Luther tidak memaksa Liana untuk tinggal di hotel, melainkan membawa keduanya pergi ke lokasi yang lebih terpencil dan membeli sebuah vila. Vila ini punya 2 tingkat dengan dekorasi indah dan memiliki taman kecil.Setelah membayar, mereka pun bisa langsung tinggal di sana. Luther berpikir bahwa mereka akan tinggal di Midyar untuk sementara ini sehingga agak merepotkan jika menyewa rumah atau tinggal di hotel. Jadi, membeli vila akan lebih menghemat uangnya. Lagi pula, dia tidak kekurangan uang.Ketika melihat ini, Liana pun merasa lebih lega. Dia mendengar bahwa rumah di Midyar terus naik harga, jadi pembelian vila ini termasuk semacam investasi. Selain itu, dia bisa masak sendiri di vila untuk menghemat pengeluaran. Kehidupan seperti ini tentu lebih nyaman.Sesudah semua prosedur beres, Luther membawa mereka membeli barang keperluan sehari-hari, sekaligus memperkenalkan lingkungan di sekitar.Saat ini, langit pun sudah gelap. Luther dan Jordan sudah kelaparan. Untung Liana sudah membel
Di dalam terdapat belasan meja judi dan beberapa tamu VIP. Di samping setiap tamu, ada wanita cantik yang melayani. Mereka melakukan berbagai pekerjaan, kecuali yang menyangkut perjudian.Yang bisa memasuki ruang VIP ini jelas hanya orang kaya. Apalagi, jumlah uang yang dikeluarkan saat berjudi jelas tidak main-main. Orang biasa tidak akan sanggup memasuki tempat ini untuk seumur hidup.Begitu masuk ke ruang VIP, Luther langsung melihat dua sosok yang dikenalnya. Mereka tidak lain adalah Alarik dan Sarisha. Dengan status Sarisha, dia tidak mungkin bisa masuk ke ruang VIP sesuka hati. Jadi, orang yang membuat janji dengan Luther seharusnya adalah Alarik."Luther sudah tiba? Ayo, duduk di sini," sapa Alarik yang berinisiatif bangkit dari kursinya sembari mempersilakan Luther duduk. Meskipun senyumannya terlihat lebar, tatapannya jelas sangat suram."Tuan Alarik, kenapa kamu memanggilku keluar?" tanya Luther langsung."Santai saja, main dulu baru bahas masalah pentingnya." Alarik tersenyu
"Oh? Serius?" Vikesh mengalihkan pandangannya ke arah tangan Alarik hingga akhirnya menatap Luther. Setelah mengamati dengan saksama, tatapannya menjadi agak lancang. Dia pun berucap, "Memang genius muda. Duduklah, ada yang ingin kubahas denganmu."Selesai mengatakan itu, Vikesh duduk di sofa samping dan mengambil gelas anggur dari pelayan. Kemudian, dia meneguknya hingga habis."Luther, ini Tuan Vikesh yang terkenal itu. Bersikap yang baik, jangan sampai kamu melewatkan kesempatan emas," nasihat Alarik dengan senyuman tipis."Jadi, kalian menyuruhku datang demi Tuan Vikesh ini?" tanya Luther dengan tidak acuh."Anak Muda, aku meminta Alarik menyuruhmu datang karena ingin membuat suatu kesepakatan denganmu," ujar Vikesh. Dia mengisap cerutunya dengan kuat, lalu mengembuskan asap panjang.Asap itu melayang ke arah Luther. Sebelum mengenainya, asap itu sontak menghilang bak kaca yang hancur berkeping-keping."Kesepakatan? Maksudmu, resep Salep Halimun?" tanya Luther lagi dengan ekspresi
Begitu mendengarnya, senyuman Vikesh sontak membeku. Sorot matanya tampak tajam saat berkata, "Anak Muda, aku paling benci ditolak, tapi kamu sudah melakukannya berkali-kali. Aku rasa aku sudah cukup bersabar. Sebaiknya kamu jangan membuatku kecewa."Ucapan ini jelas mengandung ancaman. Alarik memperingatkan, "Luther, orang cerdas tahu caranya menilai situasi. Kamu seharusnya merasa terhormat karena dihargai oleh Tuan Vikesh. Kalau terus keras kepala begini, takutnya kamu akan berada dalam bahaya.""Sudahlah, aku nggak ingin bertele-tele lagi." Vikesh telah kehilangan kesabarannya. Dia berucap, "Pokoknya, hari ini aku mau Salep Halimun itu. Serahkan kepadaku, maka kamu akan selamat dan mendapatkan sejumlah besar uang.""Kalau aku menolak?" tanya Luther."Menolak? Huh!" Vikesh mendengus dan tidak berbasa-basi lagi. Dia langsung menepuk tangannya. Saat berikutnya, pintu ruang VIP tiba-tiba terbuka. Terlihat sekelompok pria kekar berjas menyerbu masuk dengan galak. Totalnya ada 50 orang,
