"Paman, kita bukan murid Istana Hawa, apa perlu bersujud?" tanya Charlotte."Kita harus hormati orang yang sudah meninggal, bersujudlah." Luther menganggukkan kepalanya. Vernita dulunya adalah ahli berbakat yang sangat dihormati. Meski sekarang telah meninggal, mereka tetap harus menghargainya."Oh." Charlotte menanggapi dengan singkat, lalu bersujud tiga kali.Gluduk, gluduk! Tiba-tiba batu nisan itu bergetar dan mulai runtuh, hingga akhirnya menghilang. Pada saat bersamaan, muncul sebuah kotak kayu yang sangat indah menggantikan batu nisan tersebut."Paman, ada sesuatu!" teriak Charlotte dengan mata berbinar. Dia segera membuka kotak itu dan melihat isinya. Di dalamnya ada sebuah mutiara berwarna emas. Mutiara ini sangat indah dan memukau. Cairan berwarna keemasan di dalamnya terus berputar membentuk sebuah pusaran yang menyerap energi dari langit dan bumi."Astaga! Ternyata ini Mutiara Spiritual?" Maple membelalakkan matanya dengan kaget. Bahkan Luther yang selalu terlihat tenang pu
"Kalau kalian nggak mau, berikan saja padaku. Gimana?" Yadira tiba-tiba bersuara. Di saat seperti ini, dia memang seharusnya bersikap tidak tahu malu sedikit. Mungkin, mereka benar-benar akan memberikan barang itu kepadanya?"Jangan mimpi!" tegur Luther sembari memelotot. Kemudian, dia memasukkan Mutiara Spiritual ke saku Charlotte secara paksa dan berkata, "Simpan baik-baik, harta karun ini berjodoh denganmu. Aku akan marah kalau kamu menolak lagi!""Um ... ya sudah, aku akan menggunakannya untuk sementara waktu ini. Kelak, aku akan mengembalikannya kepadamu." Setelah ragu-ragu sesaat, Charlotte akhirnya memutuskan untuk menyimpan barang tersebut.Charlotte berpikir, setelah dirinya menjadi kuat suatu hari nanti, dia baru bisa membantu Luther dengan maksimal.Begitu Mutiara Spiritual bersentuhan dengannya, Charlotte bisa merasakan hawa dingin yang terus mengalir ke dalam tubuh dan pusat energinya. Hawa ini memperkuat energi internal dan meridiannya.Dengan situasi seperti ini, Charlot
Charlotte terkejut hingga bulu kuduknya meremang. Dia bergegas bersembunyi di belakang Yadira dengan tubuh yang gemetaran. Charlotte adalah gadis pemberani, tetapi dia sangat takut pada hantu."Siapa kamu?" tanya Luther yang mengernyit dengan heran. Meskipun dirinya lengah barusan, harus diakui sosok ini termasuk hebat karena berhasil mendorongnya dengan satu serangan. Menurutnya, sosok ini setidaknya seorang master!"Tempat ini adalah makamku. Menurut kalian, siapa aku?" balas sosok itu. Saat ini, kabut putih yang berada di sekitarnya berangsur menghilang.Dalam sekejap, wajah seorang wanita tua muncul di depan mereka semua. Wanita ini sangat cantik, meskipun rambutnya sudah beruban. Hanya saja, sepasang matanya itu tampak mendalam, seakan-akan bisa melihat segalanya."Makammu? Jangan-jangan, Senior Vernita?" tanya Luther setelah termangu sejenak. Raut wajahnya sampai berubah drastis."Vernita!" Begitu nama ini dilontarkan, Charlotte dan Yadira sontak tercengang. Mereka memandang soso
Ketika Luther memaksakan diri untuk melakukan terobosan, Vernita sudah melayangkan pukulan kepadanya. Karena tidak sempat menghindar, Luther terpaksa melawan serangan tersebut dengan pukulannya.Begitu kedua telapak tangan itu berbenturan, Luther sontak terpental bak bola meriam. Tubuhnya menabrak dinding, memunculkan sebuah lubang berbentuk manusia yang dalam. Untuk seketika, seluruh makam pun bergetar, banyak batu yang berjatuhan.Luther merasa tenggorokannya agak manis. Saat berikutnya, dia langsung memuntahkan darah dan wajahnya tampak pucat pasi."Paman!" Melihat ini, ekspresi Charlotte seketika berubah. Dia ingin maju untuk membantu, tetapi Yadira malah menahannya. Bagaimanapun, mereka tidak akan sanggup ikut dalam pertarungan level ini.Sejak 50 tahun lalu, Vernita sudah merupakan tokoh yang sangat hebat. Kini, kekuatannya pasti meningkat pesat setelah melakukan kultivasi tertutup. Bisa dibilang, kekuatan Vernita ini tidak ada bedanya dengan dewa! Luther sudah termasuk hebat kar
