“Aku pulang dulu, Ga.”Zaya berpamitan pada Arga, berniat akan naik taksi saja. Ia merasa cukup lelah hari itu. Harusnya ia menemani Arga makan malam sesuai janjinya. Namun, khusus malam itu, ia tak bisa menepatinya.Arga segera menarik tangan Zaya ke dalam mobilnya tanpa aba-aba. Laki-laki itu sungguh ingin mengantar Zaya sehingga bisa bersama lebih lama lagi untuk meluapkan kerinduannya yang herannya selalu terasa menggebu-gebu.“Aku antar kamu, ya! Tak apa kalau kamu tak mau makan malam denganku malam ini. Namun, aku tak akan biarkan kamu naik taksi sendirian. Please, jangan menolak!”Suara lirih dari Arga, tentu membuat Zaya tak tega. Apalagi saat menatap wajahnya yang terlihat sangat berharap. Pada akhirnya, Zaya mengalah. Ia menerima kebaikan hati Arga yang mau mengantarnya.“Kalau mukamu udah kayak gitu, mana bisa aku menolak, Ga,” seloroh Zaya mengulum senyum lalu mulai menarik sabuk pengaman dan memasangnya dengan benar.Sorot bahagia pun langsung terpancar di mata Arga. Bibi
Pilu, hati Nadia sungguh terasa pilu melihat wanita yang sudah dianggap sebagai putri sendiri tengah menyantap makanan yang ia beli dengan lahap, terlihat begitu lapar. Zaya pasti begitu lelah bekerja sejak pagi hingga menjelang malam.Andai saja putranya tidak melakukan kesalahan fatal, tentu Zaya tak perlu lagi bekerja sehingga ia dan menantunya itu bisa sering bersama, bercengkerama, memasak bersama, mengeksplorasi aneka resep kue serta kudapan yang mereka dapatkan dari internet sambil bercanda tawa. Nadia sungguh merindukan masa-masa itu.Kedatangannya menemui mantan menantunya itu belum tentu bisa memastikan persetujuan Zaya untuk kembali rujuk dengan putranya. Entahlah, melihat keteguhan hati Zaya membuat Nadia sedikit gentar. Namun, ia tidak boleh kalah sebelum berperang. Meskipun ia tahu apa jawaban Zaya nanti, tapi setidaknya ia akan berusaha merayu dan membujuk putrinya tersebut untuk kembali rujuk dengan Evan.“Mama enggak sempat masak, Zaya. Mama udah jarang masak semenjak
“Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?”Suara bel yang menggema di penjuru ruangan, membuat baik Zaya dan Gea saling berpandangan setelah sama-sama berpakaian rapi, bersiap akan sarapan.“Kamu nggak pesen paket, kan?” Zaya menanggapi pertanyaan Gea barusan sambil menoleh ke arah pintu.“Aku nggak pesan apa-apa. Lagi pula nggak mungkin kurir mengantar paket sepagi ini, Za,” ujar Gea diangguki Zaya.Gadis berambut pendek itu pun langsung melangkah ke arah pintu dan mendapati seorang lelaki sedang membawa sebuah paperbag tengah tersenyum, kemudian bertanya padanya.“Maaf, apa benar di sini kediaman Nona Zaya?”Gea mengangguk. “Iya, Anda siapa?”“Saya kurir, Nona. Ini ada kiriman buat Nona Zaya. Mohon diterima!” Pria itu menyodorkan sebuah paperbag pada Gea. Lalu, tanpa banyak kata, kurir itu undur diri setelah berhasil menyerahkan paket yang harus ia antarkan.“Siapa, Gea?” Zaya yang ikut menyusul ke depan, langsung bertanya pada Gea.Gadis cantik berambut sebahu itu menoleh, setelah seb
