"Luther, maafkan aku. Aku nggak bisa membantumu." Xena yang berlutut di lantai menyalahkan diri sendiri. "Aku juga nggak nyangka akan menjadi seperti ini. Kamu repot-repot membantu, tapi malah nggak dapat apa-apa.""Aku nggak peduli pada imbalan. Justru ada yang ingin kutanyakan padamu, kamu berniat keluar dari Istana Hawa nggak?" tanya Luther tiba-tiba. Meskipun kesal dengan tindakan kedua wanita yang menampar Xena tadi, Luther tidak memberi pelajaran kepada mereka. Pertama karena masalah itu adalah perselisihan internal Istana Hawa, kedua karena ingin Xena segera menyadari situasi."Keluar? Kenapa?" tanya Xena yang mengerutkan dahinya sedikit."Istana Hawa bukan sekte baik-baik, pemimpinnya saja nggak becus. Orang sepertimu nggak cocok menjadi murid mereka," jawab Luther dengan terus terang."Hei, jangan menghina sekteku!" tegur Xena dengan ekspresi murung."Memangnya aku salah? Mereka memutarbalikkan fakta dan bersikap nggak masuk akal. Apa sekte seperti ini bakal punya masa depan?"
"Huh! Kamu masih bersikap sok baik? Kalau bukan karena perbuatan jahatmu, mana mungkin Ketua menjadi seperti ini!" tegur Jana dengan berang."Bukan! Bukan aku pelakunya!" Xena buru-buru menggeleng dan membela diri, "Aku nggak melakukan apa pun. Setelah mendapat Kitab Hawa, aku langsung menyerahkannya kepada Kak Claudia!""Diam!" Ekspresi Claudia sontak berubah. Dia segera maju, lalu menampar Xena 2 kali sebelum memaki, "Dasar jalang! Beraninya kamu memfitnahku! Jelas-jelas kamu telah melakukan sesuatu pada kitab itu!""Ya! Kami melihat semuanya dengan jelas, kamu yang menyerahkan Kitab Hawa kepada Kak Claudia!""Kami nggak nyangka, nyalimu begitu besar sampai berani mencelakai Guru!"Sekelompok murid wanita itu mulai menyalahkan Xena atas kejadian ini."Nggak, aku nggak melakukannya! Aku nggak mungkin mencelakai Guru!" seru Xena yang panik. Dia berusaha untuk bangkit, tetapi tidak bisa bergerak."Dasar jalang! Kamu masih berani berdalih? Sepertinya kamu nggak bakal kapok kalau belum di
Orang yang mematahkan cambuk itu tidak lain adalah Johan. Begitu mendengar bentakan Luther, Johan langsung berkelebat ke depan untuk meraih cambuk tersebut."Kurang ajar!""Lancang sekali!"Ketika melihat kedua orang yang menghalangi eksekusi, para murid Istana Hawa langsung memelotot dengan marah. Beberapa bahkan langsung menghunuskan pedang, bersiap-siap untuk menyerang.Luther tidak peduli pada mereka. Dia maju, lalu menatap Xena yang dipenuhi luka dan sekarat. Dalam sekejap, ekspresinya menjadi agak murung.Luther bisa mengabaikan sikap Claudia yang merebut kontribusi orang. Akan tetapi, wanita ini malah memfitnah dan menghukum Xena sekarang. Benar-benar keterlaluan!"Kalian dari sekte yang sama, kenapa bersikap begitu kejam?" tanya Luther yang memandang sekitar dengan tatapan tajam."Istana Hawa sedang menghukum pengkhianat. Orang yang nggak berkepentingan nggak perlu ikut campur!" ujar Jana untuk memperingatkan."Tempat ini wilayahku. Aku tentu harus turun tangan kalau ada masala
"Berani sekali kamu menghina ketua kami. Hari ini, aku akan mematahkan kedua kakimu!" teriak Jana dengan tatapan dingin. Kemudian, dia langsung berkelebat untuk menangkap Luther. Sebagai ahli bela diri tingkat sejati tahap lanjutan, kekuatannya hanya berada di bawah Ivory dan setara dengan para tetua."Cih, cari mati!" Ekspresi Johan tampak murung saat melihat Jana hendak menyerang Luther. Dia pun berkelebat ke depan dan melayangkan pukulan kepada Jana.Bam! Terdengar suara ledakan yang cukup keras. Johan terdorong dua langkah sebelum berdiri stabil, sedangkan Jana terpental sampai belasan meter dan menabrak pohon, bahkan memuntahkan darah.Para murid Istana Hawa sontak terkesiap melihatnya. Di seluruh Istana Hawa, kekuatan Jana berada di peringkat kelima, tidak ada murid yang bisa menandinginya.Namun, ahli bela diri seperti ini malah dipukul oleh seorang pria tua bertubuh kurus hingga muntah darah. Sungguh menyeramkan!Saat ini, Ivory mulai merasa gelisah. Dia tidak menduga akan ada
