"Julia, tenang saja. Kami hanya main-main, nggak akan menyakitinya," hibur Yudas."Huh! Sebaiknya begitu!" Julia mengernyitkan alisnya dan akhirnya memilih untuk menyerah. Dia lebih takut tindakan gegabahnya akan mencelakai Luther."Tuan Ansel, kamu sudah mengendalikan orang ini?" tanya salah seorang wanita.Ansel berkata sambil tersenyum dengan angkuh, "Tentu saja! Sekarang dia hanya sebuah mayat hidup, nggak bisa merasakan sakit dan nggak punya ingatan. Apa yang kuperintahkan, dia akan melakukannya dengan patuh dan nggak ingat apa-apa setelah melakukannya.""Benarkah? Kalau begitu, coba suruh dia tampar dirinya sendiri," kata wanita itu dengan ekspresi penuh harapan."Nggak masalah," kata Ansel sambil tersenyum sinis.Ansel melihat ke arah Luther dan memerintahkan, "Sekarang, tampar dirimu sendiri.""Ansel, kamu ...." Julia hendak menghentikannya, tetapi Luther sudah mengangkat tangannya dan langsung menampar wajah Ansel di hadapan semua orang."Plak!" Kekuatan tamparan ini sangat lu
"Sialan! Apa yang terjadi? Orang ini sudah gila ya?"Melihat Luther yang kehilangan kendali, Julia mengernyitkan alisnya dan ekspresi terlihat muram, tetapi dia tidak berani maju karena takut akan ditampar. Pada saat ini, dia sepertinya teringat sesuatu dan segera berteriak, "Ansel, orang ini sudah kehilangan kendali. Cepat batalkan mantranya!""Batal ... batalkan mantra!" Ansel segera merobek kertas jimat di dada Luther sambil berusaha menahan rasa sakitnya. Pada detik berikutnya, seluruh tubuh Luther bergetar dan langsung menghentikan gerakannya.Semua orang langsung menghela napas lega karena semuanya akhirnya sudah diselesaikan. Sialan. Mereka berpikir Luther benar-benar sangat kuat setelah lepas kendali, orang biasa sama sekali tidak sanggup menahannya."Apa yang terjadi?"Setelah beberapa saat, Luther perlahan-lahan membuka matanya dan berkata dengan ekspresi bingung, "Apa yang terjadi tadi?"Luther melihat ke sekeliling dan menunjukkan ekspresi heran. "Lho .... ada apa dengan wa
"Baiklah, cukup sampai di sini hari ini." Julia berdiri perlahan-lahan, lalu melirik ke arah Yudas sekilas sambil sengaja berkata, "Aku masih harus makan siang dengan Kak Luther, jadi nggak bisa menemani kalian di sini. Semoga kalian bersenang-senang."Usai bicara, dia menggandeng lengan Luther dan melenggang keluar dari kamar VIP. Sekelompok orang yang ditinggalkan di belakang itu saling memandang dengan ekspresi muram. Kesenangan yang mereka rasakan tadi, kini sudah menghilang sepenuhnya."Dik Ansel, bagaimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" Yudas memeriksa kondisi luka Ansel sekilas dan menyadari bahwa Ansel benar-benar terluka parah. Wajahnya sampai berubah bentuk karena dipukuli. Penampilan Ansel yang tadinya memang tidak terlalu tampan, kini menjadi semakin jelek."Sialan! Kejam sekali orang itu! Aku belum pernah dipermalukan sampai begini!" Ansel menggertakkan giginya yang telah copot beberapa buah dengan wajah kesal."Tadinya aku mau menyuruhmu mempermainkan bocah itu. Sekarang ma
"Hahaha ... Dokter Muda, tamparanmu tadi itu bagus sekali! Wajah Ansel sampai babak belur. Lucu sekali." Saat berjalan keluar dari Imperial Club, suasana hati Julia sangat gembira. Semua kegelisahannya sebelumnya telah menghilang. Awalnya dia hanya membawa Luther untuk sengaja membuat Yudas kesal. Tak disangka hasilnya benar-benar bagus.Bukan hanya membuat pria berengsek itu kesal, Luther juga memukul teman-teman Yudas yang menjijikkan itu. Ini benar-benar membuat Julia puas."Mereka memang pantas mendapatkan pelajaran. Kalau bukan karena mau mencelakai orang, dia juga nggak bakal berakhir seperti itu," balas Luther sambil tersenyum tipis."Apa namanya ini? Sudah jatuh ketimpa tangga pula!" seru Julia yang tak kuasa menahan tawanya. Tentu saja, dia tahu bahwa Ansel tadi memang sengaja ingin mempermainkan Luther. Hanya saja, kemampuannya sendiri kurang, sehingga membuat keadaan jadi tidak bisa dikendalikan. Pada akhirnya, alih-alih mempermainkan Luther, malah dia sendiri yang tertimpa
