"Kalau kamu nggak percaya, silakan pulang saja," ujar Luther yang malas berdebat dengannya. Dia langsung mengusir wanita yang luar biasa narsis itu."Kamu mau main tarik ulur ya? Kekanak-kanakan sekali." Claudia tersenyum sembari menggeleng, "Bisa saja kalau kamu mau main begitu, aku akan meladenimu. Semoga kamu nggak menyesal, ayo kita pergi!" Sambil berbicara, Claudia melangkah keluar."Huh! Sudah diberi kesempatan malah nggak mau dimanfaatkan. Sekarang Kak Claudia sudah marah, kamu nggak sempat menyesalinya lagi!"Kalau tahu diri, cepat minta maaf pada Kak Claudia. Mungkin dia masih bisa memaafkanmu."Para murid Istana Hawa mulai mengejek dengan arogan. Mereka seakan-akan bisa membayangkan ekspresi Luther yang menangis tersedu-sedu. Namun di sela candaan, mereka mulai menyadari ada yang aneh. Pasalnya, Luther kelihatan terlalu tenang. Bahkan setelah Claudia berjalan keluar dari ruangan, dia juga sama sekali tidak bereaksi, seolah-olah tidak peduli."Hei, aku benaran pergi ya!" Saat
"Hah?" Ucapan Luther membuat semua orang tercengang. Secara logika, bukankah dia seharusnya berusaha menahan sambil menangis dan menyesal? Apa maksudnya ucapannya tadi? Pria ini benar-benar tidak bisa ditebak!"Luther, apa-apaan kamu ini? Sengaja mau membuat kakak seniorku marah?" Xena memelototi Luther. Dia menyuruh Luther untuk menahan kakak seniornya, kenapa sekarang malah jadi mengusir orang? Sialan."Kamu, kamu ... benar-benar menindas orang!" Setelah bereaksi, Claudia semakin marah. Saat ini dia tidak peduli lagi dengan citranya. Claudia langsung menghunuskan pedang seolah-olah ingin membunuh orang. Sejak kapan dia pernah dipermainkan seperti ini? Ini benar-benar penghinaan!"Sedang apa kalian?" Tiba-tiba terdengar suara yang berwibawa. Semua orang menoleh ke arah sumber suara dan melihat seorang wanita berusia 40-an yang mengenakan pakaian tradisional yang diikuti oleh seorang wanita tua.Wanita yang lebih muda itu tubuhnya agak berisi dan memesona. Tatapannya sangat tajam, memb
Claudia mendengus, lalu ikut melangkah masuk."Memang guru nggak berkualitas akan menghasilkan murid jelek juga," gumam Luther seraya menggeleng. Dia tiba-tiba paham mengapa Claudia bisa seangkuh itu. Dengan ketua sesombong ini, apa lagi yang bisa diharapkan dari para muridnya?"Anu, guruku memang agak ketus, kamu jangan keberatan ya." Xena merasa agak canggung."Lupakan saja, aku nggak akan perhitungan dengan wanita." Luther melambaikan tangannya. Dia berkata demikian karena menghargai Xena. Kalau tidak, Luther sudah mengusir sekelompok orang itu sedari awal. Membayar utang dalam bentuk materi masih tergolong mudah, tapi sulit sekali membayar utang budi seseorang. Lantaran berutang budi pada Ronald, Luther terpaksa menebusnya kepada keluarga Ronald."Baguslah," kata Xena menghela napas. Setelah itu, dia mengalihkan topiknya, "Oh ya, karena kamu lebih mengenal tempat ini, aku mau tanya satu hal. Apa kamu pernah mendengar tentang Kitab Hawa?""Kitab Hawa? Apaan itu?" Luther mengerutkan
