Setelah kembali ke kediaman Raja Atlandia, Luther tidak mengejutkan siapa pun. Dia menulis dua surat yang satunya ditaruh di ruang kerja Walter dan satunya lagi di kamar tidur Huston. Dua surat ini dianggap sebagai pamit sebelum dia berangkat. Dia tidak mahir menangani masalah perasaan, sehingga kadang-kadang pergi dengan diam-diam adalah pilihan yang lebih baik.Saat senja tiba, Luther naik mobil Misandari dan langsung menuju gurun di barat daya. Gurun terbesar di barat daya disebut Gurun Maut karena situasi lingkungannya yang keras dan penuh bahaya. Hampir semua orang yang tersesat di sana pasti akan mati di sana, sehingga mereka menamai gurun itu begitu.Meskipun Gurun Maut ini sangat berbahaya, ada berbagai harta karun dan bahkan tambang emas yang tersembunyi di dalam. Oleh karena itu, sering ada tim penjelajah yang mempertaruhkan nyawanya untuk mencari keberuntungan di sana. Jika beruntung, mereka mungkin akan menemukan harta karun dan langsung menjadi kaya dalam semalam. Jika tid
Kendaraan bergerak dengan cepat dan sangat stabil. Keesokan harinya, Luther, Misandari, dan yang lainnya akhirnya tiba di daerah pinggiran Gurun Maut.Di pinggiran Gurun Maut, terdapat sebuah desa yang cukup besar dan memiliki sekitar lima hingga enam ratus rumah. Desa ini memiliki penginapan, pompa bensin, pasar swalayan, dan lainnya. Meskipun tidak besar, desa ini memiliki semua kebutuhan dasar.Bagi tim penjelajah, desa ini adalah tempat persinggahan yang sangat penting, terutama pada saat kritis. Baik orang yang akan masuk ataupun keluar dari gurun itu, akan berhenti di desa ini untuk istirahat dan mendapatkan informasi. Perlu diketahui, harga barang di desa ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan di luar karena kesulitan dalam pengiriman barang ke desa ini.Setelah memasuki desa, konvoi Misandari akhirnya berhenti di depan sebuah penginapan desa yang bernama Penginapan Harapan. Dahulu, penginapan ini adalah sebuah sekolah dasar yang telah direnovasi, sehingga memiliki cukup banya
Perubahan Toro yang mendadak membuat Luther tertegun sejenak dan tiba-tiba merasa bingung. Dia yakin ini pertama kalinya mereka bertemu dan tidak memiliki dendam, tetapi Toro tampaknya meremehkan dia."Kapten Toro, apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Luther dengan tenang dan perlahan-lahan menurunkan tangannya."Belum pernah," jawab Toro dengan ekspresi dingin."Kalau nggak pernah, mengapa kamu berbicara seperti ini?" tanya Luther kembali.Toro berkata dengan nada penuh tanggung jawab, "Aku hanya berpikir untuk kepentingan Nona Misandari. Gurun Maut ini sangat berbahaya, hampir semua orang yang masuk akan mati. Kalau nggak punya kekuatan, pengetahuan profesional, dan pengalaman, orang biasa nggak akan bertahan lebih dari sehari.""Nona Misandari sudah mengeluarkan banyak yang untuk menyewaku, aku tentu saja bertanggung jawab atas keselamatannya. Dilihat dari postur tubuh dan gerakanmu, jelas bukan pengawal profesional. Jadi, aku sangat meragukan kemampuanmu. Aku khawatir nanti k
"Aku belum pernah merasakan seperti ini sebelumnya, kali ini benar-benar berbeda," kata Toro yang tidak membantah kata-kata godaan wanita berambut pendek itu. Sebagai saudara seperjuangan, sehingga tidak ada yang perlu disembunyikan di antara mereka."Nona Misandari ini memang sangat istimewa. Aku memang belum pernah melihat wajahnya, tapi kesan yang dia berikan adalah seorang wanita cantik yang sangat memesona," kata pria botak kekar yang semangat."Kusman, Nona Misandari adalah wanita yang disukai kapten, sebaiknya kamu jangan punya pikiran yang tidak-tidak," peringatan wanita berambut pendek itu."Apa yang kamu katakan? Aku hanya berbicara sembarangan saja, mana berani aku berebut wanita dengan kapten," kata Kusman sambil tersenyum canggung."Kapten, jarang sekali ada wanita yang membuatmu tertarik seperti ini, jadi jangan ragu dan beranikan saja dirimu. Dengan pesona priamu, pasti nggak akan ada masalah," kata wanita berambut pendek itu dengan penuh percaya diri.Toro menggelengkan
