Sandya tidak terburu-buru menjawab. Dia duduk, lalu menuangkan anggur untuk diri sendiri dan Huston. Setelah bersulang, Sandya meneguk anggurnya hingga habis dan berkata, "Hm, lezat sekali!"Huston juga tidak mendesak. Dia meneguk anggurnya dan menunggu jawaban Sandya. Kemudian, Sandya meneruskan, "Jayden ingin merekrutku, bahkan menawarkanku keuntungan besar. Tapi, aku menolaknya."Ekspresi Huston sontak dipenuhi kegembiraan. Namun, kalimat Sandya yang selanjutnya membuat Huston termangu."Pangeran, jangan senang terlalu cepat. Aku memang menolak tawaran Jayden, tapi aku juga nggak akan membantumu. Aku nggak suka perang, jadi aku memilih untuk netral," lanjut Sandya dengan terang-terangan."Netral?" Huston mengernyit, lalu membujuk, "Paman, kamu bagian dari Atlandia. Masa kamu tega melihat Atlandia terpecah?""Kemampuanku terbatas. Aku benar-benar nggak bisa membantu." Sandya menggeleng. "Aku nggak punya ambisi apa pun dan hanya ingin hidup tenang. Aku nggak ingin terlibat dalam peran
"Kalau Pangeran nggak ingin mewarisi takhta, kenapa ikut serta dalam perselisihan ini?" tanya Sandya dengan ekspresi tenang."Aku memang nggak pantas menjadi raja, tapi ada seseorang yang pantas, bahkan lebih pantas dari Jayden," sahut Huston dengan lantang."Oh? Siapa itu?" tanya Sandya sambil mengangkat alis."Kakakku, Gerald," jawab Huston dengan tegas."Gerald?" Sandya memicingkan mata sambil mengangguk. "Kamu benar. Pangeran Gerald lebih dari cukup untuk menjadi Raja Atlandia. Masalahnya, dia hilang selama 10 tahun, bahkan nggak bisa dipastikan masih hidup. Gimana dia bisa mewarisi takhta?""Kakakku nggak mati, bahkan sudah kembali ke Atlandia. Jadi, posisi itu harus menjadi miliknya," timpal Huston."Pangeran, apa kamu punya bukti?" tanya Sandya. Apabila Gerald benar-benar pulang ke Atlandia, orang-orang pasti sudah heboh. Sandya merasa Huston hanya mencari alasan untuk mendapatkan dukungannya."Paman, aku bisa memberimu buktinya. Tapi, aku ingin tanya. Apa kamu bersedia mendukun
"Paman merindukanku ya? Hehe. Aku masih hidup, Paman," sahut Luther yang mengangguk. Dia tidak mengetahui apa pun tentang masa lalu Sandya sehingga cukup terkejut melihat Sandya yang tampak terharu."Syukurlah!" Sandya merasa terkejut sekaligus gembira. "Tanpa disadari, 10 tahun sudah berlalu. Pangeran tinggi sekali sekarang. Aku hampir nggak bisa mengenalimu!""Ya, 10 tahun sudah berlalu. Banyak hal yang berubah." Luther turut merasa emosional. Ibunya meninggal 10 tahun lalu dan sekarang ayahnya juga meninggal. Dia telah kehilangan orang tuanya."Paman, tadi kamu bilang akan mendukung kami kalau melihat kakakku. Sekarang kakakku sudah menampakkan diri. Kamu nggak bakal ingkar janji, 'kan?" tanya Huston."Kalau Pangeran Gerald bersedia mewarisi takhta, aku pasti akan mendukungnya meskipun harus mengorbankan nyawaku!" ujar Sandya dengan serius. Jika dibandingkan dengan sebelumnya, Sandya terlihat dipenuhi semangat juang sekarang. Sosoknya terlihat makin berwibawa."Oke! Paman memang ora
"Hm ...." Luther mengangkat alis dengan ragu."Pangeran!" Sandya tiba-tiba menangkupkan tangan dan berkata dengan lantang, "Kalau Pangeran percaya padaku, serahkan saja urusan ini kepadaku. Aku akan diam-diam menghubungi mereka dan mengumpulkan kekuatan untukmu. Setelah peluangnya tepat, kami pasti akan membantumu!""Paman Sandya memang setia. Aku salut sekali padamu," puji Huston dengan tulus."Baiklah, mohon bantuannya kalau begitu," balas Luther yang ikut menangkupkan tangan."Suatu kehormatan bagiku bisa membantu Pangeran," ujar Sandya."Tuan Amangkurat! Ini gawat!" Tiba-tiba, seorang pengawal berlari masuk dengan ekspresi panik. Dia melapor, "Kami menerima kabar kalau kediaman Raja Atlandia dikepung! Sekarang situasinya kritis!""Apa? Dikepung?" Begitu ucapan ini dilontarkan, ekspresi Luther dah Huston sama-sama berubah. Mereka hanya keluar sebentar, tetapi sudah terjadi perubahan sebesar itu?"Apa yang terjadi? Jelaskan secara rinci," desak Huston.Pengawal itu melirik Sandya sek