Pukul 8 malam, Café La'vie.Ariana duduk di kursi yang berdekatan dengan jendela. Kedua tangannya memegang cangkir kopi sambil melihat rintik hujan di luar. Perasaannya sangat kalut saat ini. Wajahnya yang cantik menyimpan kelelahan dan kesedihan. Sejak kemarin malam, Ariana jadi tidak fokus dan suasana hatinya sangat buruk.Sosok Luther terus membayang dalam benaknya, begitu juga dengan segala kejadian di masa lalu. Ariana sudah berusaha untuk menebus kesalahannya. Namun, sebesar apa pun usahanya, sepertinya hubungannya dan Luther hanya terus memburuk.Lambat laun, Ariana menyadari bahwa Luther mulai tidak peduli lagi terhadapnya. Ariana bukan lagi pusat perhatian Luther. Pria itu tidak lagi terus memikirkannya. Apalagi setelah melihat tatapan Luther yang beringas kemarin malam, Ariana bahkan merasa ketakutan. Sepertinya, Luther dan dirinya memang sudah menjadi musuh.Ding, ding ....Pada saat ini, lonceng angin di pintu café berbunyi. Ariana menoleh ke arah pintu secara refleks, kemu
"Tunggu dulu!" teriak Ariana sambil menyusul Luther dan menarik pundaknya. "Apa kamu harus begitu? Apa nggak bisa bicarakan baik-baik?""Menurutku nggak perlu lagi. Sia-sia saja dibicarakan lagi. Lagi pula, aku sangat sibuk. Kita nggak usah saling menghabiskan waktu satu sama lain." Luther malas berbicara lebih lanjut lagi, sehingga dia langsung berjalan ke arah pintu."Nggak boleh pergi!" Tiba-tiba Ariana memeluk pinggang Luther dari belakang dengan erat. Gerakannya ini sangat berani. Bagi Ariana yang selama ini bersikap dingin, butuh keberanian besar untuk melakukan hal ini."Aku nggak izinkan kamu pergi!" Ariana kembali memeluk dengan erat hingga pipinya menempel di punggung Luther. Kemudian, dia bergumam, "Anggap saja masalah ini adalah kesalahanku, ya? Aku benar-benar takut akan kehilangan kamu. Kita baikan saja, ya? Aku nggak akan keras kepala dan memukulmu lagi, aku bersumpah.""Aku rela melakukan apa pun, asalkan kamu tetap bersamaku. Aku bisa melepaskan kemewahan, kekuasaan, k
Keesokan paginya di Vila Embun, Luther duduk di atap sambil melihat matahari terbit. Wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Sejak perpisahannya dengan Ariana semalam, Luther terus duduk di atap, tidak bergerak sama sekali. Dari tengah malam hingga senja, sampai matahari terbit.Emosinya tetap seperti sebelumnya, tanpa perubahan apa pun. Setelah berpikir semalaman, Luther sudah melepaskan banyak hal. Dia tidak lagi berkelit dengan masa lalu."Tuan Luther ...," panggil Johan yang tiba-tiba muncul di atap. Dia melapor, "Kami baru dapat kabar tentang keberadaan Kitab Hawa yang Anda cari.""Oh ya? Ada di mana?" tanya Luther."Ada di tangan sekelompok pedagang asing. Kami sudah menyelidikinya, mereka tidak mau menjualnya. Katanya mau bicara secara langsung," balas Johan."Mau bicara langsung?" Luther mengangguk. "Boleh juga, panggil Xena. Kita pergi sama-sama.""Baik!" Setelah menanggapi perintah Luther, Johan melompat turun dari atap lagi.Satu jam kemudian di pintu depan Restoran Makmur
Xena mengernyit saat bertanya, "Apa maksudmu? Bukannya kamu mau langsung menjualnya pada kami?""Belakangan ini banyak sekali orang yang mencari tahu Kitab Hawa, aku juga kesulitan menentukan pembelinya. Jadi, aku mengundang semuanya untuk bertemu secara langsung dan membahas harganya agar lebih adil," ujar Shafri menjelaskan."Adil?" Luther menggeleng sambil tertawa, "Bos Shafri benar-benar pandai bicara. Kamu bisa membuat pelelangan terdengar begitu indah." Jika dia mengundang semua pembeli untuk bertemu langsung, sama saja dengan menyuruh mereka untuk bersaing harga. Dengan demikian, harga Kitab Hawa juga akan naik berkali-kali lipat. Ini benar-benar rencana yang bagus."Anda terlalu memuji. Aku ini hanya pedagang biasa, tentu saja berharap bisa dapat lebih banyak untung." Shafri masih tetap tersenyum seperti sebelumnya. Ekspresinya tetap tidak berubah bahkan setelah disindir oleh Luther. Hal ini membuktikan bahwa Shafri punya mental yang cukup kuat."Huh! Aku paling nggak suka deng
