"Oke, aku akan meminta mereka pergi ke rumahmu sekarang." Janine menyebut Glenna lagi. "Glenna terus datang untuk minta maaf kepadaku, tapi aku nggak pernah menemuinya. Dengar-dengar, sekarang dia dikurung di rumah."Elena mengangkat alisnya dan tersenyum. "Cukup bagus."Glenna dikurung agar tidak berulah.Janine menutup telepon, berdecak, kemudian menelepon Nathan untuk pamer.Nathan sibuk memeriksa pasien, tidak punya waktu untuk mengangkat telepon.Ketika dia menyelesaikan pekerjaannya dan menelepon Janine kembali, dia baru mengetahui bahwa Elena meminjam beberapa pengawal dari Janine.Janine tidak tahu untuk apa Elena meminjam pengawalnya.Nathan menutup telepon. Dia tidak berniat meminta siapa pun mencari tahu ke mana Elena pergi dengan pengawal Janine.Bagaimanapun, bukan Elena yang akan dirugikan.Nathan tidak menghubungi Elena selama beberapa hari terakhir, demikian juga sebaliknya.Elena masih bisa menjalani kehidupan dengan sangat nyaman.Nathan hanya meluangkan waktu untuk m
Dulu, setiap kali Luna menangis, Zahra akan memukul Elena.Zahra sangat marah. "Elena, apakah kamu gila? Ribut apa kamu di sini?"Elena menoleh untuk melihat Zahra, kemudian tersenyum. "Bu, aku nggak gila. Aku belum melupakan rumor yang menyebar di internet dari Kediaman Henzel selama beberapa hari terakhir."Zahra juga mengetahui hal ini. Dia merasa sangat malu dan berharap tidak ada yang tahu bahwa Elena adalah putrinya."Masalah ini nggak ada hubungannya dengan adikmu. Adikmu bukanlah tipe orang yang menyebarkan desas-desus di belakang orang. Kamu seperti nggak tahu kerabat Keluarga Henzel saja. Mereka yang menyebar rumor, apa kaitannya dengan adikmu?""Lagi pula, bukankah kamu baik-baik saja sekarang? Berita di internet akan hilang dalam beberapa hari. Siapa yang akan mengingat hal seperti itu?"Pernyataan enteng Zahra membuat Elena tidak bisa menahan tawanya.Wajah Zahra menjadi muram ketika dia melihat Elena tertawa. "Elena.""Bu, cepat suruh Kakak lepaskan aku. Aku benar-benar n
Tempat lama yang Elena maksud adalah taman hiburan anak-anak yang sudah rusak.Dulu taman ini cukup ramai.Dia dan Joshua menjual mainan anak-anak di luar taman bermain anak-anak.Joshua mengenakan kemeja putih, celana bahan hitam sambil memegang sebuket mawar.Dia menggunakan kruk, lalu berjalan perlahan menuju wanita yang berdiri di komidi putar.Joshua bertemu Elena yang berusia delapan tahun di panti asuhan ketika dia berusia tujuh tahun.Elena yang mengenakan gaun merah pudar, memandang wanita yang meninggalkannya di panti asuhan.Sedangkan Joshua yang memegang tas lama menatap Elena.Mereka sama-sama anak yang ditelantarkan oleh orang tua.Panti asuhan itu bukanlah tempat baik untuk mengasuh anak-anak.Joshua dan Elena pernah mendengar percakapan antara pria tua pengelola panti asuhan dan seorang lelaki.Pria itu mengatakan bahwa seseorang ingin membeli kornea mata.Keesokan harinya, pria itu membawa pergi seorang anak cantik yang memiliki mata yang indah.Joshua dan Elena sama-s
Jalan ini sepi, bebas kemacetan.Nathan mengemudi sendiri hari ini.Dia mengendalikan setir dengan satu tangan sembari menyandarkan siku tangan lain di jendela.Kecepatan mobil perlahan meningkat.Angin di luar jendela mobil bertiup masuk, menerpa wajah tampan Nathan.Ekspresinya agak dingin.Dia tiba-tiba merasa kesal, bagaimana ini?Bayangan wanita yang duduk di atas kuda kayu itu memeluk pria lain berputar di benaknya.Nathan memarkir mobil di depan Kelab Fantasi.Sambil melemparkan kunci ke valet, Nathan langsung masuk.Kelab Fantasi tidak buka pada siang hari.Ketika Brandon datang, Nathan sedang duduk menyilangkan kaki sambil memegang sebatang rokok. Dia menyaksikan pertunjukan pria macho di atas panggung.Dia adalah satu-satunya pria dewasa di antara penonton.Brandon langsung syok."Bukannya menonton striptis, kamu malah menonton pria macho. Apakah kamu baik-baik saja?"Nathan melihat Brandon sekilas, kemudian lanjut menonton pertunjukan.Lengan bajunya digulung ke siku, dia de
