“Evan, jelaskan pada Mama! Kenapa kamu bercerai diam-diam dari Zaya?”Suara lantang Nadia mengudara di ruang kerja Evan. Wanita paruh baya itu menerobos masuk ke ruangan putranya dan mendapati kekacauan di sana. Semua barang yang ada di sana hancur berantakan. Wajah putranya pun terlihat kusut dan kacau.Nadia tercengang. Ia tak pernah menduga, sang putra menyembunyikan hal besar sebesar itu darinya.“Mama ....”Evan terlonjak kaget melihat kehadiran mamanya. Ia sontak berdiri lalu mendekati sang mama. Hatinya gentar. Ia tak tahu harus bicara apa. Evan yang sejak pulang dari pengadilan, memutuskan kembali ke kantor setelah memarahi Mira. Setelahnya, ia tak bisa membendung kemarahannya lagi. Pria tampan itu mengamuk di ruangan itu, pusing memikirkan masa depannya selepas bercerai dan takut menyampaikan soal itu pada sang mama. Kini, jantungnya seakan terhenti ketika melihat wanita yang telah melahirkannya tengah berdiri dengan sorot mata menahan marah.“Jelaskan semuanya pada Mama, Eva
Nadia tercengang setelah mendengar semua penuturan dari anak kandungnya. Kini ia tahu persis kenapa menantunya meminta cerai. Rupanya semua kesalahan memang ada pada anaknya. Meskipun tidak seratus persen salah, tapi tetap saja anaknya yang tidak bisa menjaga dirinya itulah yang membuat pernikahan hancur tak tersisa. “Kamu benar-benar gila. Kamu benar-benar keterlaluan, Evan.” Nadia menatap anaknya dengan sorot kesal.Evan menunjukkan raut memelas. Dengan sedikit menghiba, Evan terus berusaha meraih simpati dari sang mama. “Semua itu hanya kekhilafan, Ma. Aku tidak melakukan apa pun pada wanita itu selain—”“Tidak usah kamu ceritakan lagi!” bentak Nadia sambil mengangkat tangannya, mengarahkannya ke wajah Evan. Wajah wanita itu terlihat kesal. Ia tak mau lagi mendengar apa yang terjadi pada Evan dan wanita jalang itu. “Mama jijik mendengarnya.”“Maafkan aku, Ma! Semuanya terjadi karena kurangnya komunikasi antara aku dan Zaya. Aku juga salah karena silau akan penampilan wanita gatal
“Makasih sudah mengantarku. Mulai besok aku akan bawa mobil sendiri Ga.”Kata-kata yang meluncur dari bibir Zaya, seketika membuat hati Arga tercubit. Pria itu berharap bisa terus mengantar dan menjemput wanita yang ia cintai agar kedekatan yang dulu terputus karena kehadiran Evan bisa kembali terajut. Namun, apa yang Arga dengar tadi, sungguh membuat pria itu kecewa. Raut wajah yang tadinya semringah, sontak berubah menjadi muram.“Kenapa, Za? Kita ‘kan selama ini sudah sering pergi bersama?” protes Arga.Dengan berat hati, Zaya terpaksa melakukan ini. Ia butuh sendiri dan kebersamaannya dengan Arga bisa menimbulkan masalah baru dalam hidupnya. “Maaf, aku tidak akan pergi bersamamu dan aku juga tidak mau diantar pulang olehmu lagi. Kita hanya akan bersama saat ada meeting di luar.” Zaya menatap serius pada Arga lalu kembali berujar penuh penekanan. “Aku punya mobil, Ga. Jangan memaksaku!”Arga menghela napas lelah. Pria itu tahu ada momen-momen tertentu di mana ia tidak bisa memaksaka
Rasa perih sungguh dirasakan oleh Evan kala ia mulai membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Bagaimana tidak, biasanya akan ada sang istri yang tersenyum padanya, bahkan bergelung di dadanya, memeluknya begitu mesra setiap malam.Sudah beberapa minggu ini ia merasakan kesepian dan kesedihan yang teramat dalam. Sungguh, ia menyesal melakukan kebodohan. Kenapa ia tidak berterus terang saja pada sang mama soal kekhilafannya pada Mira sehingga perceraiannya dengan Zaya tidak akan pernah terjadi?Setidaknya meskipun Zaya marah padanya, ia masih bisa merayu dan membujuknya karena statusnya masih kuat, yaitu masih berstatus sebagai suami istri. Tapi sekarang, apa yang terjadi? Zaya terlepas dari genggamannya dan parahnya mantan istrinya tersebut sedang diincar oleh kakak tirinya sendiri.“Kenapa aku begitu bodoh melepasmu hanya karena sebuah status, Sayang.” Evan mengutuki dirinya sendiri. Pria itu membelai bantal di sampingnya, yaitu bantal yang biasa dipakai Zaya. “Kalau aku tahu mama
