Orang-orang di sekitarnya mulai melihat penampilan Xena dari atas hingga ke bawah."Huh! Memangnya sudah hebat ya bisa menawar 2 triliun? Aku tawar 3 triliun!" ucap Venick kembali bersaing harga. Keluarga Warsono bergelimang harta, apalagi belakangan ini dia mendapat rezeki durian runtuh sebanyak beberapa triliun. Saking kayanya, Venick sudah bingung menghambur-hamburkan uangnya."Aku tawar 4 triliun!" Xena tidak mau mengalah. Istana Hawa bisa mengeluarkan dana sekitar 10 triliun. Asalkan bisa mendapatkan Kitab Hawa, tidak masalah jika mereka harus menghabiskan 10 triliun."Wah, mau bersaing denganku? Aku mau lihat seberapa hebatnya dirimu. Aku tawar 6 triliun!" ujar Venick kembali dengan yakin. Setelah mendengar penawaran harganya, beberapa tamu lainnya memilih untuk menyerah dan meninggalkan tempat itu.Meski Kitab Hawa adalah benda berharga, benda itu punya kelemahan terbesar, yaitu hanya bisa digunakan kaum wanita. Tidak masalah kalau hanya menghabiskan ratusan miliar untuk menghib
Melihat gaya Venick yang sombong, Xena benar-benar kesal hingga hampir bertindak kasar. Sebaliknya Luther malah terlihat sangat tenang bagaikan melihat lelucon."Nak, kalau nggak ada uang, cepat pergi sana! Kenapa masih bengong saja? Mau menunggu gratisan?" sindir Venick."Huh! Beraninya melawan Tuan Venick, mempermalukan diri saja!""Bahkan 20 triliun aja nggak bisa bayar, memalukan sekali!"Beberapa wanita angkuh di sampingnya menatap Luther dengan pandangan menghina. Bagi mereka, nominal uang hanyalah sebuah angka."Kalian benar-benar keterlaluan!" Xena menggertakkan gigi dengan kesal, lalu bertanya, "Luther, berapa yang kamu punya? Pinjamkan dulu padaku semuanya. Aku harus mendapatkan Kitab Hawa hari ini juga. Orang ini nggak bisa dibiarkan begitu saja!""Pinjam uang?" Luther mengelus dagu, lalu menggeleng. "Maaf, aku nggak bawa uang. Bagaimana denganmu, Johan?""Aku juga nggak bawa," kata Johan membuka kedua lengannya. Uangnya yang sedikit itu tidak akan mungkin cukup."Nggak mung
Venick memelototinya dengan kesal. Biasanya semua orang selalu menghormatinya dan memanggilnya Tuan Venick. Lancang sekali orang itu memanggil namanya secara langsung!"Ternyata kamu Venick." Setelah memastikan targetnya, pemimpin pria bertopeng itu langsung menusukkan pisaunya.Pisau itu tertancap di perut Venick, membuatnya tertegun seketika. Dia memelototi orang itu dengan tidak percaya. Situasi macam apa ini? Apa orang itu sudah gila? Kenapa tiba-tiba membunuhnya?"Argh!" Setelah bereaksi, Venick berteriak keras dan mundur beberapa langkah. Sambil memegang luka di bagian perutnya, wajah Venick tampak mengerikan saat berkata, "Ka ... kalian .... Siapa kalian sebenarnya?""Orang yang membunuhmu." Beberapa pria bertopeng itu mendekatinya dengan niat membunuh yang kuat."Aku nggak ada dendam dengan kalian, kenapa kalian mau membunuhku?" tanya Venick dengan dahi bercucuran keringat dan panik."Kami hanya menjalankan tugas, kamu telah menyinggung Tuan Declan, berarti kamu memang pantas m
Venick mati dengan tragis. Setelah membunuhnya, beberapa pria bertopeng itu juga langsung pergi. Mereka tidak menimbulkan kekacauan lainnya. Sementara itu, Luther yang menjadi penyebab semua ini bukan hanya berhasil membalas dendam, dia bahkan mendapatkan Kitab Hawa senilai puluhan triliun dengan cuma-cuma. Bisa dibilang ini keberuntungan ganda.Luther sudah bisa menebak bahwa pria bertopeng yang tadi meninggalkan ruangan ini sebelum penawaran berakhir itu pasti adalah Declan yang wajahnya dihancurkan oleh Luther. Kalau tidak, tidak mungkin pria itu bisa bereaksi sebesar itu saat melihat Luther."Para tamu, selamat telah mendapatkan berkah." Shafri mengepalkan tangannya memberi hormat, wajahnya tetap tersenyum seperti biasanya."Semua ini berkat Bos Shafri, kita jadi bisa mendapatkan keuntungan secara cuma-cuma," balas Luther sambil tersenyum penuh arti. Shafri hanya terdiam saat melihat Venick tertimpa sial tadi, jelas sekali dia ingin mengambil kembali kitab itu. Sayangnya, semua tid