Dada Luther sontak menjadi cekung. Dia terlempar tinggi hingga akhirnya menghantam tanah. Darah yang dimuntahkan olehnya bahkan membentuk lengkungan aneh di udara, sungguh adegan yang menyeramkan."Paman!" seru Charlotte dengan histeris. Kedua matanya tampak merah, sedangkan ekspresinya dipenuhi kesedihan. Dia ingin maju untuk membantu, tetapi Yadira menahannya dengan kuat. Dia hanya bisa melihat Luther terluka seperti ini."Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi .... Bianca masih menungguku, aku nggak boleh kalah!" ujar Luther. Setelah pusingnya agak mereda, Luther memaksakan diri untuk bangkit dengan perlahan. Tubuhnya tampak sempoyongan dan lemah."Paman! Menyerah saja! Kita nggak butuh bunga itu lagi! Kamu bisa mati kalau begini terus!" seru Charlotte yang benar-benar panik sekarang. Air mata terus mengalir di wajahnya. Dia bisa melihat bahwa Luther sudah mencapai limitnya. Kalau menderita serangan lagi, nyawanya akan melayang!Luther tidak memedulikan ucapan Charlotte. Dia menegakkan
Setelah memberikan bakung lelabah hitam kepada Luther, Vernita seolah-olah mematung. Dia hanya berdiri diam di tempatnya sambil memejamkan mata, seperti orang yang sedang mengenang kembali masa-masa indah dulu."Senior, kebaikanmu ini akan kuingat selalu," ujar Luther. Dia pun tidak mengganggu lagi saat melihat Vernita bermeditasi. Sesudah memberi hormat, Luther berjalan pergi dengan sempoyongan.Untungnya, Vernita masih berbelaskasihan tadi. Kalau tidak, nyawa Luther mungkin sudah melayang. Kemampuan Vernita sudah melampaui jangkauan seorang grandmaster. Mungkin, tidak ada orang yang sanggup melawannya di dunia ini."Paman, kamu memuntahkan begitu banyak darah tadi. Kamu baik-baik saja?" tanya Charlotte seraya memapah Luther. Air matanya bahkan masih belum kering. Situasi tadi benar-benar berbahaya. Jika Vernita tidak melunak, mungkin gurunya ini sudah tewas."Nggak apa-apa, hanya patah tulang, aku nggak akan mati," jawab Luther. Dia mengeluarkan sebutir pil untuk dikonsumsi, lalu per
Hanya saja, Luther tidak menyangka mereka akan langsung dikepung oleh begitu banyak orang, sampai tidak ada celah untuk melarikan diri."Ketua Edur, kita harus berbagi kalau ada keuntungan. Kurang bagus kalau Sekte Akasa kalian meraup semuanya sendirian, 'kan?""Edur, orang yang cerdas bisa menilai situasi dengan baik. Kamu nggak akan bisa menguasai barang-barang itu sendirian, sebaiknya berbagi dengan kami supaya kita sama-sama senang.""Hei! Cepat serahkan harta karunnya atau jangan salahkan kami bertindak lancang!"Semua orang mulai berteriak, melontarkan berbagai ancaman dan tawaran. Sepasang mata mereka bahkan seperti serigala yang mengincar mangsa. Vernita mengoleksi harta karun yang tak terhitung jumlahnya. Salah satunya saja sudah cukup untuk membuat orang menggila."Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Kami belum mendapatkan apa-apa, mana mungkin bisa berbagi dengan kalian?" bantah Edur. Mereka menemukan harta karun itu dengan susah payah, jadi tidak mungkin rela berbagi."
Ketika melihat Edur yang seperti terlahir kembali, para ketua sekte pun mengernyit. Kalau itu dulu, mereka bisa saja mengalahkannya dengan mudah.Namun, sekarang Edur telah mencapai tingkat master. Kesenjangan antara kedua belah pihak menjadi sangat besar.Meskipun para ketua ini hanya tersisa setengah langkah lagi, nyatanya ini adalah celah yang tidak bisa diatasi oleh mereka. Jika berhasil, kekuatan mereka akan meningkat pesat. Jika gagal, mereka hanya bisa malu untuk seumur hidup."Semuanya, bagaimana sekarang?" tanya Ketua Sekte Bangau sambil menatap orang-orang di sekitar. Kalau tahu Edur sudah menjadi seorang master, dia tidak akan berani mengusulkan pengepungan ini. Kini, mereka tidak bisa menang ataupun kabur."Gimana kalau kita bertarung mati-matian saja? Dia seharusnya menerobos karena pil mujarab. Kalau kita bekerja sama, mungkin masih bisa mengalahkannya.""Jangan bercanda! Dia sudah menjadi master, mana mungkin kita tandingannya. Melawannya sama saja dengan mencari mati!"
