Larut malam, di kota kerajaan, di depan istana. Sejumlah besar pasukan berkumpul membentuk tembok manusia. Mereka mengepung istana hingga tidak ada ruang untuk kabur. Jumlah pasukan setidaknya mencapai puluhan ribu orang.Semua ini baru pasukan garda depan. Faktanya, masih ada pasukan bersenjata di luar kota kerajaan. Mereka adalah pasukan Empat Amangkurat utara. Di antaranya adalah pasukan pribadi Jayden yang menyamar.Saat ini, di dalam istana. Haruna yang mengenakan pakaian polos tampak berdiri di depan pintu dengan ekspresi dingin. Dia juga memegang pedang tajam, membuatnya dipenuhi niat membunuh.Sebagai ratu, Haruna tidak takut mati dan akan melawan orang-orang yang hendak mengambil alih istana. Di belakangnya, berdiri Dodi dan Pasukan Naga Terbang. Jumlahnya tidak banyak, tetapi ini adalah kekuatan terbesar di istana.Di belakang Pasukan Naga adalah para pengawal dan pelayan. Para pengawal memegang pedang, sedangkan para pelayan memegang tongkat. Mereka terlihat siap untuk berta
Gerbang istana yang tebal didobrak sampai berguncang hebat. Setiap dobrakan bak palu yang menghantam hati semua orang."Buka pintunya!" Haruna langsung memerintahkan pengawal untuk membuka pintu. Tindakannya membuat orang-orang di luar keheranan. Bukankah istana seharusnya menutup pintu rapat-rapat? Kenapa malah membuka pintu? Apa mungkin ada jebakan di dalam?"Waiz, Barak, Dakwa, Hasya! Keluar kalian semua!" teriak Haruna sambil memegang pedang. Aura Haruna yang kuat membuat pasukan di luar tidak berani mendekat untuk sesaat. Nama-nama yang dipanggilnya tidak lain adalah Empat Amangkurat utara, kekuatan utama dari pemberontakan ini."Kenapa? Kalian mau jadi pengecut? Masa Empat Amangkurat yang bermartabat bersembunyi di tenagh-tengah kerumunan?" sindir Haruna saat melihat mereka tak kunjung maju.Sesaat kemudian, pasukan bergeser untuk membuka jalan. Terlihat 4 pria paruh baya berzirah maju bersama. Mereka tidak lain adalah Empat Amangkurat utara."Salam, Ratu!" Keempat orang itu sege
"Kalau ingin masuk, langkahi dulu mayat kami!" seru Haruna dengan aura yang kuat. Dia berdiri di depan sendirian, tetapi sama sekali tidak terlihat takut. Dia hanya petarung tingkat sejati, tetapi aura yang dipancarkannya jauh lebih kuat daripada seorang master.Jangankan prajurit biasa, Waiz sekalipun terkejut melihatnya. Dia mengernyit, tidak berani bertindak gegabah dan hanya bisa melirik 3 amangkurat lainnya.Mereka boleh mengancam dan mendesak, tetapi harus punya alasan tepat. Jika tidak, rakyat hanya akan memaki mereka habis-habisan.Mereka mengepung istana dengan kedok menyelidiki pembunuh mendiang Raja. Meskipun agak keterlaluan, mereka bisa beralasan diri mereka kehilangan kendali karena kesedihan mendalam.Namun, jika sang ratu terbunuh karena mereka, mereka tidak akan bisa terlepas dari dosa ini tanpa peduli bagaimana menjelaskan. Ketika saat itu tiba, publik hanya akan marah besar.Selain itu, bukan hanya berbagai kelompok besar di Atlandia, tetapi orang-orang di Midyar jug
"Huston?" Ketika melihat putranya kembali, ekspresi Haruna dipenuhi kegembiraan. Namun, wajahnya segera terlihat suram. Ini karena dia mendapati putranya tidak membawa pasukan pulang."Huston gagal merekrut orang?" gumam Haruna sambil mengernyit. Satu-satunya harapan mereka adalah Empat Amangkurat selatan. Dengan begitu, mereka baru bisa melawan Empat Amangkurat utara. Sayangnya, sepertinya situasi kurang menguntungkan."Beraninya kalian menerobos masuk ke istana! Kalian sudah bosan hidup ya!" hardik Huston. Suara yang menggelegar membuat pasukan Empat Amangkurat tidak berani bertindak gegabah."Ternyata Pangeran Huston sudah pulang." Waiz tersenyum dan berkata, "Kami datang hanya untuk mencari pembunuh mendiang Raja. Kami mau membalas dendam. Jadi, tolong izinkan kami masuk untuk melakukan penyelidikan.""Omong kosong! Kalian kira istana taman bermain yang bisa kalian geledah seenaknya? Lebih baik kalian mundur sekarang juga!" bentak Huston."Pangeran, kami tulus melakukan ini untuk m
