Pada akhirnya, hanya tersisa tumpukan batu dan kayu. Pria tua yang lewat menggeleng sambil berucap, "Bambung, kamu bodoh sekali. Kamu susah payah menangkap ikan, tapi ditipu begitu saja. Oh ya, semalam ada angin kencang. Ubin atapku lepas. Kamu bantu aku beli di kota dan pasangkan, ya?"Bambung tidak berbicara, hanya menyeringai. Pria tua itu melambaikan tangannya sambil menatap Bambung pergi. "Hais, dasar bodoh. Cepat pulang. Istrimu menunggumu untuk makan."Desa Pilis tidak besar. Jika ditotalkan, penduduk di sini hanya 100 orang lebih. Namun, tidak ada yang tahu dari mana asal Bambung. Bambung dikenal sebagai idiot di sini. Dia tidak pernah berbicara dengan baik. Meskipun ditipu atau ditindas, dia selalu tersenyum bodoh.Bambung menuju ke ujung desa, lalu memasuki sebuah rumah petak. Rumah ini tidak luas dan agak bobrok, tetapi masih termasuk bersih dan rapi. Di halaman yang dikelilingi pagar, ada beberapa ekor ayam dan bebek serta seekor anjing tua yang sedang tertidur lelap.Begit
Bambung menyeka Pedang Arkais, lalu menyimpannya kembali. Dia masuk ke rumahnya untuk mencuci peralatan makan dan menyapu. Kemudian, dia memotong kayu bakar, mengambil air dari sungai, dan memberi makan ayam serta bebek.Setelah semuanya beres, Bambung mengganti pakaian dan berdiri di depan pintu untuk sesaat. Pada akhirnya, dia mengangkat pedangnya dan keluar dengan perlahan.Begitu keluar, terlihat seorang anak perempuan yang rambutnya dikepang berlari ke arah Bambung dengan terburu-buru. Usia anak ini sekitar 5 sampai 6 tahun. Wajahnya agak hitam, tetapi cantik.Saat ini, sudut mata anak perempuan itu terlihat agak bengkak. Hidungnya juga terluka, seperti baru berkelahi dengan orang. "Bambung!"Satu tangan anak itu memegang ikan dan tangan lainnya memegang kepiting. Dia berlari ke depan Bambung, lalu berkata dengan bangga, "Lihat, lihat! Aku membantumu merebut barang-barangmu kembali! Gimana? Hebat, 'kan?""Kamu berkelahi lagi?" tanya Bambung sambil berjongkok."Siapa suruh mereka m
Bambung membantu Livia menyeka noda di wajahnya, lalu tersenyum sembari berucap, "Livia, kamu harus makan tepat waktu dan menjaga diri. Aku pergi dulu."Livia mengangguk dan menyaksikan Bambung pergi begitu saja. Bertahun-tahun kemudian, dia baru akan menyadari bahwa buku yang diberikan Bambung adalah harta karun yang tak ternilai harganya.Saat ini, di pinggir sungai. Beberapa wanita sedang mencuci pakaian sambil mengobrol. Tiba-tiba, seorang wanita berpakaian kuning menunjuk ke belakang dan berseru, "Lihat! Ada pria tampan!"Orang-orang sontak menoleh untuk melihat. Mereka tak kuasa termangu. "Bukannya itu Bambung?""Bambung?" Wanita berpakaian kuning itu mengamati dengan saksama, lalu berseru terkejut, "Eh! Kalian benar! Tapi, kenapa dia terlihat berbeda sekali hari ini? Pakaian dan rambutnya rapi, dia juga nggak tersenyum bodoh lagi. Memang tampan."Kemudian, wanita itu berteriak ke kejauhan, "Aprilia! Suamimu datang!"Wanita bernama Aprilia itu tanpa sadar mendongak, lalu melihat
Aula Luhur, Paviliun Enigma. Seorang pria dengan aura elegan tampak mengeluarkan gulungan kertas puyer dari sebuah kotak. Di bagian sampul, tertulis kata "Peringkat Nirwana".Peringkat Nirwana Paviliun Enigma terdiri dari para ahli bela diri top. Tidak ada batasan umur atau perbedaan jenis kelamin. Siapa pun yang berkemampuan berhak untuk bergabung. Jelas, orang yang termasuk dalam peringkat ini adalah para tokoh legendaris yang terkemuka.Pria itu membuka gulungan tersebut. Hanya ada sepuluh nama di atasnya.[ Peringkat ke-1: Riley, Gunung Narima. ][ Peringkat ke-2: Deska, Paviliun Lingga. ][ Peringkat ke-3: Azka, Pendekar Pedang Atlandia. ][ Peringkat ke-4: Logan, Ketua Sekte Pedang. ][ Peringkat ke-5: Yusril, Ketua Organisasi Mondial. ][ Peringkat ke-6: Friscia, Ketua Sekte Sihir. ][ Peringkat ke-7: Frost, Pemimpin Kota Embun. ][ Peringkat ke-8: Edran, Ketua Dewan Militer. ][ Peringkat ke-9: Ghost, Ketua Peringkat Gelap. ][ Peringkat ke-10: Anderson, pejabat istana. ]Pria