"Hei, kuperingatkan jangan bertindak sembarangan!" Melihat gerakan Luther yang seolah-olah mau memukulnya, Venick kaget hingga mundur beberapa langkah. Dia tidak membawa pengawal hari ini, hanya ada beberapa wanita cantik yang menemaninya. Sulit sekali baginya untuk berhadapan dengan pria kasar ini."Para tamu sekalian, mohon jaga perdamaian." Melihat situasi yang kurang bagus, Shafri langsung tersenyum melerainya, "Tujuan kedatangan kita hari ini adalah untuk berbisnis, jangan sampai merusak suasana hati kalian. Kalau ada masalah, bisa dibicarakan pelan-pelan.""Baiklah, kalau Bos Shafri sudah angkat bicara, aku akan menghargaimu." Luther mengangguk, lalu kembali duduk di kursinya. Hari ini mereka datang demi Kitab Hawa, memang tidak terlalu baik jika Luther bersikap kasar. Cecunguk seperti Venick ini bisa dihabisi kapan saja."Huh! Kukira sehebat apa kamu, ternyata hanya berlagak saja!" Venick mencibir. Dia mengira Luther takut akan statusnya sehingga tidak berani turun tangan."Paka
Weker yang wajahnya pucat pun diseret pergi. Sejak kejahatannya terungkap, dia sudah dipastikan akan musnah dan bahkan seluruh keluarganya juga akan dihukum. Semua orang yang bersalah akan diadili dan yang tidak bersalah juga akan diminta pertanggungjawabannya jika pernah menikmati hasil kejahatannya. Bisa dibilang, seluruh keluarganya akan mengalami pembersihan besar-besaran."Wirya, sudah saatnya mengundang tamu utama kita," perintah Huston lagi setelah bekas darah di lantai sudah dibersihkan. Setelah membereskan Weker, target interogasi selanjutnya adalah Loland. Dibandingkan Weker, Loland jauh lebih sulit untuk dihadapi. Bagaimanapun juga, Loland memegang kekuasaan militer yang besar, bisa menjadi masalah besar jika Loland melawan karena merasa terdesak."Aku mengerti."Wirya merespons sambil memberi hormat, lalu segera memerintah bawahannya, "Panggil beberapa orang lagi dan ikuti aku."Loland meraih kedudukannya sebagai seorang jenderal besar dengan prestasinya yang mampu menghada
"Berengsek! Setelah melihat semua bukti kejahatan ini, apa lagi yang ingin kamu katakan?" teriak Huston dengan nada muram.Weker yang sudah ketakutan sampai berkeringat dingin pun berkata dengan terbata-bata, "Pangeran Huston, tolong dengar penjelasanku .... Semua ini palsu, pasti ada orang yang ingin menjebakku. Aku sudah taat hukum selama bertahun-tahun ini, mana mungkin aku melakukan hal kotor seperti ini.""Buktinya sudah jelas, kamu masih berani membantah? Aku rasa kamu nggak akan menyerah kalau nggak terdesak."Huston melambaikan tangannya dan memerintah, "Pengawal, seret dia ke penjara bawah tanah dan siksa dia. Aku ingin lihat seberapa keras mulutnya.""Siap!" jawab sekelompok Tim Penegak Hukum yang langsung masuk dan mengepung Weker.Melihat keadaan itu, Weker akhirnya menjadi panik. Dia langsung berlutut dan mulai terus memohon ampun, "Pangeran Huston, aku mengaku salah. Aku hanya khilaf sesaat. Mohon Pangeran Huston mengingat jasaku yang sudah mengabdi pada Atlandia selama b
