"Baiklah, cepat habisi dia. Aku tidak mau ada hal tidak terduga lainnya lagi!" Darwin merasa agak lega."Tenang saja, Tuan Darwin. Dengan bantuan dua anak buahku, orang ini pasti akan mati!" ujar Farel sambil tertawa tipis. Setelah itu, dia pun mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan.Sementara itu, di atas panggung, Bianca tetap bersikap tenang. Sambil melihat sekilas semua tamu di bawah panggung, dia berkata, "Pertama-tama, selamat datang kepada semua hadirin yang ikut meramaikan acara peresmian perusahaan baru kami."Pembawaannya yang mantap dan tenang, ditambah dengan tatapannya yang tampak angkuh, membuatnya terlihat seperti seorang ratu yang berwibawa."Mungkin kalian sudah tahu, kami punya mitra baru di perusahaan ini. Mulai hari ini, bagian bisnis dari Keluarga Caonata akan dikelola oleh mitra baru kami," lanjutnya.Setelah melihat sekeliling, Bianca melanjutkan, "Saya yakin kalian sangat penasaran, siapa sebenarnya mitra Keluarga Caonata ini? Jangan terburu-buru, s
Di atas panggung, kedua wanita itu mengobrol dengan bersemangat, seolah-olah mereka adalah teman yang sudah lama tidak bertemu. Namun, hanya beberapa orang yang menyadari bahwa sebenarnya kedua orang itu sedang bersaing secara diam-diam. Bagaikan bunga mawar yang merekah, keduanya sama-sama cantik, tetapi juga memiliki duri yang tajam.Meskipun Bianca memiliki status yang mulia, Ariana tetap tidak merasa minder ataupun putus asa. Sebaliknya, dia malah semakin bersemangat! Pada dasarnya, Ariana memang memiliki kepribadian yang keras dan tidak mudah menyerah. Tidak peduli seberapa sulit pun tantangan yang dihadapinya, Ariana akan selalu bertekad untuk mengatasi semuanya!Memangnya kenapa kalau lawannya ini adalah Bianca? Sekalipun Bianca adalah Ratu Bisnis di Jiloam, Ariana bertekad untuk mengejar posisinya dan bahkan melampaui dirinya!"Saya yakin, kita semua sudah melihat pesona Nona Ariana," kata Bianca, "Selanjutnya, saya ingin memperkenalkan seorang pemuda berbakat kepada semua oran
"Bu Ariana, aku tidak mengerti maksudmu," jawab Luther dengan tenang. Dia berpura-pura tidak tahu apa pun karena Luther bukan tipe orang yang mencari pengakuan. Lantaran Ariana sudah memutuskan hubungan dengannya, Luther juga tidak ingin terlibat jauh dengannya."Benarkah semua ini bukan karena kamu?" tanya Ariana dengan ragu-ragu."Bu Ariana, sepertinya kamu salah paham. Mana mungkin pecundang sepertiku bisa membantumu?" jawab Luther dengan datar."Sepertinya memang aku yang berpikir berlebihan." Terlintas kekecewaan pada tatapan Ariana, dia berkata, "Benar juga, kita tidak punya hubungan lagi sekarang. Mana mungkin kamu membantuku? Lagi pula, kamu juga tidak punya kemampuan seperti itu.""Memang benar kata Bu Ariana. Aku tidak punya uang ataupun kekuasaan, tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan Wandy. Apa masih ada urusan lainnya?" tanya Luther dengan ekspresi datar."Tidak ada lagi, kamu sudah bisa kembali untuk melayani Nona Bianca," ujar Ariana menyindirnya."Baiklah, kalau beg
"Tuan Jericho, aku masih ada urusan lain. Pamit dulu, ya!" Setelah berbasa-basi sejenak, Darwo hendak beranjak pergi. Awalnya, dia datang untuk bertemu dengan dokter ajaib. Namun, sekarang malah hanya bertemu dengan seorang penipu. Jadi, Darwo tidak berniat tinggal lebih lama lagi di sini."Paman Darwo, kusarankan sebaiknya kamu mendengarkan nasihat Tuan Luther. Tinggallah beberapa hari di Jiloam untuk berjaga-jaga kalau terjadi sesuatu," ujar Bianca mengingatkannya."Bianca, kamu nggak perlu mencemaskan masalahku. Kamu khawatirkan saja dirimu sendiri." Darwo melanjutkan ucapannya dengan sungguh-sungguh, "Seingatku, pertunanganmu dengan Harry juga sudah dekat. Dengan kepribadian Harry, dia pasti tidak akan suka melihatmu begitu dekat dengan pria lain."Begitu ucapan itu dilontarkan, Bianca langsung mengernyit. Dia paling benci mengungkit masalah itu."Paman Darwo, itu hanya janji pertunangan, bukan pernikahan. Paling-paling, aku batalkan saja pernikahannya," balas Bianca dengan acuh ta