Gea membiarkan Zaya menangis untuk meluapkan sesak di dada yang selama ini terpendam. Gadis yang telah menemani hari-hari Zaya sejak zaman kuliah itu sengaja mengurung diri di kamar semalam saat tante Nadia datang dan memanfaatkan waktunya untuk mencari artikel-artikel tentang permasalahan yang dihadapi oleh Zaya dan Evan.Bukan hanya sedikit perceraian yang terjadi karena masalah penampilan, tapi ada banyak kasus yang membuat Gea semakin dalam menggali kasus yang mirip dengan sahabatnya tersebut dan menemukan bahwa memang rumah tangga harus benar-benar dijaga, tidak bisa hanya mengandalkan cinta belaka. Cinta yang di awal terasa begitu menggebu-gebu akan berangsur padam ketika masuk dalam sebuah ikatan pernikahan, bahkan akan berubah menjadi hambar, terutama jika pasangan suami istri tidak membuat inovasi baru dalam rumah tangga mereka yang bisa membuat rasa jenuh itu hilang. Karena pada dasarnya pasangan suami istri akan mengulangi kegiatan yang sama berhari-hari dan akan bertemu
Semua penjelasan Gea tadi pagi akhirnya bisa diterima oleh Zaya. Entah kenapa sifat keras hati yang ia pertahankan beberapa hari ini sirna tak berbekas. Semua untaian kata yang terucap dari bibir Gea merasuk ke dalam kalbunya. Tiba-tiba, timbul rasa bersalah yang luar biasa di dalam dirinya atas kelalaiannya menjaga keutuhan rumah tangganya.Bukan berarti ia tidak benci dengan apa yang dilakukan oleh mantan suaminya, tapi ketika ia telusuri lagi dan ia tonton kembali video serta artikel-artikel yang dikirimkan oleh Gea, barulah ia menyadari sesuatu, bahwa rumah tangga itu harus dibangun bersama bukan hanya salah satu pihak saja. Kesibukannya mengurus rumah tangga serta sibuknya sang suami di luar sana dengan segala godaan serta keindahan yang selalu dilihat berhari-hari, tentu saja membuat suaminya membandingkan antara apa yang ia lihat di kantor dan apa yang ia lihat di rumah. Meskipun begitu, Zaya tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh Evan, tapi besar kemungkinan ada juga andil
Evan baru saja sampai ke kantornya. Semalaman ia tidak bisa tidur, terus terbayang wajah sang mantan istri. Sungguh tidak sanggup rasanya kehilangan wanita itu selama-lamanya. Evan selalu berdoa setiap ia mengirimkan hadiah untuk Zaya, berharap Zaya mengingat semua kenangan manis saat bersamanya lalu terketuk pintu hatinya dan mau memaafkannya.“Apa kamu baik-baik saja, Van?”Suara Dimas membuyarkan lamunan Evan yang baru saja akan duduk di kursinya. Pria itu spontan menoleh pada Dimas lalu menyuarakan isi hatinya.“Bagaimana mungkin aku bisa baik-baik saja kalau aku belum bisa berbaikan dengan mantan istriku, Dim. Tidak usah bertanya seperti itu lagi, deh.”Dimas mencebikkan bibirnya. “Aku nanya baik-baik, jawabnya kayak gitu.”“Nggak usah ngambek, deh! Mending buruan cari tahu soal Mira. Aku harus segera mengetahui siapa yang menjebakku. Bila perlu aku akan menyeret orang itu menghadap Zaya. Siapa tahu itu bisa menggugah hatinya.” Evan menegaskan.Dimas menghela napas panjang lalu m
Seminggu telah berlalu di mana Zaya terus-terusan menerima aneka hadiah, baik di kediaman Gea maupun di meja resepsionis di hotel tempat ia bekerja. Sesekali, Zaya menyembunyikan kado-kado yang diberikan oleh Evan dari Arga untuk menjaga perasaannya. Namun terkadang di momen tertentu, Arga memergokinya dan itu membuat Zaya tidak bisa berkutik. Jika demikian, biasanya Arga akan menasihatinya agar tak terlena dengan trik Evan.Satu minggu itu pula, Zaya terus berpikir ulang tentang wacana dan keinginan di hatinya untuk mulai mempertimbangkan Evan kembali. Saat ini pun perasaan bimbang masih terus mendominasi. Ada juga perasaan takut semua akan berulang. Itu terus mencengkeram jiwanya hingga pada akhirnya di pagi itu ia mendapatkan sebuah kotak yang cukup besar di atas mejanya yang membuat batinnya trenyuh.Kebetulan Arga belum datang sehingga ia leluasa untuk membuka kotak yang cukup besar itu di atas meja di ruangannya dan ketika ia membukanya hatinya benar-benar tersentuh.“Astaga, in
