Aula di Biara Isikala tidak termasuk besar dan tidak ada dekorasi mewah. Di depan sana, hanya terdapat patung Buddha Sakyamuni setinggi 3 hingga 4 meter. Tempat ini cukup rapi dan bersih.Di depan patung itu, duduk seorang pria paruh baya bertubuh kurus. Biksu itu mengenakan jubah berwarna kuning dan merah. Dia memejamkan mata sambil memukul ikan kayu dan melafalkan kitab suci."Master, Tuan Gerald sudah tiba," ujar biksu berjubah kuning itu sambil maju.Esmond akhirnya menghentikan gerakan tangannya. Dia perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangan kepada Luther dan menyapa, "Tuan Gerald, lama nggak berjumpa.""Benar, sudah 10 tahun berlalu." Luther mengangguk, lalu bertanya, "Aku seharusnya memanggilmu Master Esmond atau Raja Toraba?""Aku sudah memutuskan seluruh hasrat duniawi. Panggil saja aku Esmond," timpal Esmond sembari menunduk."Oke." Luther tersenyum tipis, lalu berkata, "Master Esmond, aku datang untuk mencari jawaban atas keraguanku.""Kamu ingin bertanya tentang insi
"Oke." Luther tidak berbasa-basi lagi. Dia langsung bertanya ke intinya, "Aku hanya punya satu pertanyaan, siapa dalang di balik insiden itu? Siapa yang ingin membunuh kami?"Esmond mengangguk karena sudah menduga akan pertanyaan ini. Akan tetapi, dia tidak langsung menjawab, melainkan bertanya balik, "Apa kamu pernah mendengar tentang Paviliun Lingga?""Paviliun Lingga?" Luther memicingkan mata sambil menyahut, "Walter pernah membahasnya, tapi aku nggak tahu apa-apa tentang kelompok itu.""Kalau begitu, biar kujelaskan." Ekspresi Esmond tampak serius. "Paviliun Lingga sudah ada sebelum Negara Drago didirikan. Kelompok ini berada di atas kekaisaran dan memiliki banyak ahli bela diri, terutama Master Paviliun Lingga yang bernama Deska. Kemampuannya sungguh tak terprediksi.""Di seluruh dunia, selain ahli bela diri hebat dari Gunung Narima yang nggak pernah menampakkan diri itu, nggak ada yang bisa bersanding dengan Deska. Selain itu, kaisar sekarang juga diangkat oleh Deska. Dengan kata
Luther tidak pernah meminta siapa pun mempertaruhkan nyawa demi dirinya. Esmond memilih untuk berpangku tangan demi keselamatan sendiri. Menurut Luther, pria ini tidak bersalah."Ayahmu menolongku berkali-kali dan begitu memercayaiku, tapi aku malah nggak bisa membantu di saat kritis seperti itu. Aku benar-benar malu pada diriku sendiri," ujar Esmond dengan sedih.Esmond akan merasa lebih baik jika Luther memaki atau menghajarnya. Namun, Luther malah tidak menyalahkannya sedikit pun. Hal ini membuatnya merasa makin bersalah."Aku punya pertanyaan lagi. Kami dan Paviliun Lingga nggak punya dendam apa pun. Kenapa Deska ingin membunuh kami?" tanya Luther."Karena posisi kalian membuat mereka merasa terancam!" Esmond menjelaskan dengan tanpa daya, "Sepuluh tahun lalu, kekuasaan Raja Atlandia sangat besar. Reputasi kalian ada di mana-mana dan melampaui kekaisaran. Bagi Paviliun Lingga, eksistensi kalian telah mengancam posisi mereka.""Hanya karena sedikit ancaman, Paviliun Lingga sudah ing
"Pengkhianat?" Luther mengernyit mendengarnya. Dia sepertinya pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tetapi tidak menganggapnya serius. Setelah mendengar Esmond mengatakannya, dia menjadi penasaran. Dia bertanya, "Siapa pengkhianat itu?""Kenji, jenderal yang berada di bawah komando ayahmu," sahut Esmond."Paman Kenji? Gimana mungkin? Bukannya dia sudah gugur?" tanya Luther dengan bingung. Kenji adalah orang kepercayaan ayahnya. Keduanya selalu terjun ke medan perang bersama, bahkan sudah seperti saudara kandung.Sepuluh tahun lalu, Kenji mengawal mereka sekeluarga ke ibu kota dengan status komandan. Dia pun membunuh banyak musuh sepanjang perjalanan.Terutama setelah terjadi kekacauan besar di Kota Terlarang, Kenji bahkan mengorbankan nyawanya untuk mengawal ibu Luther, Emily, keluar dari kota. Bagaimana bisa pahlawan seperti ini disebut sebagai pengkhianat?"Aku juga sangat terkejut saat mengetahuinya. Aku menyelidikinya berkali-kali, tapi petunjuk akhir yang kudapatkan tertuju pad
