"Pengkhianat?" Luther mengernyit mendengarnya. Dia sepertinya pernah mendengar tentang ini sebelumnya, tetapi tidak menganggapnya serius. Setelah mendengar Esmond mengatakannya, dia menjadi penasaran. Dia bertanya, "Siapa pengkhianat itu?""Kenji, jenderal yang berada di bawah komando ayahmu," sahut Esmond."Paman Kenji? Gimana mungkin? Bukannya dia sudah gugur?" tanya Luther dengan bingung. Kenji adalah orang kepercayaan ayahnya. Keduanya selalu terjun ke medan perang bersama, bahkan sudah seperti saudara kandung.Sepuluh tahun lalu, Kenji mengawal mereka sekeluarga ke ibu kota dengan status komandan. Dia pun membunuh banyak musuh sepanjang perjalanan.Terutama setelah terjadi kekacauan besar di Kota Terlarang, Kenji bahkan mengorbankan nyawanya untuk mengawal ibu Luther, Emily, keluar dari kota. Bagaimana bisa pahlawan seperti ini disebut sebagai pengkhianat?"Aku juga sangat terkejut saat mengetahuinya. Aku menyelidikinya berkali-kali, tapi petunjuk akhir yang kudapatkan tertuju pad
Mihran masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Esmond sudah mengangkat tangan dan menyela, "Jangan basa-basi lagi, cepat pergi.""Baik." Mihran memelototi Luther, lalu pergi dengan terburu-buru."Ladho, bawa Tuan ini turun dari gunung belakang. Kamu harus melindunginya dengan baik," ucap Esmond."Master, gimana denganmu?" tanya biksu berjubah kuning itu sambil mengernyit. Sebelum menjadi biksu, Ladho adalah seorang komandan. Kemudian, dia mengikuti Esmond menjadi biksu untuk melindunginya. Selama bertahun-tahun ini, dia tidak pernah meninggalkan Esmond. Dia tentu tidak rela jika harus melakukannya demi mengawal orang asing."Ada Mihran dan Mibhar di sini. Aku akan baik-baik saja. Cepat pergi, jangan menunda waktu," desak Esmond."Baik." Ladho menangkupkan tangan, lalu segera membawa Luther pergi. Sebelum pergi, Luther menoleh melirik Esmond. Dia mendapati pria ini melafalkan paritta lagi, seperti telah membulatkan tekad."Silakan, Tuan." Ladho membawa Luther memasuki halaman belakang bi
Begitu pintu batu tertutup rapat, alis Luther menjadi makin berkerut. Dia bukan merasa takut, melainkan tidak menyukai tindakan Ladho. Esmond menyuruh Ladho membawanya turun gunung, tetapi pria ini malah mencampakkannya ke lubang api. Tindakan seperti ini jauh lebih menyebalkan daripada orang yang tidak melakukan apa pun."Gerald, nggak usah dilihat lagi. Nggak bakal ada yang menolongmu di sini. Kamu pasti mati hari ini," ucap seorang pria bertopeng serigala sambil melangkah maju dari kerumunan."Roman, ngapain kamu memakai topeng? Kamu merasa malu bertemu denganku?" sindir Luther dengan dingin.Begitu ucapan ini dilontarkan, pria bertopeng itu tertegun sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyangkal, melainkan melepaskan topengnya. Orang itu memang Roman."Hebat juga kamu. Kamu berhasil membongkar penyamaranku," ucap Roman yang merasa terkejut. Dia sudah menyimpan auranya dan mengubah suaranya, tetapi Luther bisa langsung mengenalinya."Kamu bisa mengubah penampilan dan su
Sebagian besar yang ada di tempat ini adalah pesilat tingkat sejati. Namun, ada juga beberapa master yang bersembunyi di antara kerumunan. Ditambah lagi dengan Roman dan pasukan elite Pengawal Arktika, formasi penyergapan ini memang tidak main-main."Gerald, kamu kira cuma ini? Jangan begitu naif." Roman terkekeh-kekeh sambil menggeleng dan meneruskan, "Demi berjaga-jaga, aku sudah membuat persiapan matang. Yang kamu lihat ini baru pasukan garda depan, masih ada banyak ahli bela diri di belakang. Sehebat apa pun kamu, aku yakin kamu nggak bakal selamat hari ini!"Menurut Roman, semua orang ini sudah cukup untuk membunuh Luther. Satu-satunya hal yang ditakutkan oleh Roman adalah Luther mengirim pasukan bantuan. Itu sebabnya, dia membuat persiapan sematang ini."Roman, apa mungkin Keluarga Luandi juga antek Paviliun Lingga?" tanya Luther."Menjadi bawahan Paviliun Lingga adalah kehormatan bagiku. Sebenarnya kamu bisa berpura-pura mati dan hidup seperti orang biasa, tapi kamu malah mencar
