Tanpa membaca surat utang tersebut, Keenan langsung melakukan cap sidik jari dan fokus dengan permainannya. Nahasnya, sebelum 15 menit berlalu, chip senilai 4 miliar itu sudah habis."Kak Keenan, chip-mu habis lagi. Kamu masih mau meminjamnya?" tanya si wanita berambut pendek."Pinjam! Berapa pun akan kupinjam!" teriak Keenan. Dia sudah kehilangan akal sehatnya karena terus kalah. Sekarang, dia hanya ingin menang supaya bisa mempermalukan pria berhidung mancung itu.Dua jam kemudian, Keenan tampak bercucuran keringat. Napasnya memburu, matanya memerah, dan ekspresinya tampak agak ganas."Maaf sekali, kamu kalah lagi," ujar pria berhidung mancung itu sambil tersenyum sinis dan membuka kartunya."Pinjam lagi! Aku yakin dia pasti akan kalah!" teriak Keenan dengan murka."Kak Keenan, kamu sudah kalah terlalu banyak. Kasino nggak bisa meminjam lagi," jelas wanita itu."Kenapa? Mereka takut aku nggak sanggup bayar? Kakakku adalah Presdir Grup Warsono! Dia punya aset sebesar puluhan triliun!"
Di ruang kantor Presdir Grup Warsono, Ariana menyesap kopinya dan kembali fokus bekerja. Akhir-akhir ini, Herbert memang terlihat tidak melakukan apa-apa, tetapi dia diam-diam telah mengambil banyak tindakan. Semua dilimpahkan kepada Ariana sehingga membuatnya sangat sibuk dan terpaksa bekerja lembur setiap hari."Bu Ariana ...." Seorang asisten muda tiba-tiba mengetuk pintu dan masuk."Kenapa?" tanya Ariana seraya mendongak untuk melirik sekilas. Roselyn kurang bisa diandalkan, jadi dia terpaksa mempekerjakan asisten baru agar pembagian tugas tidak begitu berat."Bu Ariana, ada yang mengirim paket untukmu barusan. Katanya, paket ini harus diserahkan langsung kepadamu karena ada kejutan," jelas asisten itu sambil menyerahkan kotak hadiah."Ya, letakkan saja di meja." Ariana mengangguk, lalu teringat pada sesuatu sehingga berucap, "Sudah malam, kamu pulang saja dulu, nggak perlu menungguku.""Baik." Asisten itu mengiakan, lalu berbalik dan keluar. Sementara itu, Ariana mengucek matanya
"Uang tunai?" Ariana mengernyit sambil meneruskan, "Mana mungkin aku bisa mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?""Itu urusanmu, pokoknya aku hanya menerima uang tunai," sahut Supri dengan tenang, seakan-akan semua berada dalam kendalinya."Kamu sengaja mempersulit kami!" Wajah cantik Ariana seketika menjadi dingin. Uang tunai sebanyak itu mungkin harus diangkut dengan gerobak."Nona Ariana, jaga ucapanmu. Atau kamu nggak menginginkan tangan adikmu yang satu lagi?" tanya Supri sambil melirik sekilas."Kamu!" Ariana menggertakkan gigi dengan geram dan akhirnya menahan emosinya. "Apa kamu bisa memberiku 2 hari? Aku akan mengumpulkan uang tunainya secepat mungkin.""Boleh saja, tapi kamu harus menemaniku minum dulu." Supri bangkit untuk mengambil 2 gelas dari lemari. Kemudian, dia menuangkan anggur dan menyodorkannya kepada Ariana. "Kalau kamu minum, aku akan memberi kalian waktu 2 hari."Ariana tak kuasa mengernyit melihat gelas yang dituang penuh anggur itu. Pria ini jelas-
Luther melangkah masuk dengan ekspresi yang terlihat sangat menakutkan. Begitu melihat pesan dari Ariana, dia sudah merasa ada yang tidak beres sehingga buru-buru kemari."Ke ... kenapa kamu ada di sini?" tanya Supri yang membelalakkan mata. Dia ketakutan hingga mundur beberapa langkah."Bukannya kamu meneleponku untuk menyuruhku kemari? Aku sudah sampai, kamu mau apa?" ujar Luther sambil perlahan-lahan mendekat."Pengawal! Tolong aku!" teriak Supri. Anehnya, tidak ada respons apa pun di luar, seolah-olah mereka tidak pernah ada."Hei! Kalian sudah mati, ya! Di mana kalian semua?" teriak Supri dengan murka. Namun, tidak peduli bagaimana dia berteriak, tetap tidak ada yang menanggapinya."Sudah kuperingatkanmu sebelumnya, jangan pernah mengusikku lagi. Kalau nggak, kamu akan mati tragis. Kamu anggap perkataanku sebagai angin lalu, ya?" tanya Luther seraya berjalan selangkah demi selangkah."Ini wilayah kekuasaanku! Jangan sembarangan! Kalau nggak, kamu nggak akan bisa keluar dari sini!"