Mihran masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Esmond sudah mengangkat tangan dan menyela, "Jangan basa-basi lagi, cepat pergi.""Baik." Mihran memelototi Luther, lalu pergi dengan terburu-buru."Ladho, bawa Tuan ini turun dari gunung belakang. Kamu harus melindunginya dengan baik," ucap Esmond."Master, gimana denganmu?" tanya biksu berjubah kuning itu sambil mengernyit. Sebelum menjadi biksu, Ladho adalah seorang komandan. Kemudian, dia mengikuti Esmond menjadi biksu untuk melindunginya. Selama bertahun-tahun ini, dia tidak pernah meninggalkan Esmond. Dia tentu tidak rela jika harus melakukannya demi mengawal orang asing."Ada Mihran dan Mibhar di sini. Aku akan baik-baik saja. Cepat pergi, jangan menunda waktu," desak Esmond."Baik." Ladho menangkupkan tangan, lalu segera membawa Luther pergi. Sebelum pergi, Luther menoleh melirik Esmond. Dia mendapati pria ini melafalkan paritta lagi, seperti telah membulatkan tekad."Silakan, Tuan." Ladho membawa Luther memasuki halaman belakang bi
Begitu pintu batu tertutup rapat, alis Luther menjadi makin berkerut. Dia bukan merasa takut, melainkan tidak menyukai tindakan Ladho. Esmond menyuruh Ladho membawanya turun gunung, tetapi pria ini malah mencampakkannya ke lubang api. Tindakan seperti ini jauh lebih menyebalkan daripada orang yang tidak melakukan apa pun."Gerald, nggak usah dilihat lagi. Nggak bakal ada yang menolongmu di sini. Kamu pasti mati hari ini," ucap seorang pria bertopeng serigala sambil melangkah maju dari kerumunan."Roman, ngapain kamu memakai topeng? Kamu merasa malu bertemu denganku?" sindir Luther dengan dingin.Begitu ucapan ini dilontarkan, pria bertopeng itu tertegun sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyangkal, melainkan melepaskan topengnya. Orang itu memang Roman."Hebat juga kamu. Kamu berhasil membongkar penyamaranku," ucap Roman yang merasa terkejut. Dia sudah menyimpan auranya dan mengubah suaranya, tetapi Luther bisa langsung mengenalinya."Kamu bisa mengubah penampilan dan su
Sebagian besar yang ada di tempat ini adalah pesilat tingkat sejati. Namun, ada juga beberapa master yang bersembunyi di antara kerumunan. Ditambah lagi dengan Roman dan pasukan elite Pengawal Arktika, formasi penyergapan ini memang tidak main-main."Gerald, kamu kira cuma ini? Jangan begitu naif." Roman terkekeh-kekeh sambil menggeleng dan meneruskan, "Demi berjaga-jaga, aku sudah membuat persiapan matang. Yang kamu lihat ini baru pasukan garda depan, masih ada banyak ahli bela diri di belakang. Sehebat apa pun kamu, aku yakin kamu nggak bakal selamat hari ini!"Menurut Roman, semua orang ini sudah cukup untuk membunuh Luther. Satu-satunya hal yang ditakutkan oleh Roman adalah Luther mengirim pasukan bantuan. Itu sebabnya, dia membuat persiapan sematang ini."Roman, apa mungkin Keluarga Luandi juga antek Paviliun Lingga?" tanya Luther."Menjadi bawahan Paviliun Lingga adalah kehormatan bagiku. Sebenarnya kamu bisa berpura-pura mati dan hidup seperti orang biasa, tapi kamu malah mencar