Sudah seminggu ini Evan mengirimi aneka hadiah pada mantan istrinya mulai dari aneka makanan, minuman, aksesoris dan lain sebagainya. Seminggu itu pula, Evan terus mengikuti Zaya sejak berangkat dari rumah Gea hingga sampai di hotel kakak tirinya.Begitu pun di saat pulang, Evan buru-buru meninggalkan kantor, langsung menuju hotel. Lelaki itu berharap Zaya tersentuh karena hadiah yang ia kirim dan mau menghubunginya. Namun, semua perjuangannya semingguan ini tampaknya tak membuahkan hasil. Alih-alih sukses, ia malah harus menyaksikan Zaya dan Arga semakin akrab, sampai-sampai tak melewatkan makan malam bersama setiap hari. Di titik putus asa yang dirasakan oleh Evan, pria itu memutuskan memberi hadiah sederhana, yaitu album foto-foto kenangannya dan Zaya berikut lagu favorit mereka dan pasrah menanti reaksi Zaya.“Kumohon, tergugahlah, Sayang! Aku sudah tak sanggup lagi menahan sesak di dadaku ini,” gumam Evan sambil terus menatap ke arah pintu hotel di mana Zaya baru saja masuk.Per
Pernikahan Evan dan Zaya berjalan cukup baik. Dengan ditempatkannya Zaya di bawah kepemimpinan manajer Ardi, rasa cemburu dan takut kehilangan yang dirasakan oleh Evan terus saja menggebu-gebu. Hingga tak terasa satu bulan perjalanan pernikahan mereka pasca rujuk kembali pun terlewati dengan baik. Evan dan Zaya memutuskan untuk pergi ke psikolog untuk melakukan aneka terapi untuk menyembuhkan Zaya dari trauma yang dialaminya pasca pengkhianatan yang Evan lakukan dan semuanya berjalan dengan mulus. Pelan-pelan, Evan dan Zaya mulai bisa mengarungi bahtera rumah tangga mereka berdua di mana saat ini adalah hari pertama mereka kembali menyatu sebagai pasangan suami istri. Evan awalnya dengan sangat terpaksa memangkas pemanasan saat melakukan kegiatan nakalnya dengan Zaya karena itulah yang menyebabkan istrinya teringat-ingat akan perbuatannya dengan Mira dulu. Sampai akhirnya sang istri mulai terlena, baru ia bisa melakukan yang ia inginkan, yaitu mencium sang istri di tengah-tengah p
“Kenalkan Zaya, ini manajer Ardi. Dia akan menjadi atasanmu mulai hari ini.”Zaya segera mengulurkan tangannya di depan sang suami yang baru saja memperkenalkannya pada calon atasannya.“Perkenalkan, saya Mazaya– sekretaris baru Anda, Pak Ardi.”Ardi menyambut tangan Zaya, kemudian tersenyum padanya. “Aduh saya jadi tidak enak, nih! Masa bawahan saya, istri atasan saya sendiri?”Zaya membalas senyuman sang atasan. “Tidak usah merasa tak enak, Pak Ardi. Perlakukan saya sama seperti sekretaris pada umumnya saja! Saya wanita yang suka bekerja secara profesional. Saat saya menjadi sekretaris Anda, jangan pernah anggap saya seorang istri dari CEO. Kalau saya melakukan kesalahan, tegur bahkan marahi saya. Saya lebih suka seperti itu, Pak.”“Duh, saya benar-benar tidak enak, Bu Zaya!” Ardi benar-benar terlihat canggung di depan Zaya dan Evan.“Perlakukan saja saya seperti bawahan Anda, Pak. Saya tidak akan mengadu kok pada suami saya,” ucap Zaya tersenyum lebar dan itu sukses membuat Evan ke