Malam makin gelap.Mobil melaju ke hotel.Brandon minum sedikit anggur.Nathan juga minum sedikit anggur.Mereka hanya minum sedikit.Namun setelah minum, sifat playboy Brandon menjadi lebih terlihat, dia lebih banyak bicara.Brandon mencuci otak Nathan dengan semangat. "Pengalamanmu terhadap wanita terlalu sedikit sehingga sulit berpaling dari wanita pertama.""Setelah lebih banyak mencoba, kamu akan tahu."Nathan memejamkan mata untuk mengistirahatkan pikirannya. Dia membiarkan Brandon mencuci otaknya.Namun, dia masih memikirkan Elena.Memikirkan karet gelang kupu-kupu merah yang mengikat betis Elena.Kaki Elena berayun.Tangan Nathan memegangnya, terlihat indah.Lima belas menit kemudian, di kamar hotel.Brandon meminta sepuluh wanita untuk masuk.Dari yang centil, lugu, manis, datar, montok, semuanya ada.Semuanya berkulit putih dan cantik."Pak Nathan, pilihlah. Lebih dari satu juga nggak apa-apa," rekomendasi Brandon.Nathan duduk malas di sofa. Dia melihat dengan datar. "Sepert
"Aku menunggumu di bawah.""Aku nggak bisa turun, sibuk.""Celana dalam kartunmu aku tempel di depan pintu.""..."Cara ini benar-benar ampuh."Jangan lupa mengambilnya."Nathan menutup telepon. Elena tampak ragu sejenak. Nathan memang akan melakukan hal seperti itu.Elena takut besok seseorang melewati rumah dan melihat celana dalam kartun itu.Dia akan malu sekali.Seharusnya Nathan ada di lantai bawah, bukan di depan pintu rumahnya.Elena ragu sejenak.Nathan berdiri di depan pintu rumah Elena.Dia seperti seorang pemburu yang sedang berburu.Tunggu dengan sabar hingga mangsanya membuka pintu.Nathan datang untuk menanyakan apakah Elena benar-benar menerima lamaran pria itu.Dia mendengar suara pintu terbukaElena membuka pintu, kemudian melihat Nathan berdiri di depan pintu."..."Keduanya saling menatap.Nathan terkekeh.Tepat ketika Elena hendak menutup pintu, pria itu mengulurkan tangannya.Tangan kanan Elena dipegang oleh Nathan.Telapak tangan pria itu terasa panas. Dia mencek
Sebenarnya Elena sudah menghapus nomor telepon Kaedyn sebelumnya.Jadi nama yang tertera di layar adalah 11 digit angka.Namun, Elena tahu ini adalah nomor telepon Kaedyn.Elena melihat senyum Nathan.Seharusnya Nathan juga tahu bahwa itu nomor telepon Kaedyn."Angkat saja, nggak perlu takut aku cemburu.""..."Pria ini berpikir terlalu banyak.Elena tidak takut Nathan akan cemburu, dia takut dengan senyum yang muncul di bibir Nathan.Menakutkan.Elena langsung menekan tombol jawab, juga menekan tombol speaker. Dia tidak takut apa-apa."Elena."Suara Kaedyn terdengar kurang sadar.Dia berkata, "Kepalaku sakit."Wajah cantik Elena menjadi muram. "Sinting. Kalau sakit kepala, cari dokter."Kemudian dia menutup panggilan telepon.Dulu, Kaedyn selalu sakit kepala setiap kali pergi minum bersama klien.Saat itu, Elena akan memberinya obat sakit kepala, bahkan memijat kepalanya.Tatapan Nathan seperti pisau. Saat dia melihat Elena, Nathan terkekeh. Dia memijat keningnya sambil berujar, "Elen
Kali ini Elena angkat bicara, suaranya serak. "Tunggu sebentar, untuk apa kamu membawa koper ke sini?"Nathan meminta orang di ujung telepon untuk menunggu. Dia berjalan ke ruang tamu dari balkon. "Jadi pacar tentu harus tinggal bersama."Pernyataan yang wajar.Elena, "?"Siapa yang menetapkannya?Nathan mengabaikan protes Elena. Mereka sudah berstatus sebagai pacar.Dia tidak ingin tinggal terpisah dengan Elena.Pada saat ini, sifat dominan Nathan muncul.Leon samar-samar mendengar percakapan antara bosnya dan Elena. Dia tak bisa berkata-kata.Setelah Nathan menelepon, dia pergi ke dapur, mengambil sebotol madu, kemudian membuat secangkir air madu untuk Elena guna melembabkan tenggorokannya.Saat Nathan membawa air madu keluar, Elena membungkuk untuk memungut pena yang jatuh ke lantai.Saat Elena membungkuk, leher bajunya jatuh ke bawah.Cupang di lehernya terlihat jelas.Itu adalah mahakarya Nathan.Jari Nathan menyentuh cupang itu, Elena menciutkan lehernya. "Apa yang kamu lakukan?"