"Tuan Vikesh, semua orang datang ke Golden Club untuk bersenang-senang. Untuk apa kamu seemosi ini?" Berry mendekatinya sambil melenggak-lenggokkan pinggulnya dan tersenyum manis. Begitu dia muncul, semua pusat perhatian langsung tertuju padanya. Bentuk tubuh dan wajahnya memang sangat menonjol, ditambah lagi dengan pesonanya yang menawan, Berry berhasil memukau semua orang di sana."Nona Berry, aku masih ada urusan. Kalau kamu mau bermain, aku akan bukakan ruangan lain untukmu," balas Vikesh yang telah menyembunyikan aura beringasnya. Namun, pistol di tangannya masih tetap tidak diturunkan."Tuan Vikesh, sejujurnya saja, kakak tampan ini adalah temanku. Tolong hargai aku, biarkan dia pergi." Berry mendekati Luther sambil tersenyum, lalu menggandeng lengannya dengan mesra. Luther merasa aneh, tetapi dia tidak menyangkalnya. Bagaimanapun, Berry sudah berbaik hati membantunya, Luther tentu tidak akan mempermalukan Berry di depan umum."Teman?" Vikesh melihat ke sekeliling, lalu berkata d
Usai bicara, Berry tersenyum manis dengan penuh makna."Berry, kalau kamu mau main, aku bisa ladeni kamu!" Vikesh menggenggam pergelangan tangan Berry, lalu tersenyum sinis seraya berkata, "Tapi sebelum itu, aku harus bereskan bocah ini dulu. Kamu lihat saja dari samping. Jangan buat aku marah. Kalau nggak, akibatnya akan sangat fatal.""Tuan Vikesh, tanganku sakit!" Berry mengerutkan alisnya dan meronta-ronta untuk sejenak. Dia baru menyadari bahwa caranya ini tidak mempan."Dasar wanita genit, bukannya kamu mau menggodaku? Aku akan kabulkan permintaanmu hari ini. Setelah kuhabisi bocah ini, aku akan memuaskanmu!" Vikesh tersenyum licik dan menarik tangan Berry dengan kuat hingga ke pelukannya.Setelah itu, dia memandang ke arah Luther dan memprovokasinya, "Bocah! Sepertinya hubunganmu dengan wanita genit ini bukan sekadar teman ya? Dilihat dari penampilanmu yang lemah ini, sepertinya kamu nggak akan bisa memuaskannya. Tapi nggak apa-apa, aku bakal bantu kamu memuaskannya!""Tuan Vike
"Urgh ...." Vikesh merasa napasnya hampir terhenti. Wajahnya merah padam dan urat-urat di dahinya mulai menonjol. Dia ingin melawan, tapi tidak bisa mengerahkan tenaga sama sekali. Rasa takut dalam hatinya mulai meluap. Tadinya dia menganggap Luther sangat lemah. Tak disangka, ternyata Luther berubah menjadi begitu perkasa sekarang.Saking besarnya kekuatan Luther, Vikesh tidak bisa melawan sama sekali. Vikesh sangat yakin, jika Luther menambahkan kekuatannya sedikit lagi, lehernya mungkin akan langsung dipatahkan."Lancang!""Berani-beraninya kamu!""Cepat lepaskan Tuan Vikesh!"Setelah keheningan sejenak, semua orang di ruangan itu mulai riuh. Sekelompok pengawal berjas terus menjerit dengan marah dan ingin turun tangan menyerang Luther."Luther! Kamu sudah gila ya? Kamu bahkan berani menyentuh Tuan Vikesh? Nggak sayang nyawa lagi? Cepat lepaskan tanganmu!" bentak Alarik."Luther, di sini adalah Golden Club. Kalau kamu berani melukai Tuan Vikesh sedikit saja, nyawamu akan langsung me
"Sudah, sudah. Nggak ada salah paham lagi sekarang. Kita bisa melupakan dendam sebelumnya." Alarik berusaha mencairkan suasana dan memberi isyarat kepada Vikesh.Vikesh langsung mengerti maksud Alarik. Dia buru-buru menjauh dan berbaur di kerumunan sambil berteriak, "Bajingan! Berani-beraninya kau mengancamku? Cari mati saja! Pengawal! Tangkap dia!"Begitu perintah itu dilontarkan, belasan pengawal berjas hitam langsung mengepung Luther."Tunggu!" Berry langsung mengadang di depan Luther. "Tuan Vikesh! Jelas-jelas tadi kamu sudah setuju mau kerja sama, kenapa masih bertindak kasar sekarang?""Huh! Tadi aku memang sudah setuju, tapi sekarang aku berubah pikiran!" balas Vikesh dengan lantang."Bagaimanapun kamu ini adalah tokoh besar. Apa kamu nggak malu ingkar janji?" pinta Berry sembari mengernyit."Malu?" Vikesh tersenyum licik. "Ini daerah kekuasaanku. Setelah aku menghabisi bocah ini nanti, aku akan menidurimu dan memblokir berita ini. Siapa yang bisa tahu apa yang terjadi di sini?"