“Kenapa denganku? Bukankah aku menikah kembali karena aku tidak bisa hidup tanpanya dan menderita membayangkan berpisah selama-lamanya dari dirinya? Bukankah aku bersedih ketika melihat video kenangan kami saat kami bersama sehingga memutuskan kembali rujuk dengannya? Tapi kenapa aku tidak bisa disentuh olehnya?” Zaya hanya bisa menggumam di dalam hati tatkala ia membuka matanya tengah malam itu. Posisinya sekarang berada di kamar di rumah barunya dengan sang suami di mana Evan menghiba padanya, meminta agar dirinya bisa bertahan melewati rintangan yang terjadi pasca resminya pernikahan mereka yang kedua kali.Suaminya itu memeluknya erat, terlihat takut kehilangan. Dipandanginya wajah Evan, membuat rasa iba menyeruak di hati Zaya. Evan begitu kukuh mempertahankannya menjadi seorang istri, sementara dirinya ragu karena bisa dibayangkan ke depannya nanti, setiap kali sang suami ingin menciumnya, ia kemungkinan akan teringat sang suami mencium Mira. Ini gawat. Ini benar-benar gawat. “
Rasa kecewa sungguh menyelimuti hati Evan ketika ia berusaha ingin mencium sang istri, tapi istrinya malah berpaling. Yang lebih membuatnya syok adalah ketika sang istri mengatakan ia belum siap.Kenapa ini? Apa yang terjadi pada Zaya? Kenapa sang istri tidak mau dicium olehnya? Evan berusaha menepis semua kemungkinan terburuk yang ia pikirkan lalu ia memegangi bahu Zaya, membawanya menghadapnya.“Kenapa, Sayang? Ada apa denganmu?” tanya Evan penasaran.Zaya memejamkan matanya, berusaha menepis kenangan-kenangan buruk yang terpintas sesaat sebelum sang suami berniat mendaratkan bibirnya di bibirnya tadi. Bagaimana tidak, tanpa ia niatkan bayangan ketika Evan memagut mesra bibir Mira, kemudian bergumul panas di atas sofa di dalam kantor di mana ia menyaksikan sendiri betapa buasnya Evan mencumbu bibir sekretarisnya itu, terbayang jelas di pelupuk mata.Itu sukses memberikan rasa sakit luar biasa di hatinya. Zaya berusaha membuang semua pikiran itu, tapi tidak bisa. Ia juga tidak menger
“Wah, rumahnya bagus, Sayang!” Zaya berdecak takjub saat ia digandeng suaminya memasuki rumah baru mereka yang luar biasa megah seusai mengemasi barang-barangnya dari rumah Gea. Rumah bergaya Eropa yang lokasinya sangat dekat dengan perusahaan itu akan sangat memudahkan Zaya dan Evan pergi bekerja agak siang karena mereka berdua tak akan pernah terlambat pergi ke perusahaan.“Kamu suka rumahnya, Sayang?” tanya Evan, mengajak sang istri masuk lalu menemaninya berkeliling dan menunjukkan detail interior yang menawan.Zaya menganggukkan kepalanya, terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak hentinya merasa takjub. Bagaimana tidak, rumah yang akan menjadi huniannya yang baru dengan Evan jauh lebih besar dibandingkan rumah lama. Interior, eksterior, serta model rumahnya juga begitu elegan, persis rumah-rumah sultan di mana ada dua pilar besar di teras depan yang terhubung dengan sebuah balkon utama yang mengarah ke arah halaman depan dan ketika masuk, Zaya pun disambut sebuah ta
Zaya tersenyum pada Gea lalu menjelaskan keinginannya.“Kayaknya nggak perlu resepsi, deh. Evan juga belum mengumumkan kalau dia sudah bercerai dariku. Yang tahu hanya Mira.”“Ah, gitu! Apa Dimas sudah membekuk Mira?” tanya Gea penasaran. “Apa bisa menjebloskannya ke penjara dengan kasus yang sekarang sedang menimpa Arga? Tapi 'kan, tidak ada korbannya?”Evan segera menengahi. “Itu urusan Dimas. Dia pasti sudah menemukan bukti-bukti lain atas kejahatan Mira. Wanita itu bukan hanya jahat padaku saja, tapi juga sudah mencelakai orang-orang lain yang akan menjadi korbannya. Tidak usah membahas itu dulu karena sekarang kami ingin bicara sesuatu pada kamu.”Zaya langsung menyambung kalimat suaminya. “Makasih banyak, ya, sudah membiarkan aku tinggal di sini, Gea. Aku sungguh bersyukur mendapat sahabat yang baik sepertimu sehingga aku tidak luntang-lantung di jalan saat aku kabur dari rumah Evan. Hari ini, aku akan ikut suamiku.”Gadis berambut pendek itu mengernyitkan kedua alisnya. “Maksud