Malam pun perlahan-lahan tiba. Saat ini, Huston sedang membaca buku sambil menunggu hasilnya dengan diam di ruang konferensi. Setelah berhasil menghasut Trisno untuk memberontak, mencari bukti kejahatan dari Loland dan Weker hanya masalah waktu.Selama ini, kediaman Raja Atlandia selalu berpura-pura tidak tahu tentang transaksi keuangan yang dilakukan Loland dan Weker. Bagaimanapun juga, seorang pejabat mengambil sedikit keuntungan bukan hal besar.Namun, kali ini berbeda. Loland dan Weker sudah diam-diam merencanakan pembunuhan terhadap Gema, yang berarti mereka sudah meremehkan dan menantang wibawa kediaman Raja Atlandia. Ini adalah pelanggaran yang serius. Jika mereka tidak dihukum dengan tegas, entah akan ada berapa banyak orang lagi yang akan mengikuti jejak mereka kelak."Pangeran Huston." Pada saat itu, Wirya yang merupakan kapten Tim Penegak Hukum bergegas masuk ke dalam ruang konferensi. Napasnya yang terengah-engah menunjukkan dia sudah berlari sepanjang perjalanan ke sini ka
Saat ini, Trisno benar-benar panik. Sebelumnya, dia hanya khawatir akan terseret dalam masalah ini. Namun, sekarang tuduhan besar langsung dijatuhkan kepadanya, membuatnya sungguh kewalahan."Hmph! Bukti sudah sangat jelas, kamu masih berani menyangkal? Apa aku harus menggunakan penyiksaan agar kamu mau bicara?" bentak Huston dengan tegas."Pangeran! Aku benar-benar nggak bersalah!" Trisno ketakutan hingga hampir menangis. Dia mengangkat tangan dan bersumpah, "Aku bersumpah, kalau aku benar-benar terlibat dalam pembunuhan Gema, aku akan disambar petir dan nggak akan pernah terlahir kembali!""Kalau sumpah itu berguna, lalu buat apa ada tim penegak hukum?" Ekspresi Huston tetap dingin. "Karena kamu adalah pejabat senior di Atlandia, aku memberimu kesempatan untuk mengaku. Kalau kamu mengaku, hukumannya akan lebih ringan. Kalau kamu tetap bersikeras, jangan salahkan aku kalau kamu berakhir di Penjara Iblis!"Begitu mendengar kata Penjara Iblis, tubuh Trisno langsung gemetaran hebat. Deng
Sepuluh menit kemudian, Loland kembali dipersilakan keluar dari ruangan nomor 1 gedung A. Namun, dibandingkan sebelumnya, sikap Wirya berubah 180 derajat, menjadi sangat ramah."Jenderal, Pangeran sudah menyelidiki semuanya. Kali ini, masalah ini sama sekali nggak ada hubungannya denganmu. Kami yang telah keliru. Mohon maaf atas kelancangan kami," kata Wirya sambil tersenyum dengan sikap sangat rendah hati."Oh?" Melihat ekspresi penuh sanjungan di wajah Wirya, Loland mengangkat alisnya dan tampak sedikit terkejut.Baru beberapa saat yang lalu, suasana di antara mereka masih begitu tegang. Sekarang, Wirya tiba-tiba menjadi begitu ramah?"Sudah benar-benar diselidiki?" tanya Loland dengan nada menyelidik."Tentu! Berdasarkan penyelidikan kami, hilangnya Gema disebabkan oleh pembalasan dendam dari musuhnya di Midyar," ujar Wirya dengan wajah serius."Selama ini Gema bertindak semena-mena di luar dan menimbulkan banyak masalah. Dia pantas mendapatkan semua ini. Alasan Pangeran menyelidiki
"Jenderal Loland, silakan!" Wirya meletakkan satu tangan di gagang pedangnya, sementara tangan lainnya membuat gerakan mengantar tamu pergi."Hmph!" Loland melirik dingin gerakan kecil Wirya itu, lalu berbalik meninggalkan ruangan. Huston memiliki kecurigaan, tetapi selama tidak ada bukti, Huston tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya.Wirya mengantar Loland keluar, lalu kembali ke ruangan nomor 1 di gedung A. Setelah menutup pintu, dia berjalan ke ruangan nomor 2 di gedung A dan mempersilakan Weker keluar dan membawanya ke ruang konferensi."Salam hormat kepada Pangeran Huston!" Begitu memasuki ruangan, Weker segera membungkuk dengan sopan."Silakan duduk." Huston tetap tanpa ekspresi. Setelah Weker duduk, dia memberi isyarat kepada Wirya untuk menuangkan secangkir teh."Apa kamu tahu alasan aku memanggilmu hari ini?" tanya Huston dengan nada datar. Sama seperti sebelumnya, kalimat pembuka ini penuh dengan makna pengujian."Apa ini tentang hilangnya Gema?" Weker bertanya balik."Oh? S