"Aku hanya mengusulkan, ya sudah kalau nggak boleh buka," ujar Luther sambil mengedikkan bahu. Meskipun Kitab Hawa lumayan hebat, teknik di dalamnya hanya cocok untuk dilatih wanita. Jadi, dia tidak membutuhkannya dan hanya merasa penasaran."Huh! Begini baru benar!" Xena menghela napas lega. Meskipun merasa agak malu, harus diakui dia bisa menemukan kitab ini berkat bantuan Luther. Sesudah kembali nanti, dia harus memuji Luther di hadapan gurunya agar Luther bisa mendapat sedikit imbalan.Dua puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan pintu masuk Vila Embun. Begitu ketiganya turun, Claudia membawa beberapa murid wanita untuk menyambut dengan antusias."Xena, dengar-dengar kamu sudah mendapatkan Kitab Hawa? Mana? Biar kulihat!" seru Claudia yang tampak gembira."Ini, nah!" Xena menyerahkan kotak kayu yang berisikan Kitab Hawa kepadanya.Claudia mengambilnya dan tampak sangat bersemangat. Dia berseru, "Wow, benar-benar Kitab Hawa! Bagus sekali!""Selamat, Kak. Kalian akhirnya menemuk
"Kak Claudia?" Ketika melihat ekspresi Claudia yang dipenuhi sanjungan, Xena pun keheranan. Dia tidak menduga Claudia akan berbicara seperti itu. Jelas-jelas wanita ini tidak melakukan apa pun dan hanya menyambut mereka saat pulang, tetapi mengaku-aku dirinya yang menemukan Kitab Hawa dan tidak menyebut pengorbanan mereka. Tindakan seperti ini cukup menindas.Luther juga mengangkat alis melihatnya. Meskipun tidak peduli pada pujian, dia tetap merasa jengkel dengan sikap Claudia ini."Hebat sekali, Claudia! Kamu memang kebanggaanku!" Ivory mengangguk sembari meneruskan, "Aku akan mengingat jasamu hari ini. Setelah menyempurnakan kitab ini, aku pasti akan mengajarimu!""Terima kasih, Guru!" sahut Claudia dengan wajah berseri-seri. Memang ini yang diinginkannya, teknik kitab tersebut jauh lebih berharga dari hadiah apa pun."Kak, apa kamu lupa sesuatu?" tanya Xena untuk memperingatkan. Sebagai murid satu sekte, dia tidak butuh imbalan apa pun karena tulus membantu gurunya. Hanya saja, mer
"Guru! Kitab Hawa memang didapatkan Kak Claudia, aku bisa bersaksi atas hal ini!""Benar! Kak Claudia yang menemukannya sendiri, nggak ada hubungan dengan pria berengsek itu!""Kak Xena, sepertinya kamu salah ingat, 'kan?"Beberapa murid Istana Hawa mulai berbicara untuk membela Claudia."Ka ... kalian!" seru Xena yang gusar. Dia tidak menduga mereka semua akan memutarbalikkan situasi seperti yang dilakukan Claudia. Sungguh tidak masuk akal."Xena, kamu dengar itu? Semua orang melihat dengan mata kepala sendiri, kamu mau bilang apa lagi sekarang?" ucap Claudia yang tersenyum bangga. Ekspresinya seperti menatap seorang idiot.Di Istana Hawa, tidak ada yang berani membantah Claudia, kecuali Ivory dan para tetua. Itu sebabnya, dia bisa memutarbalikkan fakta sesuka hatinya."Guru, tolong percaya padaku! Aku nggak bohong!" Xena masih merasa enggan, jadi mencoba untuk membujuk gurunya lagi."Semua orang mengatakan Claudia yang menemukannya, gimana aku bisa memercayaimu? Aku lihat wajahmu san
"Luther, maafkan aku. Aku nggak bisa membantumu." Xena yang berlutut di lantai menyalahkan diri sendiri. "Aku juga nggak nyangka akan menjadi seperti ini. Kamu repot-repot membantu, tapi malah nggak dapat apa-apa.""Aku nggak peduli pada imbalan. Justru ada yang ingin kutanyakan padamu, kamu berniat keluar dari Istana Hawa nggak?" tanya Luther tiba-tiba. Meskipun kesal dengan tindakan kedua wanita yang menampar Xena tadi, Luther tidak memberi pelajaran kepada mereka. Pertama karena masalah itu adalah perselisihan internal Istana Hawa, kedua karena ingin Xena segera menyadari situasi."Keluar? Kenapa?" tanya Xena yang mengerutkan dahinya sedikit."Istana Hawa bukan sekte baik-baik, pemimpinnya saja nggak becus. Orang sepertimu nggak cocok menjadi murid mereka," jawab Luther dengan terus terang."Hei, jangan menghina sekteku!" tegur Xena dengan ekspresi murung."Memangnya aku salah? Mereka memutarbalikkan fakta dan bersikap nggak masuk akal. Apa sekte seperti ini bakal punya masa depan?"