"Uang tunai?" Ariana mengernyit sambil meneruskan, "Mana mungkin aku bisa mengeluarkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?""Itu urusanmu, pokoknya aku hanya menerima uang tunai," sahut Supri dengan tenang, seakan-akan semua berada dalam kendalinya."Kamu sengaja mempersulit kami!" Wajah cantik Ariana seketika menjadi dingin. Uang tunai sebanyak itu mungkin harus diangkut dengan gerobak."Nona Ariana, jaga ucapanmu. Atau kamu nggak menginginkan tangan adikmu yang satu lagi?" tanya Supri sambil melirik sekilas."Kamu!" Ariana menggertakkan gigi dengan geram dan akhirnya menahan emosinya. "Apa kamu bisa memberiku 2 hari? Aku akan mengumpulkan uang tunainya secepat mungkin.""Boleh saja, tapi kamu harus menemaniku minum dulu." Supri bangkit untuk mengambil 2 gelas dari lemari. Kemudian, dia menuangkan anggur dan menyodorkannya kepada Ariana. "Kalau kamu minum, aku akan memberi kalian waktu 2 hari."Ariana tak kuasa mengernyit melihat gelas yang dituang penuh anggur itu. Pria ini jelas-
Luther melangkah masuk dengan ekspresi yang terlihat sangat menakutkan. Begitu melihat pesan dari Ariana, dia sudah merasa ada yang tidak beres sehingga buru-buru kemari."Ke ... kenapa kamu ada di sini?" tanya Supri yang membelalakkan mata. Dia ketakutan hingga mundur beberapa langkah."Bukannya kamu meneleponku untuk menyuruhku kemari? Aku sudah sampai, kamu mau apa?" ujar Luther sambil perlahan-lahan mendekat."Pengawal! Tolong aku!" teriak Supri. Anehnya, tidak ada respons apa pun di luar, seolah-olah mereka tidak pernah ada."Hei! Kalian sudah mati, ya! Di mana kalian semua?" teriak Supri dengan murka. Namun, tidak peduli bagaimana dia berteriak, tetap tidak ada yang menanggapinya."Sudah kuperingatkanmu sebelumnya, jangan pernah mengusikku lagi. Kalau nggak, kamu akan mati tragis. Kamu anggap perkataanku sebagai angin lalu, ya?" tanya Luther seraya berjalan selangkah demi selangkah."Ini wilayah kekuasaanku! Jangan sembarangan! Kalau nggak, kamu nggak akan bisa keluar dari sini!"
"Asalkan kamu berjanji nggak membunuhku, aku akan memberitahumu kebenarannya," ujar Supri yang berusaha untuk bernegosiasi dengan Luther."Nggak perlu, sebaiknya kamu mati saja." Begitu melontarkan kalimat itu, Luther langsung menginjak kepala Supri dengan kejam."Jangan ...." Supri berteriak dengan histeris, tetapi tidak ada gunanya. Pada akhirnya, dia tetap tewas."Tuan Luther, semua sudah teratasi di luar." Tiba-tiba, 2 orang pesilat bertopeng dan berpakaian hitam berjalan masuk untuk melapor. Mereka tidak lain adalah elite dari tim pengawal rahasia."Bagus, bersihkan semuanya dan angkut jenazah ini ke kediaman Keluarga Oscario," perintah Luther."Baik." Kedua pesilat itu bertatapan sesaat sebelum akhirnya mengangguk. Luther tidak berbasa-basi. Dia menggendong Ariana yang tidak sadarkan diri, lalu berjalan keluar dari kasino ini.Begitu keluar, Luther mendapati sebuah sosok yang tampak mencurigakan di sebuah sudut. Orang itu tidak lain adalah Keenan yang melarikan diri barusan."Kel
Melihat sikap sombong Keenan, wajah Luther menjadi sangat muram. Dia sama sekali tidak menduga bahwa Keenan akan membalikkan fakta dan melemparkan semua kesalahan pada dirinya. Perilaku seperti ini benar-benar menjengkelkan!"Luther, nggak kusangka kamu akan pakai cara selicik ini karena nggak bisa mendekati putriku! Benar-benar serigala berbulu domba!" Helen mulai mengutuk."Huh! Sudah lama aku melihat kemunafikanmu! Bukan hanya menipu uang kami, sekarang kamu bahkan mencelakai Kak Ariana. Sikapmu ini lebih buruk daripada binatang!" maki Roselyn sambil memelototi Luther."Sampai saat ini, kamu masih belum mau bertobat?" Luther mengerutkan dahinya."Mau bertobat apanya? Jelas-jelas kamu yang salah! Kamu yang mencelakai kakakku!" Keenan bersikeras. Dengan adanya dukungan dari Helen, dia tidak takut sama sekali."Dasar bajingan! Jangan sentuh putriku!" Helen mendorong Luther dengan kasar dan segera merebut kembali Ariana yang tak sadarkan diri."Ibu! Orang ini benar-benar jahat. Bukan ha
