuh dan keringat dingin hampir saja membasahi seluruh wajahnya karena langkah kaki pria itu semakin lama semakin terdengar lebih dekat. Yang bisa Inara lakukan hanyalah memejamkan kedua matanya dan tak lama tangan seseorang menarik tangannya dan membawanya ke sebuah ruangan. Inara tak berani membuka matanya kali ini, dia takut apabila Bagas lah yang menemukannya dan mempertanyakan apa yang dia dengar tadi."Siapa di sana?""Pak Bagas ada telepon dari bu Rika.""Oh baiklah." Setelah memastikan Bagas sudah pergi, Daniel baru menyuruh Inara membuka matanya. "Apa yang kau lakukan di sini, Ta? Bukankah tadi aku bilang bahwa aku menunggumu di tempat parkir.""Syukurlah kalau itu kamu, pak." Inara menghapus air matanya yang hendak jatuh dan kini dia bisa bernapas lega namun ucapan Bagas tadi masih terngiang di telinga Inara."Sebenarnya kamu kenapa bersembunyi dan ada apa dengan pak Bagas?" tanya Daniel ingin tahu.
"Tentu saja, aku sangat yakin." Setelah mengetahui hubungan Bagas dan Rika, entah kenapa takdir begitu cepat mempertemukan mereka lagi. Kebetulan sekali saat itu Daniel mengajaknya untuk makan malam bersama dengan keluarga Sebastien. Dengan penampilan yang begitu anggun, Inara sengaja ingin memancing Bagas. Namun ternyata yang malah terpancing adalah atasannya sendiri, ketika Inara berdiri menyambut kedatangan Bagas, pria itu tampak terpelongo kaget melihat Inara yang tampil begitu anggun dan cantik dengan dress panjang berwarna navy."Sepertinya pak Bagas mulai terpesona denganmu! Aku akui kau cantik malam ini," puji Daniel mengulas senyuman tipisnya."Benarkah, Anda memang sangat pandai memuji, Pak." "Bukankah aku sudah bilang panggoil aku Daniel saja," protesnya geram."Baik, El.""Seperti itu sudah lebih dari cukup," balas Daniel tersenyum tipis. Bukan hanya Bagas yang takjub melihat kecantikan Ianra, Daniel pun tak bisa berhenti menatap Inara karena begitu terpesona
"Tapi bisakah kamu berhenti membahas wanita itu sayang." Mendengar ucapan Rika tadi, dengan sekuat hati Inara berusaha untuk menahan air matanya yang hendak jatuh. Dia terus memancing Rika sampai benar-benar mendapat informasi akurat. Sementara Daniel pun melakukan hal yang sama, dia mencoba mencari surat kuasa sang ayah. Namun, dia menghentikan pergerakannya ketika melihat paman Nicholas masuk ke dalam kamar ayahnya."Apa yang kamu lakukan di sini, El?" tanyanya tampak curiga. Daniel tertegun, tetapi tetap berusaha santai seolah tak ada sesuatu hal yang terjadi."Aku sedang mencari surat peninggalan ayah." Paman Nicholas tersenyum miring, "Apa kamu mencari ini!" Pria parih baya itu menunjukkan selembar kertas ke arah Daniel."Jangan bilang kamu meragukan surat kuasa ini.""Apa maksud paman?" tanya Daniel seolah tak mengerti padahal dia tahu pertanyaan pamannya itu mengarah ke syarat surat kuasa tersebut. Pria paruh baya itu berjalan lebih dekat ke arah Daniel. "Kam
"Ini adalah surat kuasa yang ditinggalkan ibumu." "Surat kuasa?! Apa maksud Dokter?" Pria itu meminta Inara untuk membukanya langsung, "Sebaiknya kamu lihat saja isinya." Dengan segera Inara membuka map tersebut dan matanya membulat sempurna ketika melihat namanya tertulis di dalam surat kuasa tersebut. "Perusahaan Corp Group adalah milik ayahku. Apakah ini benar Dok? Tidak... Tidak ini pasti salah." "Ini benar, Ra. Mendiang ayahmu adalah pemilik di Corp Group. Beliau dan ibumu berpisah karena sebuah alasan namun ibumu tak pernah mengetahui jikalau ayahmu adalah pemilik Corp Group. Sehari sebelum ibumu meninggal pengacara ayahmu memberikan surat ini dan ibumu menitipkannya padaku." Dokter Jody juga menceritakan jikalau orang tua Inara berpisah karena kakak ayahnya tidak setuju dengan ibu Laras sehingga dia berusaha memisahkan orang tua Inara. "Bukankah ibu bilang bahwa ayahku sudah meninggal sewaktu aku berumur 5 tahun." "Tidak, Ra. Ayahmu masih hidup dan ibu Laras sengaja m
