Evan baru saja sampai ke kantornya. Semalaman ia tidak bisa tidur, terus terbayang wajah sang mantan istri. Sungguh tidak sanggup rasanya kehilangan wanita itu selama-lamanya. Evan selalu berdoa setiap ia mengirimkan hadiah untuk Zaya, berharap Zaya mengingat semua kenangan manis saat bersamanya lalu terketuk pintu hatinya dan mau memaafkannya.“Apa kamu baik-baik saja, Van?”Suara Dimas membuyarkan lamunan Evan yang baru saja akan duduk di kursinya. Pria itu spontan menoleh pada Dimas lalu menyuarakan isi hatinya.“Bagaimana mungkin aku bisa baik-baik saja kalau aku belum bisa berbaikan dengan mantan istriku, Dim. Tidak usah bertanya seperti itu lagi, deh.”Dimas mencebikkan bibirnya. “Aku nanya baik-baik, jawabnya kayak gitu.”“Nggak usah ngambek, deh! Mending buruan cari tahu soal Mira. Aku harus segera mengetahui siapa yang menjebakku. Bila perlu aku akan menyeret orang itu menghadap Zaya. Siapa tahu itu bisa menggugah hatinya.” Evan menegaskan.Dimas menghela napas panjang lalu m
Seminggu telah berlalu di mana Zaya terus-terusan menerima aneka hadiah, baik di kediaman Gea maupun di meja resepsionis di hotel tempat ia bekerja. Sesekali, Zaya menyembunyikan kado-kado yang diberikan oleh Evan dari Arga untuk menjaga perasaannya. Namun terkadang di momen tertentu, Arga memergokinya dan itu membuat Zaya tidak bisa berkutik. Jika demikian, biasanya Arga akan menasihatinya agar tak terlena dengan trik Evan.Satu minggu itu pula, Zaya terus berpikir ulang tentang wacana dan keinginan di hatinya untuk mulai mempertimbangkan Evan kembali. Saat ini pun perasaan bimbang masih terus mendominasi. Ada juga perasaan takut semua akan berulang. Itu terus mencengkeram jiwanya hingga pada akhirnya di pagi itu ia mendapatkan sebuah kotak yang cukup besar di atas mejanya yang membuat batinnya trenyuh.Kebetulan Arga belum datang sehingga ia leluasa untuk membuka kotak yang cukup besar itu di atas meja di ruangannya dan ketika ia membukanya hatinya benar-benar tersentuh.“Astaga, in
Sudah seminggu ini Evan mengirimi aneka hadiah pada mantan istrinya mulai dari aneka makanan, minuman, aksesoris dan lain sebagainya. Seminggu itu pula, Evan terus mengikuti Zaya sejak berangkat dari rumah Gea hingga sampai di hotel kakak tirinya.Begitu pun di saat pulang, Evan buru-buru meninggalkan kantor, langsung menuju hotel. Lelaki itu berharap Zaya tersentuh karena hadiah yang ia kirim dan mau menghubunginya. Namun, semua perjuangannya semingguan ini tampaknya tak membuahkan hasil. Alih-alih sukses, ia malah harus menyaksikan Zaya dan Arga semakin akrab, sampai-sampai tak melewatkan makan malam bersama setiap hari. Di titik putus asa yang dirasakan oleh Evan, pria itu memutuskan memberi hadiah sederhana, yaitu album foto-foto kenangannya dan Zaya berikut lagu favorit mereka dan pasrah menanti reaksi Zaya.“Kumohon, tergugahlah, Sayang! Aku sudah tak sanggup lagi menahan sesak di dadaku ini,” gumam Evan sambil terus menatap ke arah pintu hotel di mana Zaya baru saja masuk.Per
Aroma parfum yang menguar dari tubuh Evan saat pria itu memeluk Zaya, sungguh menenteramkan jiwa. Telah lama Zaya tak merasakan pelukan hangat ini. Kini, berada dalam dekapan sang mantan suami, Zaya merasa sedikit tenang. Isak tangis serta sedu sedan wanita cantik itu perlahan mereda.Beban yang mendera hatinya selama beberapa bulan ini seakan terangkat. Rasa cintanya pada Evan memang tak bisa ia bunuh. Pada akhirnya, Zaya tak sanggup menekan perasaannya lagi.“Aku tak akan menyakiti perasaanmu lagi, Sayang. Aku janji tak akan mengulangi semua yang pernah membuatmu terluka. Andai kamu tahu betapa tersiksanya aku setiap malam memikirkan hubungan kita. Aku menyesali semua kebodohanku. Maafkan aku!”Suara Evan entah kenapa terdengar merdu di telinga Zaya. Sungguh, ia tak mau memikirkan masa lalu lagi. Matanya saat ini terpejam, terus menikmati pelukan hangat Evan yang membuatnya tenang. Persetan dengan semuanya. Zaya tak peduli lagi. Wanita itu sudah cukup sesak selama berpisah dengan ma