Larut malam, di kota kerajaan, di depan istana. Sejumlah besar pasukan berkumpul membentuk tembok manusia. Mereka mengepung istana hingga tidak ada ruang untuk kabur. Jumlah pasukan setidaknya mencapai puluhan ribu orang.Semua ini baru pasukan garda depan. Faktanya, masih ada pasukan bersenjata di luar kota kerajaan. Mereka adalah pasukan Empat Amangkurat utara. Di antaranya adalah pasukan pribadi Jayden yang menyamar.Saat ini, di dalam istana. Haruna yang mengenakan pakaian polos tampak berdiri di depan pintu dengan ekspresi dingin. Dia juga memegang pedang tajam, membuatnya dipenuhi niat membunuh.Sebagai ratu, Haruna tidak takut mati dan akan melawan orang-orang yang hendak mengambil alih istana. Di belakangnya, berdiri Dodi dan Pasukan Naga Terbang. Jumlahnya tidak banyak, tetapi ini adalah kekuatan terbesar di istana.Di belakang Pasukan Naga adalah para pengawal dan pelayan. Para pengawal memegang pedang, sedangkan para pelayan memegang tongkat. Mereka terlihat siap untuk berta
Gerbang istana yang tebal didobrak sampai berguncang hebat. Setiap dobrakan bak palu yang menghantam hati semua orang."Buka pintunya!" Haruna langsung memerintahkan pengawal untuk membuka pintu. Tindakannya membuat orang-orang di luar keheranan. Bukankah istana seharusnya menutup pintu rapat-rapat? Kenapa malah membuka pintu? Apa mungkin ada jebakan di dalam?"Waiz, Barak, Dakwa, Hasya! Keluar kalian semua!" teriak Haruna sambil memegang pedang. Aura Haruna yang kuat membuat pasukan di luar tidak berani mendekat untuk sesaat. Nama-nama yang dipanggilnya tidak lain adalah Empat Amangkurat utara, kekuatan utama dari pemberontakan ini."Kenapa? Kalian mau jadi pengecut? Masa Empat Amangkurat yang bermartabat bersembunyi di tenagh-tengah kerumunan?" sindir Haruna saat melihat mereka tak kunjung maju.Sesaat kemudian, pasukan bergeser untuk membuka jalan. Terlihat 4 pria paruh baya berzirah maju bersama. Mereka tidak lain adalah Empat Amangkurat utara."Salam, Ratu!" Keempat orang itu sege
"Kalau ingin masuk, langkahi dulu mayat kami!" seru Haruna dengan aura yang kuat. Dia berdiri di depan sendirian, tetapi sama sekali tidak terlihat takut. Dia hanya petarung tingkat sejati, tetapi aura yang dipancarkannya jauh lebih kuat daripada seorang master.Jangankan prajurit biasa, Waiz sekalipun terkejut melihatnya. Dia mengernyit, tidak berani bertindak gegabah dan hanya bisa melirik 3 amangkurat lainnya.Mereka boleh mengancam dan mendesak, tetapi harus punya alasan tepat. Jika tidak, rakyat hanya akan memaki mereka habis-habisan.Mereka mengepung istana dengan kedok menyelidiki pembunuh mendiang Raja. Meskipun agak keterlaluan, mereka bisa beralasan diri mereka kehilangan kendali karena kesedihan mendalam.Namun, jika sang ratu terbunuh karena mereka, mereka tidak akan bisa terlepas dari dosa ini tanpa peduli bagaimana menjelaskan. Ketika saat itu tiba, publik hanya akan marah besar.Selain itu, bukan hanya berbagai kelompok besar di Atlandia, tetapi orang-orang di Midyar jug
"Huston?" Ketika melihat putranya kembali, ekspresi Haruna dipenuhi kegembiraan. Namun, wajahnya segera terlihat suram. Ini karena dia mendapati putranya tidak membawa pasukan pulang."Huston gagal merekrut orang?" gumam Haruna sambil mengernyit. Satu-satunya harapan mereka adalah Empat Amangkurat selatan. Dengan begitu, mereka baru bisa melawan Empat Amangkurat utara. Sayangnya, sepertinya situasi kurang menguntungkan."Beraninya kalian menerobos masuk ke istana! Kalian sudah bosan hidup ya!" hardik Huston. Suara yang menggelegar membuat pasukan Empat Amangkurat tidak berani bertindak gegabah."Ternyata Pangeran Huston sudah pulang." Waiz tersenyum dan berkata, "Kami datang hanya untuk mencari pembunuh mendiang Raja. Kami mau membalas dendam. Jadi, tolong izinkan kami masuk untuk melakukan penyelidikan.""Omong kosong! Kalian kira istana taman bermain yang bisa kalian geledah seenaknya? Lebih baik kalian mundur sekarang juga!" bentak Huston."Pangeran, kami tulus melakukan ini untuk m