"Asalkan kamu berjanji nggak membunuhku, aku akan memberitahumu kebenarannya," ujar Supri yang berusaha untuk bernegosiasi dengan Luther."Nggak perlu, sebaiknya kamu mati saja." Begitu melontarkan kalimat itu, Luther langsung menginjak kepala Supri dengan kejam."Jangan ...." Supri berteriak dengan histeris, tetapi tidak ada gunanya. Pada akhirnya, dia tetap tewas."Tuan Luther, semua sudah teratasi di luar." Tiba-tiba, 2 orang pesilat bertopeng dan berpakaian hitam berjalan masuk untuk melapor. Mereka tidak lain adalah elite dari tim pengawal rahasia."Bagus, bersihkan semuanya dan angkut jenazah ini ke kediaman Keluarga Oscario," perintah Luther."Baik." Kedua pesilat itu bertatapan sesaat sebelum akhirnya mengangguk. Luther tidak berbasa-basi. Dia menggendong Ariana yang tidak sadarkan diri, lalu berjalan keluar dari kasino ini.Begitu keluar, Luther mendapati sebuah sosok yang tampak mencurigakan di sebuah sudut. Orang itu tidak lain adalah Keenan yang melarikan diri barusan."Kel
Melihat sikap sombong Keenan, wajah Luther menjadi sangat muram. Dia sama sekali tidak menduga bahwa Keenan akan membalikkan fakta dan melemparkan semua kesalahan pada dirinya. Perilaku seperti ini benar-benar menjengkelkan!"Luther, nggak kusangka kamu akan pakai cara selicik ini karena nggak bisa mendekati putriku! Benar-benar serigala berbulu domba!" Helen mulai mengutuk."Huh! Sudah lama aku melihat kemunafikanmu! Bukan hanya menipu uang kami, sekarang kamu bahkan mencelakai Kak Ariana. Sikapmu ini lebih buruk daripada binatang!" maki Roselyn sambil memelototi Luther."Sampai saat ini, kamu masih belum mau bertobat?" Luther mengerutkan dahinya."Mau bertobat apanya? Jelas-jelas kamu yang salah! Kamu yang mencelakai kakakku!" Keenan bersikeras. Dengan adanya dukungan dari Helen, dia tidak takut sama sekali."Dasar bajingan! Jangan sentuh putriku!" Helen mendorong Luther dengan kasar dan segera merebut kembali Ariana yang tak sadarkan diri."Ibu! Orang ini benar-benar jahat. Bukan ha
Ariana akhirnya mengingat kembali apa yang telah terjadi. Setelah minum dua gelas anggur di kasino kemarin, dia langsung pingsan dan tidak ingat apa-apa setelahnya. Namun, sekarang sepertinya dia telah diselamatkan."Huh! Semua ini salah Luther berengsek itu! Kalau bukan karena niat buruknya, kalian berdua nggak akan menderita seperti ini," kata Helen dengan marah."Luther? Apa hubungannya dengan dia?" Ariana sedikit bingung."Kamu belum tahu ya? Dia yang bersekongkol dengan pemilik kasino untuk meracunimu dan berencana untuk melakukan hal buruk. Untungnya Keenan berjuang mati-matian untuk menyelamatkanmu," kata Helen."Ibu, kamu pasti keliru. Luther nggak mungkin mencelakaiku, apalagi menggunakan cara rendahan seperti itu. Kalian pasti salah paham padanya," kata Ariana sambil tersenyum."Nak, kamu ini terlalu polos, makanya bisa sampai ditipu olehnya. Jangan hanya melihat dari penampilannya, siapa tahu dia menyimpan niat jahat di balik semua itu!" kata Helen dengan serius."Aku yakin
Berita kematian Keenan membuat beberapa orang itu merasa sangat terpukul. Kenapa orang yang begitu sehat walafiat kemarin bisa mati begitu saja hanya dalam waktu semalam?"Nggak mungkin! Mana mungkin adikku bisa tiba-tiba mati?" Ariana menggeleng keras dan memasang wajah tidak percaya. "Dokter! Kumohon, selamatkanlah adikku! Aku rela bayar berapa pun asal kamu bisa menyelamatkannya!""Maaf, kami benar-benar sudah berusaha sebaik mungkin. Turut berduka." Dokter menggeleng dengan tak berdaya."Kenapa bisa begitu? Kenapa bisa begitu?" Air mata Ariana mengucur deras. Tubuhnya sampai terhuyung karena tidak percaya adiknya akan mati begitu saja."Keenan! Putraku!" Saat jenazah Keenan didorong keluar, Helen menangis histeris. Hatinya benar-benar terasa perih bagaikan disayat pisau. Dia hanya punya seorang putra. Selama ini, dia selalu menganggap putra satu-satunya itu adalah harta. Seburuk apa pun kesalahan yang dilakukan Keenan, Helen selalu melindunginya. Namun, dia tidak menyangka kini put