"Kalau kamu mau cari mati, silakan coba saja," kata Luther dengan tanpa ekspresi dan tatapan yang dingin."Huh! Dasar nggak tahu diri. Hari ini aku akan membuatmu merasakan kehebatan Empat Tinju Ilahi," teriak Wuslan dengan marah. Namun saat dia hendak bertindak, tiba-tiba terdengar suara lain lagi."Tunggu sebentar!"Di dalam Sekte Halilintar, seorang pria tua berambut putih yang mengenakan pakaian mewah dan memiliki aura ilahi melangkah maju dua langkah dan berkata dengan lantang, "Pak Wuslan, kemampuanmu memang bagus, tapi kamu masih bukan saingan Gerald. Air di sini sangat dalam, kamu nggak bisa mengendalikannya. Biar aku saja yang mengurusnya."Membunuh Gerald adalah perintah rahasia dari Paviliun Lingga. Siapa pun yang bisa berhasil menjalankan misi itu akan mendapat hadiah besar. Kesempatan langka seperti ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.Wuslan mengernyitkan alis dan berkata dengan kesal, "Pak Cahyo, apa kata-katamu ini nggak meremehkanku? Sekte Empat Simbol kami sudah me
"Pangeran Huston, hati-hati dengan ucapanmu," kata Gema yang segera memperingatkan sambil melihat ke sekeliling karena khawatir ada yang menguping percakapan mereka.Membahas hidup dan mati anggota keluarga kerajaan secara pribadi adalah pelanggaran besar. Jika hal ini disebarkan oleh orang yang berniat buruk, nama baik hancur masih termasuk hal kecil. Namun, jika nanti diminta pertanggungjawaban, ini akan menjadi masalah besar."Paman Gema, tenang saja. Ini adalah Atlandia, bukan Midyar. Kamu bisa membahas apa pun dengan tenang, nggak perlu khawatir," kata Huston sambil tersenyum, sama sekali tidak peduli apa pun. Dia berpikir hal ini sudah diketahui semua orang, apa salah membicarakannya? Apakah orangnya tidak akan mati jika tidak membicarakannya? Benar-benar konyol."Uhuk uhuk .... Sepertinya aku sudah terlalu banyak berpikir," kata Gema sambil tersenyum dengan canggung. Meskipun tahu apa yang dikatakan Huston benar, dia tetap harus berhati-hati dan tidak berani membicarakan anggota
Huston masuk ke ruang rapat dengan senyuman cerah, sambil menggandeng tangan Gema dengan sikap yang sangat ramah. Sebaliknya, Gema terlihat kebingungan, sama sekali tidak menduga situasi ini.Sebelum masuk, Gema sudah membayangkan berbagai kemungkinan dalam pertemuan mereka. Misalnya, Huston bersikap dingin atau arogan. Semua itu bisa dia terima, bahkan dia sudah siap secara mental.Bagaimanapun menurut rumor, Huston adalah pangeran yang suka membuat onar dan berani melakukan apa saja.Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya tidak ada kesulitan, Huston malah bersikap sangat ramah, membuat Gema bingung bukan main.Seperti kata pepatah, ketika sesuatu terlihat tidak biasa, pasti ada sesuatu yang buruk. Gema tidak tahu apa maksud tersembunyi di balik keramahan ini."Pelayan! Siapkan teh!" Setelah mempersilakan Gema duduk, Huston langsung memerintahkan pelayan untuk menyajikan teh.Teh yang disajikan adalah teh mahal khas Atlandia, yang tidak dijual untuk umum dan hanya diperunt
Setelah mengikuti Huston masuk, Loki merasa sangat cemas. Sebelumnya dia pernah masuk ke istana, tetapi kebanyakan karena urusan resmi dan orang yang memandunya biasanya adalah penjaga atau pelayan.Namun, kali ini berbeda. Kunjungan ini untuk urusan pribadi dan yang memandunya adalah Huston. Hal ini membuatnya merasa sangat terhormat. Dia sangat penasaran, sejak kapan dirinya memiliki pengaruh sebesar ini?Huston bahkan mengabaikan jenderal besar dan hanya bersikap ramah padanya. Apa mungkin kepalanya yang botak terlalu mencolok sehingga menarik perhatian?Dengan segudang pertanyaan di benaknya, Loki mengikuti Huston hingga akhirnya mereka tiba di ruang rapat."Duduk." Setelah Huston duduk di kursi utama, dia memberi isyarat kepada Loki untuk duduk."Nggak perlu, aku berdiri saja," ujar Loki dengan senyuman sungkan."Kalau aku bilang duduk, ya duduk. Kenapa tegang sekali? Aku nggak akan memakanmu," kata Huston dengan nada tidak sabar."Baik, baik." Loki buru-buru mengiakan dan duduk.