Ariana akhirnya mengingat kembali apa yang telah terjadi. Setelah minum dua gelas anggur di kasino kemarin, dia langsung pingsan dan tidak ingat apa-apa setelahnya. Namun, sekarang sepertinya dia telah diselamatkan."Huh! Semua ini salah Luther berengsek itu! Kalau bukan karena niat buruknya, kalian berdua nggak akan menderita seperti ini," kata Helen dengan marah."Luther? Apa hubungannya dengan dia?" Ariana sedikit bingung."Kamu belum tahu ya? Dia yang bersekongkol dengan pemilik kasino untuk meracunimu dan berencana untuk melakukan hal buruk. Untungnya Keenan berjuang mati-matian untuk menyelamatkanmu," kata Helen."Ibu, kamu pasti keliru. Luther nggak mungkin mencelakaiku, apalagi menggunakan cara rendahan seperti itu. Kalian pasti salah paham padanya," kata Ariana sambil tersenyum."Nak, kamu ini terlalu polos, makanya bisa sampai ditipu olehnya. Jangan hanya melihat dari penampilannya, siapa tahu dia menyimpan niat jahat di balik semua itu!" kata Helen dengan serius."Aku yakin
Berita kematian Keenan membuat beberapa orang itu merasa sangat terpukul. Kenapa orang yang begitu sehat walafiat kemarin bisa mati begitu saja hanya dalam waktu semalam?"Nggak mungkin! Mana mungkin adikku bisa tiba-tiba mati?" Ariana menggeleng keras dan memasang wajah tidak percaya. "Dokter! Kumohon, selamatkanlah adikku! Aku rela bayar berapa pun asal kamu bisa menyelamatkannya!""Maaf, kami benar-benar sudah berusaha sebaik mungkin. Turut berduka." Dokter menggeleng dengan tak berdaya."Kenapa bisa begitu? Kenapa bisa begitu?" Air mata Ariana mengucur deras. Tubuhnya sampai terhuyung karena tidak percaya adiknya akan mati begitu saja."Keenan! Putraku!" Saat jenazah Keenan didorong keluar, Helen menangis histeris. Hatinya benar-benar terasa perih bagaikan disayat pisau. Dia hanya punya seorang putra. Selama ini, dia selalu menganggap putra satu-satunya itu adalah harta. Seburuk apa pun kesalahan yang dilakukan Keenan, Helen selalu melindunginya. Namun, dia tidak menyangka kini put
Sementara itu, Ariana duduk sendirian di ranjang pasien sambil bengong. Wajahnya terlihat sangat kuyu. Dia kelelahan karena menangis seharian. Pikirannya sekarang sangat kacau bagaikan tak bernyawa. Cobaan hari ini terasa terlalu berat baginya."Ariana ...." Pada saat ini, Luther tiba-tiba masuk ke kamar pasien dan bertanya dengan perhatian, "Katanya kamu masuk rumah sakit, bagian mana yang nggak nyaman? Apa perlu kuobati?"Melihat Ariana tidak merespons sama sekali, Luther kembali bertanya, "Ariana, kenapa kamu?" Luther melambaikan tangannya di depan wajah Ariana. Pada akhirnya, dia baru menyadari bahwa tatapan Ariana kosong tanpa emosi sama sekali.Dilihat sekilas, Ariana tampak seperti sebuah boneka yang tak bernyawa. Umumnya, hanya orang yang telah berada dalam keputusasaan baru bisa menunjukkan ekspresi seperti ini. Luther mengerutkan alisnya, lalu memeriksa denyut nadi Ariana.Setelah diperiksa, Luther baru mengetahui bahwa ternyata denyut nadi Ariana sangat lemah, seakan-akan bi
"Kamu masih mau menyangkal? Wajah adikku dipenuhi bekas tamparanmu, kepalanya juga terbentur keras. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang melakukan hal itu?""Kenapa? Kenapa kamu harus sampai sekejam itu? Kalaupun adikku bersalah, kamu nggak perlu sampai membunuhnya, 'kan?" Sambil bicara, Ariana terus-menerus memukul dada Luther. Seiring dengan pukulannya, air mata telah mengucur deras membasahi wajah Ariana."Ariana, kematian adikmu terlalu mendadak. Aku merasa ada yang aneh dari kejadian ini. Percayalah padaku, aku nggak mungkin membunuh adikmu!" kata Luther dengan serius."Percaya padamu? Kenyataan sudah di depan mata, mau bagaimana lagi aku percaya padamu?" tanya Ariana. Faktanya adalah Luther memang memukul adiknya hingga terluka parah. Lagi pula, dokter juga sudah mengatakan bahwa kepala Keenan mengalami benturan keras hingga tidak bisa diselamatkan lagi.Seluk-beluk masalah ini sangat jelas. Bisa dibilang, buktinya sudah kuat! Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih jauh, bahkan