Share

Perasaan Nyaman

Membayangkan harus tinggal bersama dengan orang yang pernah hadir di dalam hidup kita walau itu hanya sekejap saja, namun efek sakitnya sangat besar bagi hati kita –tentu saja hal itu bukanlah hal yang mudah. Untuk berdamai dengan hal itu pun rasanya sulit, butuh proses dan pastinya butuh waktu yang tak sebentar.

Hal itulah yang saat ini sedang dirasakan oleh seorang Adelia Putri Pramesti. Dia yang sudah berdamai dengan takdirnya, dia yang sudah bisa menatap dunia dengan lebih indah –kembali harus membuka luka lamanya saat ia kembali dipertemukan dengan Fajar Aditya Saputra, laki-laki yang sudah merenggut kesuciannya.

“Ya Tuhan, takdir seperti apalagi yang hendak Engkau gariskan untukku? Kenapa aku harus bertemu lagi dengannya? Dan apakah semuanya akan baik-baik saja dengan akhir yang indah?” Adelia menatap dirinya yang ada di dalam cermin. Mencoba menenangkan hatinya yang sedang gundah gulana.

Setelah dipikir-pikir, waktu seminggu bukanlah waktu yang cepat. Itu bisa menjadi sangat lama jika Adelia merasa tak nyaman. Dan bukan hal yang mustahil, dalam waktu satu minggu dirinya bersama dengan Aditya, itu akan membuat Aditya mengenali siapa dirinya.

“Apa aku mundur aja ya? Kayaknya aku enggak akan bisa deh! Aku enggak mungkin ambil resiko sebesar itu. Gimana kalau tiba-tiba aja dia beneran ingat sama aku? Apa yang harus aku katakan?” Adelia mendadak ragu dengan apa yang sudah menjadi keputusannya. Ia tak bisa terus gelisah memikirkan masa lalunya yang mungkin akan kembali menjadi bagian perjalanan hidupnya.

Mas Agus : Del, nasib team kita ada di tangan kamu, jadi pastikan kalau kamu enggak bikin salah ya. Saya percaya sama kemampuan kamu. Semangaaattt!!”

Adelia langsung membaca pesan dari Mas Agus begitu nama atasannya itu tertera di layar HPnya.

“Aduuuhh… Kok bisa sih sekebetulan ini! sSekarang gimana dong, Mas Agus udah menaruh harapan begitu besar sama aku. Masa aku mundur?”

Adelia sudah cukup merasa tak enak dengan pesan yang sudah dikirimkan oleh Mas Agus. Ia sudah dilema antara maju dan mundur.

Tito : Del, semangat ya!! Kamu pasti bisa!! Bocoran ya, kalau kamu bisa bikin Pak Aditya puas dengan kerjaan kamu, team kita bakalan dapat bonus.

Makin menjadi dong kegalauan yang sedang dirasakan oleh Adelia. Dia tak mungkin menjadi egois dan mengorbankan banyak orang hanya demi hatinya.

“Kalau udah kayak gini aku makin enggak bisa mundur kan?! Engga bisa aku melihat mereka kecewa. Apalagi karena urusan pribadi yang belum tentu akan terjadi.”

Adelia menutup kedua matanya, ia meyakinkan hatinya bahwa semua pasti akan baik-baik saja.

Sepertinya Adelia memang sudah harus siap dengan alasannya, jika sewaktu-waktu Aditya benar-benar mengenalinya. Ia akan mencari alasan, kenapa hari ini ia berpura-pura tidak mengenali Aditya. “Baiknya nanti aku bilang apa ya kalau Pak Aditya nanya kenapa aku bilang enggak pernah bertemu sebelumnya? Apa aku bilang kalau aku memang mengenalnya, tapi aku takut salah orang. Atau aku lupa dengannya karena pertemuan kami terjadi sudah sangat lama?”

Aaahhh entahlah, rasanya semua alasan yang akan Adelia buat, seperti kebohongan yang sangat mudah sekali ditebak. Bagaimana bisa kejadian terbesar dalam hidupnya bisa ia lupakan begitu saja.