Saat pintu gerbang terbuka, semua perhatian langsung tertuju ke sana. Di tengah tatapan semua orang, Huston berjalan keluar dengan tubuh tegap, diikuti dua pengawal di belakangnya."Pangeran Huston?" Melihatnya, semua orang langsung menyambut dengan senyuman ramah. Baik itu Weker, Trisno, maupun Loland, semuanya menunjukkan sikap menyanjung.Huston terkenal kuat dan kejam. Meskipun beberapa tahun terakhir ini, dia sudah lebih terkendali, pengaruh masa lalunya masih membuat orang takut.Jadi, jangan sampai mereka membuat Huston marah. Huston seperti bom waktu berjalan. Banyak dari mereka pernah terkena imbasnya dulu."Pangeran, akhirnya kamu keluar juga. Aku ada urusan penting untuk dilaporkan, tolong ....""Minggir!"Saat Trisno maju untuk berbicara, Huston langsung mendorongnya dengan kasar, hingga tubuhnya yang kurus hampir terjatuh."Trisno, segala sesuatu harus ada urutannya. Pangeran sangat menghargai keadilan, mana mungkin dia membiarkan kebiasaan burukmu itu," ejek Loland yang t
"Makan apanya! Aku lagi nggak mood! Kalau mau makan, makan saja sendiri!" bentak Loland dengan murka."Aku juga nggak mau pergi. Aku sedang menjaga kesehatan dan cuma minum teh. Aku nggak minum alkohol," tolak Trisno langsung."Kalau kalian mau menunggu, silakan saja. Aku nggak akan menemani kalian," ucap Weker dengan senyuman tipis. Kemudian, dia hendak berjalan pergi.Begitu berbalik, Weker hampir bertabrakan dengan Loki yang datang dari arah berlawanan. "Tuan Weker, maaf, maaf! Aku nggak sengaja."Di tengah kerumunan tokoh-tokoh penting, Loki merasa sangat tertekan. Tadi dia melamun sejenak sehingga menabrak Weker. Dia ketakutan hingga tidak tahu harus mengatakan apa.Loki tidak seperti para jenderal lainnya yang memiliki dukungan kuat. Dia mencapai posisinya saat ini berkat kerja keras dan usaha sendiri. Jika dia tidak sengaja menyinggung tokoh penting, dia bisa saja kehilangan semua pencapaiannya.Weker awalnya mengerutkan kening, tetapi segera berekspresi normal dan tersenyum. "N
Setelah selesai berbincang, keduanya pun berpisah. Gema mencari hotel di sekitar untuk menginap dan menunggu kabar baik.Sementara itu, Loki langsung mengganti pakaian dan pergi ke istana Kerajaan Atlandia untuk menyerahkan surat permohonan audiensi. Namun, saat dia tiba, dia terkejut melihat pemandangan di depan matanya.Saat ini, banyak orang yang sudah berkumpul di depan gerbang besar istana Kerajaan Atlandia. Ada beberapa tokoh besar yang dikenal Loki juga, seperti Panglima Weker, Jenderal Besar Loland, dan Sarjana Trisno. Mereka semua adalah pejabat kelas satu dan sangat berkuasa di Atlandia.Terutama dengan Loland ini yang merupakan atasan dari atasan Loki. Dia akan berjalan dengan langkah yang tegap setiap kali bertemu dengan Loland, khawatir akan meninggalkan kesan yang buruk.Selain ketiga tokoh besar yang memiliki kedudukan tinggi ini, ada beberapa pejabat kelas dua dan yang setingkat juga yang berdiri sejajar di depan gerbang. Bisa dibilang, mereka semua jauh lebih berkuasa