"Oh maaf Paman. Sepertinya aku tidak bisa lagi menahan hasratku apalagi hari ini Dhita terlihat sangat cantik dan aku terpesona olehnya.""Harusnya kamu bisa membedakan tempat di mana kamu harus bermesraan dengan kekasihmu dan bukan di sini.""Apakah salah bila aku mencium calon istriku? Aku rasa tidak," jawabnya dengan sorot mata tajam."Kejadian ini jangan sampai mencoreng nama baik keluarga Sebastien. Ingat itu!""Paman tenang saja, aku tidak akan mencoreng nama baik ayahku kok.""Dasar bocah! Inilah yang aku takutkan, sepertinya kakakku salah memberikan kekuasaan padamu, mana bisa bocah tengil sepertimu bertahan di posisi pemimpin. Kamu hanya bisa main-main saja." Daniel tersenyum geli mendengar ucapan pamannya namun dia tak berniat untuk membalas. Inara yang berdiri di sebelahnya mulai geram dengan ucapan pria parih baya itu. Dia tahu bagaimana kinerja Daniel untuk mempertahankan posisinya bahkan pria manik mata biru harus lembur setiap hari demi menaikkan saham penjualan hin
Perusahaan Wijaya Group mendadak bermasalah sehingga membuat saham perusahaannya mulai anjlok saat itu juga. Itulah yang diinginkan Daniel agar saham mereka tak seimbang dengan Royal Group."Apa kau pikir bisa berhadapan denganku, Bagas. Tidak semudah itu, ini baru permulaan." Daniel sedikit berinvestasi ke perusahaan ayahnya tanpa sepengetahuan orang lain. Sementara Joe juga ditugaskan untuk mencabut kerja sama dengan perusahaan Bagas."Tetap sembunyikan identitasku sebagai investor, Joe.""Baik, Pak." Sebelum melangkah keluar dari ruangan Daniel, Joe sempat menghentikan langkahnya sejenak. Dia baru teringat jikalau ada seseorang dari Corp Group ingin bekerja sama dengan perusahaan."Corp Group? Bukankah itu adalah perusahaan nomor dua setelah perusahaan ayahku?""Benar sekali, Pak. Haruskah kita bekerja sama dengan perusahaan tersebut.""Tentu saja, Joe. Tetapi untuk saat ini fokuslah mengurusi acara pernikahanku yang akan digelar malam ini dan jangan sampai ada seseorang p
"Kamu tak perlu takut padaku, Ta. Aku ingin membawamu pulang ke rumahku.""Ke rumah?! Bukannya kita a--" Inara mengatupkan bibirnya ketika melihat Daniel menggelengkan kepalanya."Kita akan mengadakan pernikahan malam ini juga jadi kamu harus bersiap.""Baiklah." Inara menghela nqpas beratnya tanpa bertanya satu katapun pada Daniel."Kenapa kamu tidak bertanya mengapa?" Inara tersenyum tipis, "Aku tahu pasti kamu sedang merencanakan sesuatu hal bukan? Selama itu baik untukku maka untuk apa aku protes." Daniel tersenyum simpul, dia tidak menyangka jikalau Inara sudah mulai mengenal wataknya. Berhenti di sebuah rumah mewah dengan nuansa putih. Setelah memarkirkan mobilnya di halaman luas dengan taman bunga warna-warni. Joe membukakan pintu untuk dua orang itu. Tanpa menjawab pertanyaan perempuan itu, Daniel menariknya lagi, tetapi dengan begitu lembut. Mereka menapaki banyak anak tangga karena posisi rumah tersebut menjulang ke atas."Ayo, masuk," ucap Daniel menyentuh k
"Aku tahu, Ra! Hanya saja aku sedikit bingung dan harus mencarinya di mana?" jawab Daniel mengedarkan sepasang bola matanya malas."Kau harus yakin bahwa tidak ada usaha yang tidak akan membuahkan hasil ketika kita mencari surat kuasa tersebut malah kebenaran mulai terungkap bukan, bisa jadi ke depannya ada kebenaran yang tak terduga lagi." Ucapan Inara sungguh menyentuh hati pria bermanik mata biru itu. Matanya langsung menatap tajam ke arah Inara, dia tidak menduga bila Inara bisa sedewasa ini. Bukankah nilai plus bisa bertambah satu point untuk Inara, Daniel tersenyum tipis dan berkata, "Aku tidak menyangka kamu bisa sedewasa ini, Ra.""Kamu belum tahu aku lebih dalam, El! Luka yang tertoreh di hati membuatku terpaksa dewasa," ketusnya balik menatap Daniel. Untuk saat itu mereka saling menatap satu sama lain, entah kenapa hari itu. Inara merasakan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya, Daniel pria yang pertama dikenalnya sungguh dingin seperti es kini telah mulai cair dan pr
