Rencana Huston sangat sederhana yaitu menawarkan jalan damai sebelum menggunakan kekuatan militer dengan fokus utamanya untuk membujuk lawan menyerah dan merekrut kembali. Jika keempat Amangkurat yang memberontak itu bersedia tunduk, istana akan memaafkan mereka dan memastikan kekuasaan mereka tetap utuh. Jika tidak, satu-satunya jalan adalah menggunakan kekuatan militer untuk menekan pemberontakan ini. Pada saat itu, istana akan bekerja sama dengan empat Amangkurat lainnya dan berbagai kekuatan di Atlandia untuk membunuh pemberontak. Jika perang tidak bisa dihindari, perang kilat adalah pilihan terbaik.Setelah mendengar rencana Huston, Arafu menganggukkan kepala dan berkata dengan serius, "Aku bisa punya kekuasaan hari ini semuanya berkat ayahmu. Jangankan mengerahkan pasukan untuk menekan pemberontakan, meskipun harus mengorbankan nyawaku pun aku akan melakukannya.""Paman Arafu terlalu berlebihan. Dengan dukunganmu, kami pasti bisa melewati kesulitan ini," kata Huston."Ini adalah
Huston berbicara dengan tegas dan penuh emosi. Jika Atlandia kacau, Delapan Amangkurat, para pejabat tinggi, dan bahkan puluhan juta rakyat pun tidak akan selamat. Siapa pun yang tinggal di Atlandia yang memiliki perasaan terhadap keluarga dan negara harusnya tidak akan tinggal diam."Pangeran Huston, logikanya memang seperti ini, tapi aku ini pengecut dan takut terkena masalah. Jadi, aku selalu berpikir dua kali sebelum bertindak. Bagaimana kalau pasukanku habis semuanya saat memberantas pemberontak?" Sepertinya Rajib masih ragu-ragu."Paman Rajib, aku janji istana pasti akan memberimu kompensasi dua kali lipat untuk kerugianmu setelah masalah ini selesai," kata Huston dengan serius. Dia tentu saja mengerti maksud perkataan Huston itu untuk memanfaatkan kesempatan mencari keuntungan. Bagaimanapun juga, Rajib mempertaruhkan segalanya, kerugian Rajib akan besar jika gagal. Oleh karena itu, Rajib bisa berpikir seperti ini juga bisa dimaklumi."Pangeran Huston, bukannya aku nggak memercay
"Cepat bawa kertas dan pulpen!" Rajib yang sudah tidak sabar langsung memerintah bawahannya untuk mengambil peralatan tulis dan siap untuk membuat perjanjian pernikahan. Kesempatan seperti ini sungguh sangat berharga untuk dilewatkan. Setelah menikah dengan keluarga kerajaan, putrinya adalah calon ratu dan cucunya kemungkinan besar akan menjadi Raja Atlandia selanjutnya. Taruhan ini akan mendatangkan keuntungan yang besar."Tunggu! Pangeran, ini adalah urusan penting, harus dipertimbangkan dengan hati-hati!" Luther segera memperingatkan Huston."Eh?" Rajib mengernyitkan alisnya karena merasa kesal. Seorang pengawal kecil saja berani ikut campur dalam urusan ini, benar-benar tidak tahu diri. Jika orang ini adalah bawahannya, dia pasti sudah menghukumnya."Nggak perlu banyak bicara lagi, aku sudah memutuskan."Huston menoleh untuk melihat Luther dan berkata sambil tersenyum, "Putri Paman Rajib cantik dan berbudi luhur, bisa menikahinya adalah keberuntunganku. Kesempatan bagus ini nggak m
Keesokan paginya, di Kota Nanto. Luther dan Huston tidak tidur semalaman dan bergegas tiba di Kota Nanto dalam waktu yang paling singkat.Kota Nanto adalah wilayah yang dikendalikan oleh Amangkurat Perjuangan, Firus. Kota ini adalah kota terbesar di antara empat Amangkurat di selatan serta memiliki kekuatan militer terbesar kekuatan ekonomi yang paling kuat. Namun, Firus adalah orang dengan kepribadian yang kasar dan temperamental. Jika sedang marah, terkadang bahkan Walter pun tidak akan dihormatinya. Oleh karena itu, Huston tidak yakin bisa membujuknya."Kak, kita sudah sampai di kediaman Amangkurat Perjuangan."Saat mobil berhenti di kediaman Amangkurat Perjuangan, Huston dan Luther langsung keluar dari mobil."Ini sudah hari kedua. Berita tentang kamu meninggalkan istana mungkin nggak bisa ditutupi lagi, kita harus bergerak lebih cepat," peringatan Luther.Huston menganggukkan kepala. "Aku mengerti. Firus ini memang orang yang sulit untuk diajak bicara, tapi dia bukan orang yang ng