Sebenarnya Evan cukup kecewa mendengar kata-kata yang terucap dari bibir Zaya. Bagaimana tidak, hampir dua bulan penuh ia stres memikirkan semua permasalahannya, terkait kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dan Zaya.Selama itu pula, Evan tidak nyenyak tidur, selalu terbayang-bayang akan mantan istrinya tersebut. Belum lagi perasaan takut kalau kakak tirinya akan merebut Zaya dari hidupnya dan itu menambah penderitaannya. Kini setelah semuanya terurai, bisa-bisanya Zaya memintanya untuk menjalani semuanya pelan-pelan, tetap jauh darinya, tak bisa secepatnya serumah lagi.Namun, Evan juga tahu jika ia memaksakan kehendaknya, maka sudah bisa dipastikan Zaya akan merasa tertekan, terdesak, dan ia akan mengalami hal yang buruk kembali, yaitu Zaya kembali mundur dan tidak ingin melanjutkan hubungan dengannya lagi. Apa boleh buat, tampaknya Evan harus banyak bersabar.“Sebenarnya aku tidak mau seperti ini. Aku sungguh merindukanmu, Sayang.”“Maaf, aku tidak bisa menjanjikan lebih. Aku
Suasana mengharu biru yang dirasakan oleh Evan dan Zaya ketika berbincang dari hati ke hati beberapa waktu yang lalu, akhirnya usai. Setelah mereka berdua berpelukan, saling mencurahkan perasaan masing-masing, juga memberikan syarat satu sama lain, akhirnya Zaya memutuskan untuk beranjak ke tempat duduknya.Ia sudah terlalu lama menghabiskan waktu di luar, sedangkan ia memiliki tanggung jawab untuk bekerja.“Kamu mau kembali ke hotel sekarang?” Evan bertanya dengan nada serius.“Iya, aku sudah bilang tadi kalau aku masih terikat dengan Arga, terkait pekerjaan. Masih banyak PR yang harus aku lakukan bersama Arga.” Zaya kembali menegaskan. Harapannya, Evan tidak mengamuk karena dirinya masih harus menyelesaikan tugas-tugasnya bersama Arga.“Iya, aku tidak akan melarangmu. Tapi ingatlah kata-kataku tadi! Jangan terpengaruh!” Evan memegangi tangan mantan istrinya dengan tatapan memelas.“Iya, iya,” sahut Zaya menahan geli.“Bilang juga sama kakak tiriku itu kalau mulai hari ini aku yang
Zaya sedikit gentar melihat raut wajah Arga yang menatapnya dengan wajah cemberut. Sorot kemarahan jelas-jelas terpancar dari mata atasan plus sahabatnya tersebut. Laki-laki itu pasti sangat marah padanya. Zaya mengerti itu.Namun, ia tidak boleh melarikan diri begitu saja. Ia harus menjelaskan semuanya pada Arga pelan-pelan. Semoga saja laki-laki itu bisa menerima semua keputusannya.“Apa kamu yakin mau menemuinya?” Suara mantan suami yang kemungkinan sebentar lagi akan kembali rujuk dengannya alias menjadi suaminya lagi membuyarkan lamunan Zaya. Ia langsung menoleh sambil melepaskan sabuk pengamannya, kemudian tersenyum pada Evan.“Jangan khawatiran aku! Tidak akan terjadi apa-apa padaku. Aku mengenal Arga dengan baik. Dia tidak akan mungkin melakukan hal buruk padaku. Paling-paling dia ngambek nanti,” ucap Zaya yakin.“Berhati-hatilah dan jangan terlalu akrab dengannya, Sayang!” Tak henti-hentinya Evan mengingatkan Zaya.“Bagaimana mungkin aku tidak akrab dengannya. Aku itu sekret
Arga tak bisa menutupi rasa kecewanya. Sorot kesedihan juga terpancar jelas di matanya. Tak pernah ia duga, perjuangannya selama ini untuk memikat Zaya berujung sia-sia.Ia sampai menahan diri untuk tidak agresif, semata-mata untuk membuat Zaya kagum padanya agar wanita yang ia gilai itu bisa pelan-pelan menumbuhkan cinta di hatinya untuknya seperti dulu.“Apa kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan, Za? Adik tiriku itu telah mengkhianatimu. Apa kamu tak berpikir dia akan kembali melakukan hal yang sama?”Zaya tahu Arga pasti tak akan mudah menerima kenyataan ini. Terlihat jelas, atasannya itu berniat menghasutnya. Namun, Zaya tak ambil pusing karena ia tahu, lelaki itu hanya sedang terluka karena keputusannya. Ia tahu, Arga adalah lelaki yang sangat baik. Karena itu, ia tak mau semakin lama menyakiti Arga.Sepertinya ia harus mengambil keputusan cepat. Zaya tiba-tiba bertekad akan berhenti dari hotel sekarang juga. Selain tak ingin menyakiti mantan kekasihnya, Zaya juga khawatir Arga