Bagas menyentuhnya lembut, desiran hebat mulai merasuki Rika, ini pertama kalinya sang suami menyentuhnya sejak bertemu Inara."Terima kasih kau telah sabar menungguku." Mengusap sisa air mata Rika, tangan kekar Bagas langsung menggendong tubuh Rika ke atas ranjang. Malam itu dia benar-benar merasakan sentuhan hangat dari seorang Bagas. Merangkul tubuh Rika dalam pelukannya seraya memejamkan mata, Rika berharap sekali bisa melaksanakan kewajibannya kepada Rika seperti dulu sebelum mereka menikah, tetapi dengan perlahan karena nyeri di kepala Bagas akan terasa hebat ketika ia ingin menyentuh Rika. Entah mengapa, tetapi itulah yang dirasakan Bagas. Demi ingin mencium Rika, dia berusaha menahan rasa sakit di kepalanya itu. Bagas membuka matanya perlahan ketika mendapati sebuah mimpi yang begitu aneh. Sebuah tragedi kecelakaan yang sangat tragis terjadi, keringat dingin keluar dan bercucuran di keningnya. Mengatur napasnya yang ngos-ngosan, Bagas menoleh ke arah Rika yang
Namun tangan kekar seseorang menghentikannya, "Apa yang kamu lakukan, Rika. Ingat jangan membuat ulah." Bagas menarik tangan Rika, dia tidak ingin apa yang sedang direncanakan mertuanya akan hancur karena sikap Rika yang tak sopan pada klien bisnisnya dan juga pak Nicholas."Maafkan sikap istriku.""Jika tidak memandang pamanku, sudah lama aku ingin menghajarmu," geram Daniel. Inara menarik tangan Daniel dan mengajaknya pergi, dia melanjutkan langkahnya tanpa memerdulikan lagi bila Bagas sejak tadi terus memanggilnya. Inara begitu teguh dengan pendiriannya, ia terus berjalan dan berjalan tanpa ingin tahu alasan Bagas memanggilnya."Inara.." Daniel yang sejak tadi memperhatikan dua orang itu menggelengkan kepalanya dan mengamati dari kejauhan saja."Mengapa Bagas mulai penasaran sekali dengan Inara? Apakah mungkin Bagas juga mencintai Inara," tebak Daniel langsung mengenggam tangan istrinya."Apa yang kamu katakan pada Rika dan Bagas?" tanya Daniel menatapnya."Aku hanya in
"Benar yang kamu katakan, aku akan mencoba menghubungi Dokter Jody." Ketika Daniel melangkah pergi, Inara langsung menarik tangannya dan meminta Daniel untuk mengantarnya pulang. Namun, pria itu meminta Inara untuk tetap tinggal dan menemaninya."Kamu ingin ditemani, tetapi kenapa kamu ingin pergi," celetuk Inara sebal."Tunggulah sebentar! Aku ingin mengambil sesuatu," pinta Daniel menoleh ke arahnya. Melihat pria itu bergegas masuk ke dalam kamarnya, Inara yang paling suka menebak sesuatu hal pun mulai mengubek isi otaknya."Kira-kira apa ya yang mau diambil Daniel?" tanyanya dalam hati. Pria itu membawa sebuah kantong plastik berwarna putih dan menyodorkannya kepada Inara lalu meminta perempuan itu berganti pakaian."Gantilah pakaianmu, aku rasa kau tidak nyaman mengenakan itu! Aku mengambilkan piyama baru yang aku beli.""Tetapi, El! Ak--" Daniel menarik tangan Inara dan membawanya ke kamar tamu yang pernah ditinggalinya waktu itu dan satu hal yang membuat Inara te
Daniel yang mengamati Inara terus terdiam sambil melamun memaksanya untuk menyadarkan Inara. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Ra?" Pertanyaan itu sungguh membuat Inara tersadarkan hingga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ayo, kita pulang," ajak Inara tak menanggapi apa yang ditanyakan Daniel tadi. Merasa tidak terlalu penting, dua orang itu berjalan menghampiri paman Nicholas untuk berpamitan. "Paman, kami pulang ya? Terima kasih sambutan hangat dan penjamuannya." Daniel tersenyum sembari menjabat tangan paman Nicholas. Melihat Rika yang terus berada di sisi paman Nicholas membuat dahi Daniel berkenyit, "Paman mengenal pak Bagas dan istrinya?" Paman Nicholas mengangguk, "Tentu saja, El. Paman lupa mengenalkannya padamu.""Maksud paman?" tanya Daniel sedikit menduga."Rika adalah putri paman dari mendiang istri paman yang telah meninggal.""Bukannya Tante Sarah tidak memiliki anak?" Paman Nicholas menggelengkan kepalanya, "Bukan Sarah, Rika adalah putrinya R