"Cari mati!" Huston murka saat melihat para prajurit yang menerjang ke arahnya. Dia tidak lagi berbelaskasihan, melainkan langsung mengangkat pedang dan menyerang.Kini, Huston telah mencapai tingkat master. Setelah berlatih bertahun-tahun di medan perang, pengalaman tempurnya pun sangat luar biasa. Meskipun sendirian, aura yang dipancarkannya tak terbendung."Maju! Lindungi Pangeran!" seru Haruna sambil mengangkat pedangnya. Melihat ini, Dodi segera memimpin Pasukan Naga Terbang maju untuk melawan.Meskipun jumlah Pasukan Naga Terbang lebih sedikit, semuanya adalah ahli bela diri yang terlatih. Dengan dipimpin Dodi, mereka menjatuhkan satu per satu lawan.Ratusan prajurit itu bagaikan pedang tajam. Meskipun lawan mereka begitu banyak, mereka tetap berhasil menargetkan jantung lawan.Di sisi lain, Empat Amangkurat hanya bisa mundur untuk menghindar. Waiz tak kuasa menyipitkan mata dengan terkejut. Dia berkata, "Aku nggak nyangka ada kelompok sekuat ini di istana.""Untung cuma ratusan
Ketika Hasya hendak berbicara, dia sontak membelalakkan mata dan menunjuk suatu arah sambil berseru, "Cepat lihat! Apa itu?"Semua orang segera mengikuti arah pandangnya. Terlihat seberkas cahaya hitam menukik hingga akhirnya mendarat di lokasi para prajurit.Duar! Terdengar suara ledakan yang kuat. Tanah berguncang untuk sesaat dan asap mengepul. Gelombang energi yang dahsyat pun menyapu ke sekeliling, membuat pasukan terhempas. Dalam sekejap, ratusan prajurit musuh tewas."Buset! Apa itu?" Waiz memicingkan mata. Karena asap terlalu tebal, dia tidak bisa melihat jelas."Nggak mungkin pecahan meteorit, 'kan?" Barak tampak ragu-ragu."Meteorit? Mana ada hal yang begitu kebetulan di dunia ini." Dakwa sama sekali tidak percaya."Aku sudah melihatnya! Itu manusia! Dia mengarah ke tempat kita!" seru Hasya sambil menunjuk ke kejauhan.Begitu ucapan ini dilontarkan, sesosok yang berpakaian hitam muncul dari tengah-tengah asap dan menyerbu ke arah Empat Amangkurat.Sosok itu memegang pedang hi
Hasya tidak bodoh. Begitu melihat pembunuh itu terus maju, dia langsung menginstruksinya pasukannya untuk mundur. Dia masih punya kesempatan setelah pembunuh itu kehabisan energi. Inilah keputusan yang bijaksana."Waiz, aku rasa Hasya benar. Keselamatan lebih penting. Aku akan menghindar dulu." Ketika melihat Hasya mundur, Barak tidak berani berlama-lama. Di bawah perlindungan pasukan, mereka perlahan-lahan mundur."Huh! Dasar pengecut!" Waiz mengangkat alisnya dengan kesal. Kemudian, dia menatap Dakwa dan bertanya, "Dakwa, kamu seorang pemberani. Kamu nggak bakal seperti mereka berdua, 'kan?""Tentu saja nggak!" Dakwa meregangkan tubuhnya, lalu terkekeh-kekeh dan menyahut, "Cuma seorang pembunuh kok. Aku nggak takut!"Dakwa bisa menjadi amangkurat karena keberaniannya. Dia sudah melewati banyak rintangan, jadi seorang pembunuh tidak akan bisa menakutinya."Oke. Biar kita lihat, sehebat apa pembunuh itu." Waiz mengangguk dengan puas, lalu melambaikan tangan dan menginstruksi, "Bentuk f
Begitu para pengawal mendekat, pembunuh itu malah mengerahkan kekuatan yang mengerikan. Tujuannya sangat sederhana, yaitu membuat pertahanan lemah supaya bisa menyerang dengan mudah."Buset! Benar-benar licik! Cepat mundur!" Ketika melihat para prajurit tidak bisa bertahan lagi, Waiz akhirnya panik dan segera membawa orang-orangnya mundur.Hanya saja, mereka sudah melewatkan kesempatan terbaik untuk mundur. Kecepatan pembunuh itu jauh lebih tinggi dari yang mereka bayangkan. Hanya dalam 2 menit, jarak mereka tersisa kurang dari 20 meter."Tuan! Kami akan melindungimu di sini! Kamu kabur dulu!" Ketika melihat tidak punya kesempatan untuk kabur lagi, beberapa jenderal menghunuskan pedang dan menyerbu ke arah pembunuh itu. Alhasil, mereka dikalahkan dalam waktu kurang dari 10 detik."Sialan! Rasakan ini!" seru Dakwa. Bukannya mundur, dia memilih untuk maju dan menyerang."Dakwa! Jangan gegabah!" Ekspresi Waiz berubah drastis melihatnya. Sayangnya, dia terlambat.Dakwa hendak memenggal kep