"Guru!" Ketika melihat Ivory yang jatuh pingsan, semua murid Istana Hawa pun terkesiap. Mereka segera menghampiri, lalu menyuapinya obat dan memijat tangannya. Namun, karena lukanya terlalu parah, berbagai cara ini sama sekali tidak ampuh."Cepat bawa Ketua ke rumah sakit!" seru Jana. Kemudian, dia menggendong Ivory sambil berlari ke luar."Dokter biasa nggak akan bisa mengobati cedera seperti itu. Tapi, asalkan kalian mengaku salah dan membayar 10 triliun, aku bisa mempertimbangkan untuk menolongnya," ujar Luther dengan datar."Omong kosong! Kenapa kamu nggak pergi merampok saja?" Jana memelotot sambil memaki, "Ketua kami sangat beruntung, nggak akan terjadi apa-apa padanya. Kalaupun situasinya benar-benar kritis, kami juga nggak akan memohon padamu!""Masa? Kalau begitu, semoga beruntung," ucap Luther sembari tersenyum tipis."Cepat, kita pergi dari sini!" Jana malas berbasa-basi sehingga langsung melambaikan tangannya dan membawa murid lainnya keluar."Guru!" Xena berniat untuk meng
Begitu menjawab panggilan tersebut, terdengar suara Belinda yang panik. "Luther, gawat! Kakakku dalam masalah!""Apa yang terjadi?" tanya Luther sembari mengernyit."Gudang harta karun keluarga kami dibobol orang, kakakku tersangka utamanya. Mereka mau menghukumnya sesuai aturan keluarga," jelas Belinda dengan gelisah."Ulur waktu sebisa mungkin, aku akan segera ke sana!" Begitu mengakhiri panggilan, Luther langsung berangkat ke kediaman Keluarga Caonata.....Saat ini, di aula leluhur Keluarga Caonata, terlihat Bianca yang didesak oleh sekelompok orang. Semua senior Keluarga Caonata terus menyalahkannya dengan galak."Bianca, besar sekali nyalimu! Beraninya kamu bersekongkol dengan orang luar untuk mencuri harta keluarga! Benar-benar lancang!""Sebagian besar fondasi Keluarga Caonata yang sudah berusia ratusan tahun hancur di tanganmu! Hukuman apa yang pantas kamu dapatkan?""Durhaka, benar-benar durhaka! Kenapa Keluarga Caonata bisa punya keturunan sepertimu!"Semua orang terus memak
"Omong kosong!" Ketika melihat pisau tersebut, Kevin langsung melemparkannya dan menegur, "Aku tahu seperti apa karakter Bianca. Dia nggak mungkin melakukan hal seperti ini! Pasti ada salah paham di balik semua ini!"Begitu mendengar putrinya dalam masalah, Kevin bergegas pulang. Tanpa diduga, dia malah melihat Bianca didesak sampai seperti ini. Menghukum sesuai aturan keluarga? Kepala keluarga saja belum bersuara, siapa yang berani memberi hukuman?"Paman, kita nggak mungkin bisa tahu apa yang dipikirkan seseorang." Ivan menggeleng sembari meneruskan, "Hanya kalian berdua yang punya kunci gudang harta karun. Kalau bukan Bianca yang melakukannya, jangan-jangan ... kamu?"Lancang sekali!" Kevin sontak memelotot sambil membentak, "Sebagai kepala keluarga, aku selalu bertindak dengan jujur. Mana mungkin aku melakukan sesuatu yang merugikan keluarga sendiri?""Aneh sekali. Kalau bukan kamu ataupun Bianca, masa ada setan di rumah ini?" timpal Ivan dengan nada misterius.Meskipun Kevin selal
Begitu melihat pria itu, Kevin dan Bianca sama-sama mengernyit. Mereka merasa sangat gelisah sekarang."Paman Kevin, seharusnya kamu kenal orang ini, 'kan?" Ivan berjalan mengitari pengurus itu, lalu meneruskan dengan nada sinis, "Orang ini ingin kabur dengan membawa harta karun keluarga kita. Untungnya, aku berhasil menangkapnya. Setelah diinterogasi, dia baru mau berbicara jujur dan mengakui kesalahannya. Kunci gudang ini adalah buktinya.""Hei, kenapa diam saja? Ini kesempatanmu untuk menebus semua dosamu!" teriak Zeona yang maju dan menendang pria itu."Bukan salahku, ini bukan salahku!" Pria itu buru-buru berlutut, lalu menunjuk Bianca dan berteriak, "Nona Bianca yang menyuruhku melakukan semua ini! Aku hanya menuruti perintahnya! Aku nggak tahu apa-apa, jangan bunuh aku!"Sambil berbicara, pria terus bersujud di lantai. Melihat ini, ekspresi Bianca seketika menjadi masam. Dia menegur, "Omong kosong apa yang kamu katakan? Sejak kapan aku menyuruhmu melakukan hal seperti itu?""Non