“Kalian, kok, aneh?”Suara Gea menyapa pendengaran Zaya ketika ia dan suaminya tiba di kediaman sahabat cantiknya tersebut. Wanita berambut pendek itu pasti sangat kebingungan melihat betapa mesranya dirinya dan sang suami yang saat ini bergandengan pinggang masuk ke dalam rumah dan itu membuat Zaya terkikik geli.“Emangnya kami kenapa?” ucap Zaya balik bertanya.Gea menatap Zaya dan Evan secara bergantian dengan sorot curiga. “Aura kalian berbeda. Gimana, ya, bilangnya ...? Entahlah.” Gadis cantik itu terlihat bingung mendeskripsikan apa yang ia lihat. “Ngomong-ngomong, kamu jadi ke salon, jadi jalan-jalan? Ini masih pagi, tapi kok kalian sudah ada di sini?”Gea kemudian menoleh pada Evan. “Kamu kok udah sama-sama Zaya pagi ini? Kamu enggak kerja?”Zaya menoleh pada sang suami, kemudian bertukar senyum dan itu membuat Gea keki.“Kenapa malah senyum-senyum kayak gitu? Jawab dong pertanyaanku!”Zaya tergelak renyah, merasa geli melihat sewotnya sang sahabat. “Ya, makanya suruh kami ma
Evan menatap Zaya penuh cinta saat wanita cantik itu selesai menandatangani berkas-berkas pernikahan dengannya. Rasanya tak percaya, bisa mendapatkan wanita cantik ini kembali.Setelah semua urusan selesai, petugas yang menikahkan Evan dan Zaya pun pamit, meninggalkan pasangan pengantin yang terus saling bertukar pandang.“Aku tak pernah menyangka pernikahan kita akan dilangsungkan secepat ini walaupun aku sebenarnya masih benar-benar geram dan kesal pada Arga. Aku tidak bisa membayangkan kalau dia sampai berhasil menyentuh kamu tadi, Sayang.”Zaya menghela napas panjang, kemudian seketika merinding ketika membayangkan dirinya disentuh oleh Arga. Hingga detik ini, ia belum percaya kalau laki-laki yang ia percayai bisa melakukan hal keji seperti itu padanya. Namun, setelah ia pikir lagi, Arga melakukan itu pasti karena terlalu cinta padanya. Lelaki itu marah karena ia lebih memilih Evan kembali dibanding dirinya yang sepertinya sudah berusaha sekuat tenaga sejak awal perceraian hingga
“Lepaskan aku, Ma! Aku mau menemui Zaya. Aku harus menjadikannya milikku.”Arga terus berontak, minta dilepaskan karena saat ini pria itu sedang dikurung oleh Nadia, sang mama di sebuah ruangan dengan sebuah jendela kaca untuk memantau Arga dari luar.Nadia pilu melihat putra tirinya yang sejak tadi menjerit histeris di dalam sana. Air matanya tanpa bisa ditahan meluncur deras di pipi.“Gimana ini, Tante? Apa tak sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja? Biar bagaimana pun, Arga telah melakukan perbuatan kriminal. Dia harus diberi efek jera, Tan.”Dimas membujuk Nadia untuk menyerahkan Arga ke pihak berwajib karena yang dilakukan pria itu benar-benar keji. Tega-teganya Arga membuat dua orang menderita, berpisah lalu2Nadia menyeka air matanya sambil terus menatap putra tirinya yang tengah meraung, menangis, dan meratap di dalam sana. Bagaimana mungkin ia tega menjebloskan putra suaminya yang telah ia anggap sebagai anak sendiri. Meski memang mungkin perhatian dan kasih sayangnya sedi