"Ini .... Ada beberapa hal yang nggak bisa dikatakan, tapi aku yakin kamu pasti mengerti," kata Trisno dengan serius."Aku ini bodoh, jadi nggak tahu apa yang Tuan Trisno maksud. Mohon Tuan Trisno memakluminya," jawab Gema dengan tenang."Kamu!" teriak Trisno yang mulai marah. Melihat sikap Gema saat masuk, dia mengira Gema menyadari situasinya dan pandai membaca keadaan. Namun, dia tidak menyangka Gema malah berpura-pura bodoh, jelas tidak menghargainya."Sudahlah, Trisno. Biar aku saja yang bertanya."Loland mengambil alih pembicaraan dan bertanya dengan terus terang, "Gema, 'kan? Kami nggak akan bertele-tele lagi denganmu. Kami sudah tahu maksud kedatanganmu ke sini, sekarang kami hanya ingin tahu informasi apa saja yang sudah kamu dapatkan.""Informasi tentang apa yang dimaksud Tuan Loland?" tanya Gema lagi.Bang!Loland tiba-tiba memukul meja dan berkata dengan ekspresi muram, "Anak muda, jangan berpura-pura bodoh denganku, kesabaranku ada batasnya. Kalau kamu nggak menjawab denga
Setelah membuat keputusan, Gema tidak ragu-ragu lagi. Dia segera meminta sopirnya untuk berbalik arah dan langsung menuju lokasi pertemuan.Tempat pertemuan berada di sebuah restoran yang tidak jauh dari istana. Perjalanan kembali hanya memakan waktu sekitar 10 menit.Saat Gema dan Loki melangkah masuk ke restoran, mereka langsung menyadari bahwa tempat itu kosong. Selain beberapa pegawai penyambut tamu, tidak ada satu pun pelanggan.Jelas sekali, restoran ini telah dikosongkan."Silakan, Jenderal Loland sudah menunggu di lantai atas."Begitu memasuki ruangan, pemilik restoran sendiri yang menyambut mereka dan mengantar Gema serta Loki ke ruang privat di lantai dua.Saat ini, di dalam ruangan, Loland, Weker, serta Trisno sedang menikmati teh dengan santai.Mereka bertiga mengobrol dengan akrab dan penuh semangat. Namun, begitu Gema dan Loki memasuki ruangan, mereka segera menghentikan pembicaraan dan mengalihkan perhatian mereka kepada Gema.Ketiganya sangat penasaran, siapa sebenarnya
"Apa? Siapa itu?" tanya Trisno segera."Jangan-jangan wakil jenderal yang masuk saat siang tadi?"Loland mengerutkan alisnya. "Aku sudah menyelidiki orang itu. Nggak punya latar belakang, nggak punya dukungan, cuma orang biasa. Jadi, nggak ada yang perlu dikhawatirkan.""Bukan dia, tapi ada hubungannya dengannya." Weker tiba-tiba merendahkan suara. "Masih ingat apa yang dikatakan Pangeran Huston siang tadi? Saat memanggil wakil jenderal itu, Pangeran Huston secara khusus menyebut Keluarga Paliama.""Keluarga Paliama?" Trisno menunjukkan ekspresi terkejut. "Maksudmu Keluarga Paliama dari Midyar sudah bertemu dengan Raja?""Itu belum. Tapi menurut informasiku, seseorang bernama Gema mengobrol dengan Pangeran Huston selama 4 jam hari ini. Mereka berbincang dan tertawa seperti sahabat. Bahkan, Pangeran Huston secara khusus mengundangnya untuk makan malam di istana."Wajah Weker sedikit muram. "Semuanya, coba pikirkan baik-baik. Pada saat genting seperti ini, Keluarga Paliama mengirim seseo
Setelah berbicara sejenak di aula pertemuan, Huston mengundang Gema untuk mulai berkeliling di Kediaman Raja Atlandia. Kediaman itu sangat luas dan memiliki berbagai fasilitas, orang yang tidak mengenal tempat itu akan sangat mudah tersesat.Gema yang merasa dirinya sudah melihat banyak hal pun tetap merasa sangat terkejut saat diajak untuk melihat keadaan Kediaman Raja Atlandia yang sebenarnya. Berbeda dengan kemewahan dari rumah orang kaya baru, kediaman ini bisa dibilang mewah dan berwibawa. Setiap sudut yang terlihat memancarkan aura yang sangat kuat.Yang membuat Gema paling terkesan adalah ada aula pahlawan dengan sembilan lantai di dalam kediaman itu dan terlihat seperti sebuah pagoda kuno dari luar. Isi di dalamnya adalah makam simbolis untuk puluhan ribu para pahlawan yang gugur di medan perang dan memenuhi seluruh ruangan.Para pahlawan itu memiliki batu peringatan dengan catatan jelas kehidupan mereka agar generasi berikutnya bisa mengenangnya. Keluarga Paliama juga memiliki
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N