Saat Adelia sedang sibuk memikirkan alasan apa yang akan diberikan pada Aditya, orang itu justru malah menghubunginya. Adelia sampai harus menarik nafas dalam sebelum ia menjawab panggilan telepon bosnya itu.

“Hallo Pak!” jawab Adelia saat ia sudah menggeser layar ponselnya.

“Adelia, kamu masih di mana? Apa kamu sudah siap?”

“Udah Pak, saya sudah siap!”

“Ya udah, kalau kamu udah siap, cepetan ya kamu ke kantor. Saya tunggu kamu!”

“Kenapa nunggu saya, Pak?”

“Ya biar kita bisa berangkat bareng!”

“Emang harus kayak gitu ya?”

“Kamu itu banyak nanya banget sih? Emang enggak bisa ya nurut aja!”

Saat ini Aditya sudah benar-benar ingat dengan masa lalunya yang pernah ia lewati bersama dengan Adelia. Yang ia ingin saat ini adalah mendengar alasan Adelia tentang tiga tahun lalu saat Adelia tak datang menemuinya.

Tiga tahun lalu, Aditya terus menunggu kedatangan Adelia. Dia benar-benar akan bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya pada Adelia. Bahkan Aditya sudah menyiapkan jawaban jika memang Adelia ingin Aditya menikah dengannya.

“Baiklah Adelia sekarang kita lihat apakah kamu akan bisa menghindar lagi dariku? Kamu pikir aku tidak akan mengenalimu setelah tiga tahun berlalu? Kamu salah, seumur hidup aku tak akan pernah bisa lupa dengan kejadian itu. Kamu bilang kamu yang dirugikan, tapi sepertinya itu palsu!!” dengan tatapan tajam yang ia berikan pada kertas di tangannya, Aditya terus mengucapkan banyak ancaman pada wanita yang pernah ia temui tiga tahun lalu.

“Kamu enggak akan bisa lari dariku, Adelia!”

***

Adelia akhirnya berada dalam situasi tersulitnya. Di dalam satu mobil dengan Aditya membuat Adelia teringat kembali kejadian 3 tahun yang lalu. Kejadian di mana akhirnya ia harus memutuskan untuk tak pernah menikah selama hidupnya dan kejadian yang membuat dirinya tak bisa tinggal lagi di rumah ayahnya.

“Kamu yakin kita tidak pernah bertemu?!”pertanyaan yang keluar dari mulut Aditya berhasil mengembalikan kesadaran Adelia dari lamunanya.

Sepertinya percuma saja jika Adelia berbohong, karena akhirnya semua pasti akan terbongkar. Bukankah sepintar-pintarnya kita menyembunyikan bangkai akhirnya pasti akan terciu juga? Adelia pun akhirnya memilih untuk jujur. Ia tak ingin lebih malu lagi saat semua kebohongannya terbongkar.

“Benar, sebelumnya kita memang pernah bertemu!” jawab Adelia.

“Jadi benar kan, kamu adalah perempuan itu? Perempuan yang udah tidur denganku dan bilang kalau dia lebih baik mati karena kerugian yang dirasakannya sangat besar?” tegas Aditya.

Adelia hanya mengagguk karena dadanya tiba-tiba saja terasa sesak.

“Dan bodohnya, aku percaya hal itu! Aku menunggu kamu datang untuk menuntut pertanggung jawabanku, tapi kamu justru malah menghilang tanpa kabar!”

“Maafkan saya Pak!” sesal Adelia berharap Aditya akan berhenti membahasnya.

“Maaf?! Begitu mudahnya kamu meminta maaf setelah apa yang sudah kamu lakukan sama aku?

“Saya akan jujur sama Bapak kenapa saya tidak datang.”

“Apa? Apa yang membuat kamu tidak datang?”

“Saya hanya tidak ingin merendahkan diri saya, meskipun saya sudah tak punya apapun yang bisa saya banggakan, tapi saya tetap tak ingin orang lain merendahkan saya termasuk Anda, Pak!”