Setelah menyapu sekelilingnya dengan tombak, hanya tersisa Firus saja yang masih berdiri di arena latihan itu."Kalian benar-benar makin lemah saja, berlatihlah lebih keras lagi. Mengerti?" marah Firus."Siap!" jawab para pengawal sambil berlutut."Baiklah, kalian pergi saja," kata Firus sambil melambaikan tangannya sebagai isyarat agar semua pengawal itu pergi, lalu berbalik dan menatap Huston dan yang lainnya."Teknik tombak Paman Firus luar biasa, nggak ada yang bisa menandinginya di seluruh Atlandia ini. Aku sangat kagum!" Huston yang menyapa terlebih dahulu."Pangeran Huston, aku tahu kamu nggak mungkin datang jauh ke sini tanpa alasan. Apa ada instruksi yang ingin dibicarakan?" kata Firus sambil mengambil handuk dan mulai mengelap keringatnya."Aku nggak berani memberi instruksi, aku hanya ingin meminta bantuan," kata Huston sambil memberi hormat."Apa ini tentang ayahmu?" Firus terlihat tidak terkejut, seolah-olah sudah menduga hal ini."Paman Firus sudah tahu?" kata Huston samb
Melihat tatapan Firus yang tajam dan mengangkat tombak panjang, Huston sama sekali tidak gentar dan tetap membusungkan dada."Paman Firus, tawaran dua kota itu memang sangat menggoda. Kalau aku menjadi kamu, aku mungkin nggak akan menolaknya. Kalau Paman Firus ingin menukar kepalaku dengan dua kota, aku bersedia memenuhinya," kata Huston sambil memberi hormat dan ekspresinya tenang.Firus menyipitkan matanya. "Kenapa? Kamu nggak takut? Atau kamu pikir aku nggak berani membunuhmu?"Huston berkata dengan tenang, "Aku tentu saja takut mati. Kalau bisa tetap hidup, aku tentu saja nggak akan memilih untuk mati. Lagi pula, Paman Firus sudah berperang selama bertahun-tahun dan membunuh siapa pun yang menghalangi. Mengambil nyawaku hanya masalah mudah, nggak perlu usaha apa pun.""Kalau kamu takut mati, kenapa kamu tetap tenang?" kata Firus dengan bingung.Huston berkata dengan serius, "Takut mati dan berani untuk menghadapi kematian adalah hal yang berbeda. Sejak masuk ke sini, aku sudah memp
Sore hari, Huston dan Luther tiba di benteng perbatasan, Kota Demai. Kota Demai adalah wilayah Sandya. Belasan tahun lalu, kota ini masih sangat terbelakang.Di bawah pimpinan Sandya, kota ini menjadi salah satu dari lima kota teratas di Atlandia. Baik itu kemiliteran, ekonomi, politik, budaya, pendidikan, ataupun perawatan medis, semuanya adalah yang terbaik.Bisa dibilang, Kota Demai memiliki kejayaan seperti ini berkat kecerdasan dan kebijaksanaan Sandya. Sandya dan Firus sama-sama merupakan menteri yang berjasa.Saat ini, di luar kediaman Sandya, terlihat sebuah mobil MPV hitam pelan-pelan berhenti di pinggir jalan. Begitu pintu mobil dibuka, terlihat Luther dan Huston turun."Kak, ini tempat terakhir." Huston menatap papan nama di depan pintu, lalu mendesah dan berujar, "Tuan Sandya dan Ayah punya hubungan dekat. Dia orang yang ramah dan baik hati. Ditambah lagi surat dari Firus, seharusnya semua akan baik-baik saja.""Sulit dikatakan." Luther menggeleng. "Kita harus makin waspada
"Tuan Sandya tahu kamu akan datang, jadi menyuruhku menunggu di depan," sahut si kepala pelayan sambil mengangguk."Tahu aku akan datang?" Huston mengangkat alis dengan heran. Kemudian, dia melirik Luther yang berada di sebelahnya dan merasa agak gelisah.Sandya sudah menduga kedatangan mereka. Kemungkinannya hanya 2, yaitu Firus mengabarinya duluan atau utusan Jayden tiba duluan."Pangeran, Tuan Sandya sudah menunggu sejak tadi. Silakan masuk." Kepala pelayan membungkuk dan mempersilakan.Huston mengangguk tanpa berbasa-basi lagi. Dia tidak mungkin menyerah di tengah jalan begini. Sekalipun itu sarang harimau, dia tetap harus masuk.Luther dan Huston sama-sama masuk. Setelah melewati berbagai ruangan, mereka tiba di ruang makan.Saat ini, hidangan mewah telah disajikan. Aroma masakan dan aroma anggur yang bercampur sangat menggugah selera.Luther dan Huston bepergian seharian sampai tidak punya waktu untuk makan. Jadi, begitu melihat hidangan mewah itu, mereka tak kuasa merasa lapar.