Wanita itu tidak pernah melihat gurunya segelisah ini."Misandari, kekacauan besar akan terjadi. Aku sudah meramal hasil dari insiden Biara Isikala dan hasilnya sangat buruk. Insiden ini mungkin akan berdampak pada nasib negara," ujar pria tua itu dengan serius."Berdampak pada nasib negara? Jangan-jangan Gerald akan meninggal?" Kelopak mata Misandari berkedut mendengarnya.Kemarin, Misandari telah memperingatkan tentang hal ini, juga memberikan jimat perlindungan. Harapannya adalah Gerald baik-baik saja. Kalau Gerald meninggal, perang dan pertumpahan darah akan terjadi."Nggak ada kaitannya dengan Gerald, maksudku adalah nadi naga." Pria tua itu mengernyit sambil meneruskan, "Insiden Biara Isikala ini akan menghancurkan nadi naga. Ketika hal itu terjadi, negara akan rugi besar dan musibah akan datang. Negara Drago akan kacau balau.""Separah itu?" Misandari mengernyit. Sebagai anggota keluarga kekaisaran dan murid Departemen Astronomi, dia tentu memahami betapa pentingnya nadi naga. B
"Ada masalah apa?" tanya Deska sambil menepuk-nepuk debu di tubuhnya dan menuruni altar dengan perlahan. Matanya yang merah itu tampak kejam, seolah-olah dirinya adalah penguasa di dunia ini. Faktanya di mata orang biasa, kemampuan Deska memang tiada tara."Master, Tombak Gentala Merah tiba-tiba bergetar seperti terangsang akan sesuatu," lapor salah seorang anggota."Bergetar?" Deska menoleh melirik Tombak Gentala Merah, lalu mengayunkan tangannya. Detik berikutnya, tombak itu melompat dan mendarat di tangan Deska.Deska memejamkan mata untuk merasakannya sesaat. Segera, dia tahu apa yang terjadi. "Ternyata Pedang Arkais telah muncul kembali di dunia ini, pantas kamu begitu bersemangat."Begitu ucapan ini dilontarkan, semua anggota Paviliun Lingga sontak tercengang."Pedang Arkais? Pedang nomor satu di dunia?""Setahuku, Pedang Arkais ada di tangan Azka. Jangan-jangan, dia kembali ke Midyar?""Huh! Besar sekali nyalinya. Tanpa perintah dari Paviliun Lingga, dia berani menerobos Midyar.
Luther menuju ke puncak Gunung Talaka tanpa halangan apa pun. Pada akhirnya, dia berdiri di depan pintu biara. Di atas pintu itu, terlihat tulisan yang besar, yaitu Biara Isikala.Biara Isikala tidak kecil ataupun besar. Dari penampilan luarnya, biara ini sudah tua sehingga banyak bagian bangunan yang terlihat rusak.Tanpa diduga, Raja Toraba yang hebat malah bersembunyi di biara seperti ini. Luther maju sembari mengetuk pintu dengan ringan.Alhasil, tidak ada respons apa pun dari dalam. Sesaat kemudian, Luther mengetuk dengan lebih kuat dan terdengar suara kekanak-kanakan dari dalam. "Ya, sebentar."Pintu biara akhirnya dibuka. Terlihat seorang biksu kecil yang berusia 7 atau 8 tahun menjulurkan kepala ke luar. Dia menatap Luther dengan penasaran dan bertanya, "Tuan, ada yang bisa kubantu?""Aku tersesat di gunung ini dan kebetulan melihat biara ini. Aku ingin minta air minum, apa boleh?" Luther berbohong."Boleh, silakan masuk." Biksu kecil itu tidak mencurigai Luther sehingga langsu
"Siapa kamu? Apa tujuanmu kemari?" Kedua biksu itu sontak berpindah posisi. Mereka berdiri di depan dan belakang Luther untuk menghalangi jalannya.Mereka telah mengasingkan diri selama bertahun-tahun dan jarang berinteraksi dengan orang luar. Kini, tiba-tiba muncul orang asing yang mengatakan ingin bertemu dengan raja mereka. Jelas, orang ini punya niat jahat."Namaku Gerald. Aku datang untuk menemui Raja Toraba. Aku harap kalian bisa memberiku jalan," sahut Luther dengan nada datar."Gerald?" Kedua biksu itu bertatapan, lalu terkejut. Mereka tidak menduga Gerald yang menghilang 10 tahun lalu akan tiba-tiba datang kemari."Tuan, ini biara, nggak ada raja di sini. Kamu salah tempat," ujar biksu berwajah bulat dengan suara rendah."Aku datang jauh-jauh kemari. Aku tulus ingin menemuinya. Tolong laporkan kedatanganku," ucap Luther sambil menangkupkan tangannya."Tuan, tolong jangan persulit kami. Biara kami sangat kecil, nggak cocok untuk orang sepertimu," ujar biksu berwajah bulat lagi.