“Kenapa kamu berpikir bahwa aku akan merendahkan kamu?” tanya Aditya tak paham dengan jalan pemikiran Adelia. Kenapa Adelia bisa se-sok tahu itu?!

“Karena saya tahu, orang kaya seperti Bapak paling hanya akan memberi saya uang dan meminta saya untuk tidak menuntut lebih. Rasanya enggak mungkin, Bapak akan bertanggung jawab dengan menikahi saya. Saya cukup sadar, siapa diri saya. Tapi saya tak ingin orang lain menghina saya. Jadi saya memilih untuk tak datang hari itu.”

Aditya merasa kalau Adelia berbeda dari sekian banyak wanita yang pernah ditemuinya. Ada sesuatu dalam diri Adelia yang membuat Adit merasa tertarik. Adelia memiliki prinsip dalam dirinya yang tak akan goyah oleh materi senilai uang.

Memikirkan perkataan yang diucapkan oleh Adelia, semburat senyuman terukir di wajah Aditya yang sedang mengendarai mobil sedan miliknya.

“Kalau hari itu aku bilang akan menikahi kamu, apa kamu akan datang?”

Jlebbb...

Mendengar pertanyaan yang tiba-riba bikin tegang itu, Adelia langsung menoleh ke arah Aditya yang sedang menyetir. Sesaat Adelia menatap heran orang yang ada di sampingnya. Lalu ia pun tertawa.

“Bapak kalau mau ngelucu yang kerenan dikit dong Pa! Kalau hari itu bapak bilang akan menikahi saya, mungkin sekarang ini saya udah jadi nyonya Aditya. Sayangnya itu hanya KALAU.” Adelia memberi penekanan pada kata Kalau yang diucapkannya .

“Oke dulu aku enggak bilang kayak gitu. Kalau hari ini aku mengajak kamu untuk menikah, apa jawaban kamu?!” Dan nyatanya, pertanyaan kali ini lebih bikin Adelia lebih geli lagi. Adelia sampai tak bisa menahan tawanya.

Melihat hal berbeda dalam diri seorang perempuan, Aditya pun tak bisa untuk tidak merasa heran dan tertarik pada Adelia. Memang di bagian mana yang menurut Adelia lucu? Aditya sangat serius saat mengajak Adelia menikah, tapi Adelia malah tertawa terpingkal-pingkal mendengarnya.

“Hello!! Memang bagian mana yang lucu? Apa kamu akan tertawa saat ada laki-laki yang mengajak kamu menikah?”

“Ayolah Pak! Saya sudah melupakan kejadian tiga tahun lalu. Dan saya juga tidak akan menuntut Anda untuk bertanggung jawab atas semua itu. Saya sudah merelakan semuanya dan satu keyakinan saya, Tuhan pasti akan mengirimkan seseorang yang bisa menerima saya yang sudah tidak suci ini untuk menjadi istrinya. Setelah kejadian itu saya jadi lebih ingin memantaskan diri saya untuk calon imam saya nanti Pak, sesuai dengan janji Tuhan saya bahwa wanita baik-baik untuk pria baik- baik. Jadi saya ingin menjadi wanita yang baik agar saya bisa mendapatkan pria yang baik pula dan hanya pria baik yang akan bisa menerima saya dengan semua masa lalu saya. Iya kan?!”

Mendengar jawaban dari Adelia tentang indahnya suatu hubungan yang telah digariskna oleh Tuhan, mendadak Aditya jadi teringat dengan Almarhum Ibunya. Dulu saat Aditya masih kecil ibunya selalu bilang bahwa carilah istri yang bisa membawamu ke jalan kebaikan. Mungkinkah Adelia orangnya? Tapi Aditya tidak mencintai Adelia. Akankah mereka bisa besama tanpa adanya cinta?

“Aduuh… maaf banget ya Pak! Gara-gara saya nyerocos terus tanpa jeda, Bapak jadi langsung diem. Pasti saya udah songong ya? Maaf juga kalau saya udah salah ngomong!”

“Enggak kok, kamu enggak salah ngomong,” balas Aditya. “Oh iya, boleh aku nanya sesuatu?”