"Kalau kamu mau cari mati, silakan coba saja," kata Luther dengan tanpa ekspresi dan tatapan yang dingin."Huh! Dasar nggak tahu diri. Hari ini aku akan membuatmu merasakan kehebatan Empat Tinju Ilahi," teriak Wuslan dengan marah. Namun saat dia hendak bertindak, tiba-tiba terdengar suara lain lagi."Tunggu sebentar!"Di dalam Sekte Halilintar, seorang pria tua berambut putih yang mengenakan pakaian mewah dan memiliki aura ilahi melangkah maju dua langkah dan berkata dengan lantang, "Pak Wuslan, kemampuanmu memang bagus, tapi kamu masih bukan saingan Gerald. Air di sini sangat dalam, kamu nggak bisa mengendalikannya. Biar aku saja yang mengurusnya."Membunuh Gerald adalah perintah rahasia dari Paviliun Lingga. Siapa pun yang bisa berhasil menjalankan misi itu akan mendapat hadiah besar. Kesempatan langka seperti ini tidak boleh dilewatkan begitu saja.Wuslan mengernyitkan alis dan berkata dengan kesal, "Pak Cahyo, apa kata-katamu ini nggak meremehkanku? Sekte Empat Simbol kami sudah me
"Apa yang terjadi? Di mana Pak Wuslan? Kenapa tiba-tiba menghilang?""Aneh. Tadi dia masih ada di sini, dalam sekejap mata langsung nggak ada.""Apa dia melarikan diri? Mungkinkah Pak Wuslan punya kemampuan khusus?"Semua orang melihat sekeliling dan saling berbicara, sama sekali tidak menyadari betapa berbahaya situasinya. Mereka hanya merasa aneh, bagaimana mungkin Wuslan yang tadi masih terlihat begitu gagah malah tiba-tiba menghilang?"Di mana Pak Wuslan? Ke mana Pak Wuslan pergi?""Guru! Guru!"Para murid dan tetua dari Sekte Empat Simbol mulai mencari-cari. Namun, tidak peduli seberapa keras mereka memanggil, tetap tidak ada jawaban.Di antara berbagai sekte, hanya ada beberapa orang yang menyadari kebenarannya."Nggak perlu cari lagi, guru kalian sudah mati," kata Cahyo dengan nada muram. Orang lain mungkin tidak tahu, tetapi dia yang merupakan seorang master bisa melihatnya dengan sangat jelas. Setelah kedua tinju tadi bertabrakan, tubuh Wuslan menggembung dan langsung meledak
Serangan jarum beracun dan pisau terbang yang terus-menerus menghujani Luther. Dalam sekejap, Luther menjadi target semua orang."Susun formasi!" Saat sudah hampir dekat dengan Luther, Cahyo tiba-tiba berteriak. Beberapa ahli dari Sekte Halilintar segera menyebar dan mengepung Luther. Entah sejak kapan, ada selembar jimat emas di tangan mereka masing-masing."Pedang emas, serang!" Setelah memberi perintah itu, Cahyo langsung melempar jimat emas di tangan mereka. Para ahli Sekte Halilintar juga segera melakukan hal yang sama. Lima lembar jimat emas pun menyerang Luther dari berbagai arah.Setelah itu, pemandangan yang aneh pun terjadi. Jimat yang awalnya terlihat ringan tiba-tiba bersinar terang dan langsung berubah menjadi lima pedang emas raksasa yang menyerang dengan ganas setelah dilempar dari tangan para ahli dari Sekte Halilintar. Pedang emas ini bisa memotong besi dengan mudah dan memancarkan aura dingin penuh dengan kekuatan membunuh yang mengerikan. Bahkan seorang master pun ti
Melihat lima pedang api raksasa yang turun dari langit, Luther tetap tidak menghindar. Dia hanya perlahan-lahan mengangkat tangannya dan menepuk ke atas."Duar!" Sebuah gelombang energi yang kuat menyembur dari telapak tangannya dan segera menelan pedang api raksasa itu."Bum bum bum!" Terdengar suara ledakan dari lima pedang api raksasa itu seolah-olah meledak secara bersamaan dan berubah menjadi kembang api yang berhambur ke segala arah."Apa? Kenapa bisa seperti ini?" kata Cahyo dengan terkejut.Para ahli dari Sekte Halilintar pun saling memandang dengan ekspresi kaget. Daya ledak dan rusak dari pedang api jauh melebihi pedang emas dan serangan tadi juga menggunakan seluruh tenaga mereka tanpa ragu-ragu. Menurut perkiraan mereka, Gerald juga pasti akan terluka parah meskipun bisa menahan serangan ini. Namun hasilnya, bukan hanya tidak terluka, Gerald bisa menghancurkan serangan mereka dengan mudah dan hanya menggunakan satu gerakan saja."Terus ubah formasi!" Meskipun terkejut, Cahy