Di dalam penginapan, Luther yang baru saja selesai mengganti pakaian tiba-tiba bersin dan bergumam, "Siapa sebenarnya yang sedang memikirkanku?"Luther menyeka hidungnya, lalu keluar dari kamar dan menuju ke kafetaria di penginapan. Penginapan ini sebelumnya adalah sebuah sekolah dasar, sehingga kafetarianya juga cukup luas. Luasnya sekitar tiga ratus meter persegi dan cukup untuk menampung ratusan orang."Di sini."Begitu masuk ke kafetaria, Luther melihat Misandari melambaikan tangan padanya. Saat mendekat, dia melihat meja sudah dipenuhi dengan beberapa hidangan lezat."Makanan ini dibuat oleh koki kita yang dijamin aman dan enak, jadi kamu bisa makan dengan tenang," jelas Misandari."Kamu memang sangat berhati-hati," kata Luther sambil tersenyum. Tanpa segan-segan lagi, dia langsung duduk dan mulai memakan dengan lahap."Sebaiknya selalu berhati-hati saat berada di tempat asing. Ini adalah daerah pinggiran Gurun Maut, berbagai orang berkumpul di sini. Kalau nggak berhati-hati, kita
Luther dan Misandari yang sedang menyaksikan kejadian ini langsung terkejut dan tidak tahu harus bagaimana merespons saat gadis berkucir itu tiba-tiba berbalik dan menunjuk ke arah mereka."Benar! Setiap hidangan yang mereka makan terlihat sangat lezat dan menarik, tapi hidangan di meja kami ini semuanya sampah!""Aku nggak peduli! Cepat ganti makanan kami. Kalau nggak, jangan salahkan kami kalau kami marah!"Saat mengatakan itu, para anggota kelompok itu melemparkan makanan di meja mereka hingga berserakan di lantai."Para tamu sekalian, kemampuan kami terbatas, benar-benar nggak sanggup mengganti makanan itu," kata pelayan itu dengan ekspresi sedih dan sangat tertekan."Nggak bisa diganti? Maksudmu, kamu meragukan kami nggak bisa membayarnya?" kata pria berhidung mancung dengan ekspresi muram."Meremehkan orang! Kamu tahu siapa kami? Kami adalah murid dari Sekte Ligiken yang terkenal di dunia persilatan. Kalau menyinggung kami, kami akan langsung menghancurkan tempat ini," kata gadis
"Keterlaluan!" kata gadis berkucir yang makin marah setelah dihina oleh Luther. Tanpa peduli dengan perbedaan kekuatan mereka lagi, dia segera mengerahkan seluruh energi internal di tubuhnya dan menyerang Luther dengan lebih kuat lagi. Namun, entah berapa kali pun dia berusaha, pedangnya tetap tidak bisa bergerak sedikit pun karena dijepit jari-jari Luther dengan erat."Nggak tahu diri." Luther mendengus, lalu jarinya tiba-tiba menekan hingga ujung pedang itu pun langsung patah.Setelah itu, sebuah dorongan kuat membuat gadis berkucir itu terpental sejauh dua hingga tiga meter, lalu terjatuh ke lantai hingga dia merintih kesakitan dan kepalanya pusing."Kak, dia menindasku!" kata gadis berkucir yang kalah itu dan segera meminta bantuan dari orang-orang di sekitarnya."Lancang! Berani-beraninya kamu menyerang adikku, cari mati!" marah pria berhidung mancung itu, lalu tiba-tiba menarik pedangnya dan hendak memberi pelajaran pada Luther."Berhenti!" Pada saat itu, terdengar sebuah terikan
Menghadapi tatapan Khair yang mengancam, Luther sama sekali tidak memedulikannya. Jika tadi tidak ada yang menghalangi, Khair pasti sudah tergeletak di lantai.Setelah mengusir beberapa lalat, Vasuki kembali melanjutkan menikmati makan dan minumannya. Omri dan para murid dari Sekte Gauta juga tidak berani membuat keributan lagi dan segera mencari tempat duduk terdekat.Misandari berdiri, lalu mendekati dan berkata dengan sopan sambil memberi hormat pada Omri, "Para pahlawan, terima kasih atas bantuan kalian tadi."Omri melambaikan tangan dan berkata dengan lantang, "Hanya masalah kecil saja, nggak apa-apa. Aku paling benci orang yang suka menindas orang yang lebih lemah. Misi Sekte Gauta adalah menolong ketidakadilan.""Sekte Gauta memang nggak mengecewakan, setiap anggotanya adalah orang-orang yang berjiwa ksatria. Kalau kalian nggak keberatan, ayo berbagi meja dan minum bersama. Kebetulan aku punya beberapa botol anggur yang sangat bagus," kata Misandari mengundang Omri dan yang lain