Setelah melirik Luther sekilas, Farel keluar dari ruangan itu membawa kedua anak buahnya."Kamu juga keluar dulu," perintah Bianca sambil memiringkan kepalanya. Luther mengangguk dan menuruti permintaannya. Kedua orang ini punya rencana tersendiri."Hehe ... kamu pengawal Bianca, ya? Kelihatannya nggak ada apa-apanya!" ujar kedua pria kembar itu sambil menilai penampilan Luther seakan sedang melihat mangsanya."Oh, ya? Kamu akan tahu nanti." Luther tidak banyak bicara, dia hanya langsung berjalan ke lantai bawah."Guntur, Reza, kalian ikuti dia. Cari kesempatan untuk menghabisinya," perintah Farel. Baginya, Luther tampak seperti tokoh kecil yang tidak memerlukan intervensi secara langsung darinya. Cukup kedua anak buahnya saja sudah bisa menyelesaikan masalah ini dengan mudah."Tidak masalah!" Guntur dan Reza menyeringai, lalu mengikuti Luther secara diam-diam.Setibanya di lantai bawah, Luther berjalan santai menuju area parkir. Perusahaan ini baru saja dibuka, jadi area parkir belum
"Kusarankan sebaiknya kalian jangan bertindak. Kalau tidak, kalian akan menyesal sendiri." Ekspresi Luther sangat tenang. Sedari awal, dia tidak pernah menganggap serius Wandy."Huh! Aku tahu kamu bisa berkelahi, tapi nggak mungkin kamu bisa menghadapi orang sebanyak ini sendirian. Mereka semua adalah ahli seni bela diri dan juga membawa senjata lengkap. Sehebat apa pun kemampuanmu, kamu tidak akan bisa menghindari serangan mereka!" ejek Wandy sambil tertawa sinis.Wandy tidak percaya bahwa Luther bisa menghadapi pasukannya yang bersenjata lengkap dengan tangan kosong.Pada saat ini, kedua kembar itu kembali berkata, "Hei, aku nggak tahu kalian punya dendam apa sebelumnya. Tapi, bocah ini adalah mangsa kami berdua hari ini. Sebaiknya kamu minggir saja sana!"Awalnya mereka mengira Wandy datang untuk membantu Luther. Tak disangka, ternyata kedua orang ini adalah musuh bebuyutan."Orang idiot dari mana ini? Minggir sana, kalau nggak, aku akan menghabisi kalian juga!" bentak Wandy sambil
"Si ... siapa kamu sebenarnya?" Guntur berusaha bangkit dengan tubuhnya yang gemetaran. Wajahnya tidak lagi terlihat santai seperti tadi, melainkan tampak terkejut dan ketakutan.Guntur tidak pernah menyangka bahwa pukulan yang dilayangkannya dengan sekuat tenaga bukan hanya tidak bisa melukai lawan. Sebaliknya, pukulan itu malah membuatnya sendiri terluka parah.Apa orang ini benar-benar manusia? Padahal, gurunya mengatakan bahwa lawan mereka adalah seorang seniman bela diri kuno. Namun, kenapa orang ini bisa sehebat itu?"Kak! Lari ... cepat lari!"Pada saat ini, Reza yang sedang ditekan di dinding, berteriak dengan sekuat tenaga. Sejak mulai bertempur dengan Luther, dia langsung mengetahui bahwa kekuatan lawan mereka ini sudah jauh melampaui bayangan mereka. Hanya dengan sekali serangan saja sudah membuat meridiannya hancur dan cacat."Ah!" Guntur berteriak marah karena merasa tidak rela. Pada akhirnya, dia melarikan diri meninggalkan adiknya. Guntur sangat jelas bahwa dia tidak san
Gedung Victory, ruang istirahat di lantai 2."Pak Luther, apa kamu terluka?" Luther baru saja masuk, Bianca langsung menyambutnya.Terlihat perasaan khawatir di mata Bianca yang indah."Aku tidak apa-apa." Luther menggelengkan kepalanya. "Aku sudah melenyapkan si kembar itu. Apa rencanamu selanjutnya?""Kedua orang itu adalah sekutu Darwin, tapi sekarang semua sudah mati. Dia pasti sudah merasa waspada sekarang. Kita berdiam diri saja dulu, agar dia tidak merasa terdesak dan langsung balas dendam," kata Bianca.Bianca belum sampai di titik menjadi musuh Darwin sepenuhnya. Jadi, dia hanya memberi Darwin sedikit pelajaran untuk membuat Darwin mundur dengan sendirinya."Baik, kamu yang tentukan sendiri." Luther tidak banyak berbicara."Oh, ya. Pak Luther, sebaiknya kamu bersembunyi untuk beberapa saat ini. Aku menerima kabar, kakaknya Adi yang bernama Sandi sudah kembali dan sedang memburu pembunuh adiknya." Ekspresi wajah Bianca menjadi serius.Rakyat biasa sebaiknya tidak bermusuhan den