“Ini benar-benar gila. Kenapa wanita itu bisa seperti itu dan kenapa dia tidak langsung dipecat saja, Dim?”Evan mengomel kesal pada Dimas yang sudah resmi menjadi sekretarisnya. Bukannya menuruti kata-katanya juga permintaan sang mama untuk memecat wanita itu, Dimas malah hanya memindahkan Mira ke divisi lain saja.Dimas mendengarkan semua omelan Evan. Ia baru akan menerangkan kenapa ia memberi kesempatan pada wanita licik itu untuk bertahan di perusahaan setelah semua unek-unek Evan keluar semuanya.“Bagaimana kalau mama sampai tahu soal ini?” Evan kembali menyambung ucapannya. “Mama sudah memintaku untuk memecat wanita itu karena dia berbahaya. Aku juga punya misi untuk mengejar mantan istriku kembali. Gimana, sih?”Dimas menatap sahabatnya dengan sorot serius. Mulutnya pun dengan santai bertanya. “Sudah selesai belum, Van?”Evan mendengus kesal melihat sikap sang sahabat yang menurutnya kurang ajar padanya. Meskipun Dimas adalah sahabatnya, tetap saja ia adalah atasannya di perusah
“Dari sekian banyak hotel, kenapa kita harus datang kemari, sih?”Evan menggerutu kesal pada Dimas, sang sekretaris yang langsung mengajaknya menemui seorang klien pasca memberi ultimatum pada Mira tadi pagi. Klien itu berniat menjalin kerja sama dengan perusahaannya di mana pengusaha itu mengusulkan proyek pembangunan tempat wisata berupa danau buatan yang terintegrasi dengan penginapan, resort mewah, supermarket, fasilitas gym, taman dan sebagainya yang memang didesain khusus untuk para wisatawan dalam negeri yang ingin menghabiskan akhir pekan mereka.Lokasi pembangunan tempat wisata tersebut cukup luas dan ketika semuanya selesai, pastinya akan memberikan keuntungan yang begitu luar biasa untuk kedua belah pihak. Karena itulah, tanpa ragu Evan segera menyetujui proposal salah satu klien tersebut. Namun yang membuatnya kesal, kenapa kliennya tersebut harus mengajak meeting di hotel kakak tirinya?“Bukan kita yang minta, Van. Mereka yang sudah mereservasi restoran di hotel ini terl
“Kenapa dia harus meeting di sini, sih?”Zaya tidak bisa tidak menggerutu kesal saat melihat mantan suaminya yang saat ini sedang sibuk dengan seorang klien bersama Dimas, sahabat plus manajer utama di perusahaan suaminya. Hatinya gundah karena merasa diperhatikan sejak tadi.Arga menarik kursinya mendekati Zaya, berniat memanasi adik tirinya yang memang sejak tadi memperhatikan mejanya. Klien yang akan menyewa salah satu venue di hotelnya sudah pergi beberapa menit lalu dan momen itu akan dimanfaatkan oleh Arga sebaik-baiknya untuk menunjukkan pada adik tirinya kalau dirinyalah yang pantas bagi Zaya.“Nggak usah dilihat, Za.” Arga melingkarkan tangannya di kursi wanita cantik itu sehingga tampak dari kejauhan seolah sedang merangkul Zaya. Bibirnya pun tersenyum, merasa begitu gembira bisa melakukan hal yang pastinya akan membuat Evan panas hati.Zaya menoleh pada Arga lalu mengerucutkan bibirnya. Sedetik kemudian omelan kesal kembali meluncur dari bibirnya. “Bagaimana bisa, Ga? Mejan
“Kamu kerjain sisanya, ya! Aku tak mau terlambat.”Evan buru-buru memakai jasnya kembali lalu meraih tas dan kunci mobilnya, bersiap meninggalkan kantor secepatnya.Dimas mencekal tangan sahabatnya. Pria itu penasaran melihat sang CEO tampak terburu-buru. “Mau ke mana kamu? Ini baru jam 4.30.”“Aku mau stalking mantan istriku. Tadi anak buah kita melapor padamu kalau Zaya pulang sendiri hari ini, kan?” Evan mengonfirmasi sambil menepis pelan tangan Dimas.Kepala Dimas sontak mengangguk. Bibirnya mengamini pernyataan Evan. “Iya, Ben bilang Zaya sudah mulai sibuk dengan mobilnya sejak sore. Anak buah kita menyimpulkan bahwa ada kemungkinan mantan istrimu itu akan pulang sendiri mulai hari ini.”Senyum puas langsung tersungging di bibir Evan. Akhirnya, ia punya kesempatan untuk bersama dengan wanita yang ia cintai tanpa bayang-bayang Arga, sang kakak tiri yang menyebalkan itu.Sejak tadi siang, ia berusaha sekuat tenaga menahan bara api di hatinya saat membayangkan lagi betapa berlebihan