Efisiensi Tim Penegak Hukum sangat tinggi. Hanya dalam waktu satu jam saja, ketiga orang itu sudah dibawa ke kediaman Raja Atlandia.Saat memasuki kediaman itu, Wirya sengaja membiarkan ketiga orang itu bertatap muka sebentar sesuai perintah Huston. Namun, dia tidak memberi mereka kesempatan untuk berbicara dan langsung dipisahkan ke dalam tiga ruangan berbeda untuk diawasi secara ketat.Berhubung status ketiganya tinggi, Tim Penegak Hukum tidak menggunakan kekerasan. Sebaliknya, mereka malah dijamu dengan teh dan anggur terbaik. Satu-satunya syaratnya adalah mereka tidak boleh meninggalkan ruangan dan hanya bisa menunggu panggilan dari Huston. Loland ditempatkan di ruangan nomor 1 di gedung A, Weker di ruangan nomor 2, dan Trisno di ruangan nomor 3.Ketiga kamar itu berdekatan, hanya dipisahkan dengan satu dinding. Mereka bisa langsung melihat satu sama lain jika keluar dari kamar itu, tetapi mereka tidak mengetahui hal ini. Huston sengaja mengatur hal ini karena dia tahu dia harus me
"Eh?"Mendengar perkataan itu, Loland juga langsung mengernyitkan alisnya. Tim Penegak Hukum dari kediaman Raja Atlandia ini tidak pernah dikerahkan sembarangan, tetapi pertanda ada kejadian yang sangat besar jika mereka bergerak. Masalahnya adalah Gema ini hanya anggota Keluarga Paliama yang kecil saja, tidak pantas mendapatkan perhatian yang begitu besar dari Huston."Pak Weker, kamu yakin Tim Penegak Hukum ini benar-benar sudah bergerak dan tujuannya untuk mencari Gema?" tanya Loland.Weker menjawab dengan ekspresi serius, "Tentu saja benaran. Tadi atasan sudah memberikan perintah agar tugas pengawasan kota diserahkan pada kapten Tim Penegak Hukum untuk sementara ini. Sekarang semua urusan pertahanan dan penyelidikan sudah berada di bawah kendali mereka.""Aneh. Kenapa Pangeran Huston harus begitu susah payah seperti ini hanya untuk seorang tokoh kecil?" kata Loland yang terlihat bingung.Berdasarkan penyelidikan Loland, ini pertama kalinya Gema dan Huston bertemu. Meskipun ada kerj
Keesokan paginya, di dalam kediaman Raja Atlandia. Setelah selesai sarapan, Huston hendak menghubungi Gema. Namun, telepon Gema tidak bisa dihubungi. Setelah dicoba beberapa kali, telepon itu tetap tidak ada yang menjawab."Eh?" Huston merasa agak aneh. Semalam mereka sudah sepakat hari ini akan pergi ke Midyar bersama-sama, mengapa Gema tiba-tiba tidak bisa dihubungi? Apakah Gema mengingkari janjinya?Namun, setelah dipikir-pikir, Huston merasa hal ini tidak mungkin. Semalam mereka berbincang dengan sangat akrab dan bahkan sudah seperti saudara. Jika mereka pergi bersama-sama, mereka juga bisa saling menjaga. Lagi pula, jika Gema harus meninggalkan Atlandia karena urusan mendesak, Gema pasti akan memberitahunya terlebih dahulu dan tidak akan menghilang begitu saja."Jangan-jangan terjadi sesuatu padanya."Huston yang tiba-tiba merasa gelisah segera memanggil orang kepercayaannya dan memerintahkan, "Segera selidiki dan cari tahu di mana Gema sekarang. Begitu ada kabarnya, segera lapork