Keesokan paginya, di bandara Atlandia. Gema yang mengenakan pakaian tradisional berdiri di depan pintu bandara dan menunggu dengan penuh harapan.Sebelum datang ke sini, Gema sudah menghubungi teman seperjuangan yang pernah bertugas bersamanya di militer. Setelah mendapat penghargaan atas jasanya dan ditambah dengan bantuan dari Keluarga Paliama, dia beruntung bisa tetap tinggal di Midyar dan mendapat posisi uang cukup baik.Sementara itu, teman Gema ini merantau ke Atlandia. Setelah berjuang selama bertahun-tahun, dia juga sudah sukses dan kini menjabat sebagai jenderal pangkat tiga yang memiliki kekuasaan, pengaruh, dan koneksi. Kali ini, apakah Gema bisa bertemu dengan Raja Atlandia, semuanya tergantung pada koneksi temannya ini.Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara mesin mobil dan sebuah jip militer berhenti tepat di samping Gema. Terlihat seorang pria dengan kepala botak yang akan bersinar di bawah sinar matahari sampai menyilaukan mata saat jendela mobilnya diturunkan, tetapi
"Kakek, aku mengerti kamu mengirim kedua paman pergi ke Keluarga Sabanir dan Keluarga Angelo untuk memahami situasinya. Tapi, letak istana Kerajaan Atlandia ribuan mil dari sini dan mereka juga nggak pernah ikut campur dengan urusan pemerintahan. Kamu mengirim Paman Gema ke sana bukan hanya nggak ada gunanya, mungkin juga akan diusir," kata Bianca sambil menggelengkan kepala.Midyar dan Atlandia adalah dua dunia yang berbeda, sehingga perebutan takhta putra mahkota di Midayar sama sekali tidak memengaruhi istana Kerajaan Atlandia. Kedua belah pihak tidak pernah saling mengganggu dan mengatur, ini sudah menjadi aturan tak tertulis.Ezra menjelaskan, "Aku tentu saja paham logika ini, tapi saat ini situasinya sudah berbeda karena melibatkan kekuasaan dan takhta kerajaan. Semua pihak pasti akan berusaha keras untuk mendapatkan dukungan dari istana Kerajaan Atlandia.""Kalau keseimbangan yang sudah bertahan selama bertahun-tahun ini rusak dan Atlandia terlibat, semuanya akan berubah. Untuk
Di kediaman Keluarga Paliama, setelah makan malam, Luther diminta untuk duduk dan mengobrol dulu.Ini pertama kalinya Bianca membawa pacarnya pulang ke rumah, makanya Keluarga Paliama sangat memperhatikan hal ini. Sebagai seorang adipati, Ezra menemani mereka, bahkan mengundang pasangan muda itu ke ruang kerja untuk berbincang sambil minum teh.Dengan pengamatannya yang tajam, Ezra bisa melihat bahwa Luther bukan orang biasa. Baik dalam cara berbicara, perilaku, maupun wawasan yang dimiliki, semuanya jauh melampaui orang biasa."Luther, aku sepenuhnya mendukung hubunganmu dengan Bianca. Nggak peduli apa status dan latar belakangmu, yang penting kalian berdua saling mencintai," ujar Ezra dengan bijaksana."Selain itu, cucuku dimanjakan sejak kecil dan nggak pernah mengalami kesulitan. Setelah kalian bersama, aku harap kamu bisa memperlakukannya dengan baik.""Tenang saja, aku nggak akan mengecewakan Bianca," jawab Luther dengan serius. Meskipun hubungan mereka belum sepenuhnya berkemban