"Masih ada Liana." Jordan berkata, "Sejak Pemabuk Tua pergi, Liana sangat kesepian di rumah. Makanya, dia keluar untuk berjelajah denganku. Kami nggak pernah datang ke Midyar. Kudengar, di sini ada banyak orang berbakat. Aku datang untuk melihat-lihat.""Di sini memang ada banyak genius, tapi sangat bahaya. Apalagi kalian berdua saja, bisa-bisa diculik dan dijual," sahut Luther dengan kesal."Ada Kak Luther kok di sini, kami nggak perlu takut apa-apa," ujar Jordan yang terkekeh-kekeh."Sudahlah, jangan menyanjungku. Di mana kalian sekarang?" tanya Luther."Hm, kami baru turun dari kereta api. Kami di stasiun selatan," jawab Jordan."Tunggu aku di sana, jangan ke mana-mana. Aku segera datang," perintah Luther. Setelah mengakhiri panggilan, dia menyuruh sopir memutar arah dan langsung menuju ke stasiun selatan.Sejam kemudian, mobil tiba di gerbang stasiun selatan. Begitu Luther turun dari mobil, dia langsung mendengar seruan Jordan dan Liana. "Kak Luther! Kami di sini ...."Kedua orang
Luther tidak memaksa Liana untuk tinggal di hotel, melainkan membawa keduanya pergi ke lokasi yang lebih terpencil dan membeli sebuah vila. Vila ini punya 2 tingkat dengan dekorasi indah dan memiliki taman kecil.Setelah membayar, mereka pun bisa langsung tinggal di sana. Luther berpikir bahwa mereka akan tinggal di Midyar untuk sementara ini sehingga agak merepotkan jika menyewa rumah atau tinggal di hotel. Jadi, membeli vila akan lebih menghemat uangnya. Lagi pula, dia tidak kekurangan uang.Ketika melihat ini, Liana pun merasa lebih lega. Dia mendengar bahwa rumah di Midyar terus naik harga, jadi pembelian vila ini termasuk semacam investasi. Selain itu, dia bisa masak sendiri di vila untuk menghemat pengeluaran. Kehidupan seperti ini tentu lebih nyaman.Sesudah semua prosedur beres, Luther membawa mereka membeli barang keperluan sehari-hari, sekaligus memperkenalkan lingkungan di sekitar.Saat ini, langit pun sudah gelap. Luther dan Jordan sudah kelaparan. Untung Liana sudah membel
Di dalam terdapat belasan meja judi dan beberapa tamu VIP. Di samping setiap tamu, ada wanita cantik yang melayani. Mereka melakukan berbagai pekerjaan, kecuali yang menyangkut perjudian.Yang bisa memasuki ruang VIP ini jelas hanya orang kaya. Apalagi, jumlah uang yang dikeluarkan saat berjudi jelas tidak main-main. Orang biasa tidak akan sanggup memasuki tempat ini untuk seumur hidup.Begitu masuk ke ruang VIP, Luther langsung melihat dua sosok yang dikenalnya. Mereka tidak lain adalah Alarik dan Sarisha. Dengan status Sarisha, dia tidak mungkin bisa masuk ke ruang VIP sesuka hati. Jadi, orang yang membuat janji dengan Luther seharusnya adalah Alarik."Luther sudah tiba? Ayo, duduk di sini," sapa Alarik yang berinisiatif bangkit dari kursinya sembari mempersilakan Luther duduk. Meskipun senyumannya terlihat lebar, tatapannya jelas sangat suram."Tuan Alarik, kenapa kamu memanggilku keluar?" tanya Luther langsung."Santai saja, main dulu baru bahas masalah pentingnya." Alarik tersenyu
"Oh? Serius?" Vikesh mengalihkan pandangannya ke arah tangan Alarik hingga akhirnya menatap Luther. Setelah mengamati dengan saksama, tatapannya menjadi agak lancang. Dia pun berucap, "Memang genius muda. Duduklah, ada yang ingin kubahas denganmu."Selesai mengatakan itu, Vikesh duduk di sofa samping dan mengambil gelas anggur dari pelayan. Kemudian, dia meneguknya hingga habis."Luther, ini Tuan Vikesh yang terkenal itu. Bersikap yang baik, jangan sampai kamu melewatkan kesempatan emas," nasihat Alarik dengan senyuman tipis."Jadi, kalian menyuruhku datang demi Tuan Vikesh ini?" tanya Luther dengan tidak acuh."Anak Muda, aku meminta Alarik menyuruhmu datang karena ingin membuat suatu kesepakatan denganmu," ujar Vikesh. Dia mengisap cerutunya dengan kuat, lalu mengembuskan asap panjang.Asap itu melayang ke arah Luther. Sebelum mengenainya, asap itu sontak menghilang bak kaca yang hancur berkeping-keping."Kesepakatan? Maksudmu, resep Salep Halimun?" tanya Luther lagi dengan ekspresi