"Tetap saja itu penting, mungkin itu ada kaitannya dengan surta kuasaku," ketus sambil meneguk minumannya. Inara sedikit mendekat ke telinga Daniel lalu mengatakan bila dia menemukan surat perceraian mereka tersimpan di laci tempat tidur sebelah kamar pamannya. Ada sesuatu yang membuatnya bingung adalah kenapa Bagas tak pernah mengirim surat perceraian itu padanya."Yang lebih mencurigakan lagi adalah kenapa surat perceraian kami ada di rumah pamanmu?!""Apa? Aku pikir ada sesuatu hal yang harus kita cari tahu lagi. Jangan-jangan paman...""Entahlah, aku juga berpikir hal yang sama denganmu," ujar Inara langsung memotong kalimat Daniel. Perempuan cantik itu menggerakkan sedikit bahunya seolah tak tahu, kemudian ia berjalan ke arah depan untuk mengambil pancake kesukaan yang sempat terhalang tadi. Siapa sangka di saat mengambil itu tangan seseorang menyentuhnya dan sama-sama ingin mengambil pancake pondan yang tersisa hanya satu lagi sontak saja Inara langsung menoleh karena ti
"Iya," jawab Inara mengangguk. Di saat mengamati semua makanan yang dihidangkan di atas meja, Inara berniat ingin mengambil pancake pondan kesukaannya, tanpa disadarinya kalau tangannya masih menggandeng tangan Daniel sehingga membuat perempuan itu hampir saja terjatuh ketika tanpa sengaja menginjak gaun panjang Inara sendiri, beruntungnya pria itu dengan sigap menangkap tubuhnya meski gelas di tangannya jatuh ke lantai dan membuat semua orang menatap mereka. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Daniel menatap Inara dengan seksama. "Iya, aku baik-baik saja," jawab Inara terbata-bata. Daniel membantu Inara berdiri ke posisi awalnya, matanya terus menelisik kaki perempuan itu, takut Inara terkilir seperti waktu dulu. "Sudah kubilang, jangan bertindak sendirian," bisik Daniel sambil merapikan rambut Inara yang sedikit berantakan. Tatapan tajam dan tak senang dilontarkan oleh seorang pria berjas hitam pekat, ia menatap jijik kedua pasangan yang terlihat begitu romantis. Siapa lagi
Daniel yang melihat Inara senyam-senyum sendiri pun bingung dengan perempuan itu, lantas dia mencoba bertanya apa yang sebenarnya peempuan itu pikirkan. Melihat Inara hanya merespon biasa saja maka Daniel pun terlihat biasa saja. Namun, ketika melihat Inara tertangkap basah sedang menatapnya maka dahi Daniel berkenyit dan bertanya, "Apakah ada sesuatu di wajahku?""Ada nyamuk di wajahmu," jawab Inara asal. Perempuan itu hendak menyentuh wajah mulus Daniel namun tindakan itu tertangkap basah oleh pria paruh baya yang tengah berdiri di hadapan mereka."Apakah kedatanganku menganggu kemesraan kalian?" tanya suara bariton khas itu. Melihat ada seseorang yang melangkah masuk, pria itu langsung menoleh dan bangun dari duduknya. Senyuman tipis terukir indah di sudut bibirnya."Selamat malam, keponakanku! Apakah kamu begitu terkejut dengan kedatanganku," sapa pria paruh baya itu tersenyum ramah."Paman Nicholas, apa yang membawa Paman ke mari? Bukankah urusan bisnis kita sudah sel
"Jika memang aku telah sembuh, itu merupakan sebuah keajaiban, tetapi aku tidak bisa memaksa Inara," gumamnya bingung karena sesungguhnya Daniel juga ingin tahu apakah dia sudah sembuh atau belum."Iya, kamu tidak boleh memaksa perempuan yang kamu cintai! Biarkan dia saja yang menawarkan diri dengan begitu itu bisa memancing hasratmu." Banyak hal yang dikatakan dokter dan dia juga berarap Daniel memang bisa sembuh dari penyakit anehnya itu. Tak pernah terbayangkan bagi sang dokter, bila seorang pria kaya, tampan, begitu menarik namun tidak memiliki hasrat di ranjang padahal yang diincar seorang perempuan itu adalah hasrat bukan. Apa yang diucapkan dokter tadi terus saja berputar di dalam otaknya sehingga membuat Daniel sedikit termenung. Bahkan, dia tidak menyadari bahwa ada Inara yang baru saja pulang. Inara yang awalnya ingin marah pada pria itu langsung saja mengernyitkan dahinya ketika melihat Daniel terlihat bingung dan melamun. Dia tidak pernah melihat Daniel s