“Tanya aja Pak, kalau saya bisa pasti akan saya jawab.”

“Apa menurut kamu, aku ini bukan pria baik-baik? Makanya kamu gak mau nikah sma aku?”

“Bu-bukan begitu maksud saya!”

“Ya terus gimana?”

“Jadi gini lho, Pak! Saya hanya gak mau Bapak sampe menikahi saya hanya karena kesalahan yang dulu pernah kita lakukakan. Dan Bapak juga enggak usah khawatir, jodoh saya itu udah diatur Tuhan, saya hanya perlu menunggunya saja.”

“Bagaimana kalau Tuhan mengirimkan saya sebagai jodoh kamu?”

Adelia kembali bingung mendengar pertanyaan tak terduga yang terus-terusan keluar dari mulut Aditya. Untung saja mereka sudah sampai di hotel yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama satu minggu ke depan. Setidaknya Adelia tak perlu menjawab pertanyaan terakhir yang sempat Aditya lontarkan.

“Kita udah sampai Pak, biar saya langsung urus kamar untuk kita dulu ya?” potong Adelia menghentikan pembicaraan yang sepertinya semakin tak nyaman untuk dibahas.

Karena waktu sudah sore dan bukan lagi waktunya untuk bekerja, jadi Aditya membebaskan Adel untuk melakukan apapun kegiatan pribadinya, asal Adel enggak pergi keluar hotel dan saat waktu makan malam tiba Adelia harus sudah siap menemaninya untuk makan.

Tak bisa Adelia pungkiri, ada perasaan nyaman saat ia bersama dengan Aditya. Ternyata Aditya tidak seburuk yang Adelia kira. Bahkan berkali-kali Aditya hampir membuat jantung Adelia loncat karena ucapannya yang terdengar sangat serius.

Pikiran adelia yang mengira bahwa tinggal bersama dengan Aditya akan membuat ia merasa canggung, kini telah berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Aditya bisa membedakan kapan waktunya bekerja dan kapan waktunya untuk aktivitas pribadi.

Tepat pukul 9 malam, Ponsel milik adelia pun berdering. Ada pesan yang masuk dari Aditya yang meminta Adelia untuk menemaninya makan malam.

Pak CEO : Makan yuk!

Ajak Aditya melalui pesannya.

“Santai banget sih,” gumam Adelia kala membaca pesan dari bosnya.

Pak CEO : Aku laper banget.

Sambil senyum-senyum sendiri, Adelia pun membalas pesan dari Pak CEO-nya

Adelia : Aku tunggu di depan pintu Bapak Ya.

Pak CEO : Kayanya kamu udah bisa lebih akrab ya sama aku? Apa karena ini bukan di jam kerja.

Adelia : Maksudnya?!

Pak CEO : Tadi kamu balesnya pake “aku” bukan saya lagi.

Adelia : Hah? Serius?

Buru-buru Adelia melihat percakapannya untuk memastikan.

Adelia : Aduh, maaf banget ya Pak!! Saya khilaf.

Pak CEO : Enggak apa-apa, aku suka kok! Dan kalau bisa aku mau kamu seperti itu. Malah bakalan lebih enak lagi kalau kamu panggil aku Mas jangan Bapak, biar aku gak merasa ketuaan. Lagian aku kan belom punya anak jadi belom pantas jadi Bapak-bapak.

Adelia : Tapi Pak, saya jadi enggak sopan kalau begitu.

Pak CEO : Ini perintah!! Enggak boleh dibantah!!

Adelia : Baik Pak.

Adelia : Eh Mas.

Adelia sampai harus meralat pesan yang sudah dikirimn karena Aditya bilang bahwa itu adalah perintah.

Setelah itu, untuk sesaat percakapan mereka terhenti karena Adelia harus keluar kamar dulu. Saat Adelia sudah berada di depan kamar Aditya, lalu Adel pun kembali memulai percakapan mereka.

Adelia : Aku udah di depan kamar nih.

Pak CEO : Oke Aku keluar sekarang.

Bersambung…

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status