Begitu mendengarnya, senyuman Vikesh sontak membeku. Sorot matanya tampak tajam saat berkata, "Anak Muda, aku paling benci ditolak, tapi kamu sudah melakukannya berkali-kali. Aku rasa aku sudah cukup bersabar. Sebaiknya kamu jangan membuatku kecewa."Ucapan ini jelas mengandung ancaman. Alarik memperingatkan, "Luther, orang cerdas tahu caranya menilai situasi. Kamu seharusnya merasa terhormat karena dihargai oleh Tuan Vikesh. Kalau terus keras kepala begini, takutnya kamu akan berada dalam bahaya.""Sudahlah, aku nggak ingin bertele-tele lagi." Vikesh telah kehilangan kesabarannya. Dia berucap, "Pokoknya, hari ini aku mau Salep Halimun itu. Serahkan kepadaku, maka kamu akan selamat dan mendapatkan sejumlah besar uang.""Kalau aku menolak?" tanya Luther."Menolak? Huh!" Vikesh mendengus dan tidak berbasa-basi lagi. Dia langsung menepuk tangannya. Saat berikutnya, pintu ruang VIP tiba-tiba terbuka. Terlihat sekelompok pria kekar berjas menyerbu masuk dengan galak. Totalnya ada 50 orang,
"Tuan Vikesh, semua orang datang ke Golden Club untuk bersenang-senang. Untuk apa kamu seemosi ini?" Berry mendekatinya sambil melenggak-lenggokkan pinggulnya dan tersenyum manis. Begitu dia muncul, semua pusat perhatian langsung tertuju padanya. Bentuk tubuh dan wajahnya memang sangat menonjol, ditambah lagi dengan pesonanya yang menawan, Berry berhasil memukau semua orang di sana."Nona Berry, aku masih ada urusan. Kalau kamu mau bermain, aku akan bukakan ruangan lain untukmu," balas Vikesh yang telah menyembunyikan aura beringasnya. Namun, pistol di tangannya masih tetap tidak diturunkan."Tuan Vikesh, sejujurnya saja, kakak tampan ini adalah temanku. Tolong hargai aku, biarkan dia pergi." Berry mendekati Luther sambil tersenyum, lalu menggandeng lengannya dengan mesra. Luther merasa aneh, tetapi dia tidak menyangkalnya. Bagaimanapun, Berry sudah berbaik hati membantunya, Luther tentu tidak akan mempermalukan Berry di depan umum."Teman?" Vikesh melihat ke sekeliling, lalu berkata d
Usai bicara, Berry tersenyum manis dengan penuh makna."Berry, kalau kamu mau main, aku bisa ladeni kamu!" Vikesh menggenggam pergelangan tangan Berry, lalu tersenyum sinis seraya berkata, "Tapi sebelum itu, aku harus bereskan bocah ini dulu. Kamu lihat saja dari samping. Jangan buat aku marah. Kalau nggak, akibatnya akan sangat fatal.""Tuan Vikesh, tanganku sakit!" Berry mengerutkan alisnya dan meronta-ronta untuk sejenak. Dia baru menyadari bahwa caranya ini tidak mempan."Dasar wanita genit, bukannya kamu mau menggodaku? Aku akan kabulkan permintaanmu hari ini. Setelah kuhabisi bocah ini, aku akan memuaskanmu!" Vikesh tersenyum licik dan menarik tangan Berry dengan kuat hingga ke pelukannya.Setelah itu, dia memandang ke arah Luther dan memprovokasinya, "Bocah! Sepertinya hubunganmu dengan wanita genit ini bukan sekadar teman ya? Dilihat dari penampilanmu yang lemah ini, sepertinya kamu nggak akan bisa memuaskannya. Tapi nggak apa-apa, aku bakal bantu kamu memuaskannya!""Tuan Vike
"Urgh ...." Vikesh merasa napasnya hampir terhenti. Wajahnya merah padam dan urat-urat di dahinya mulai menonjol. Dia ingin melawan, tapi tidak bisa mengerahkan tenaga sama sekali. Rasa takut dalam hatinya mulai meluap. Tadinya dia menganggap Luther sangat lemah. Tak disangka, ternyata Luther berubah menjadi begitu perkasa sekarang.Saking besarnya kekuatan Luther, Vikesh tidak bisa melawan sama sekali. Vikesh sangat yakin, jika Luther menambahkan kekuatannya sedikit lagi, lehernya mungkin akan langsung dipatahkan."Lancang!""Berani-beraninya kamu!""Cepat lepaskan Tuan Vikesh!"Setelah keheningan sejenak, semua orang di ruangan itu mulai riuh. Sekelompok pengawal berjas terus menjerit dengan marah dan ingin turun tangan menyerang Luther."Luther! Kamu sudah gila ya? Kamu bahkan berani menyentuh Tuan Vikesh? Nggak sayang nyawa lagi? Cepat lepaskan tanganmu!" bentak Alarik."Luther, di sini adalah Golden Club. Kalau kamu berani melukai Tuan Vikesh sedikit saja, nyawamu akan langsung me
"Sudah, sudah. Nggak ada salah paham lagi sekarang. Kita bisa melupakan dendam sebelumnya." Alarik berusaha mencairkan suasana dan memberi isyarat kepada Vikesh.Vikesh langsung mengerti maksud Alarik. Dia buru-buru menjauh dan berbaur di kerumunan sambil berteriak, "Bajingan! Berani-beraninya kau mengancamku? Cari mati saja! Pengawal! Tangkap dia!"Begitu perintah itu dilontarkan, belasan pengawal berjas hitam langsung mengepung Luther."Tunggu!" Berry langsung mengadang di depan Luther. "Tuan Vikesh! Jelas-jelas tadi kamu sudah setuju mau kerja sama, kenapa masih bertindak kasar sekarang?""Huh! Tadi aku memang sudah setuju, tapi sekarang aku berubah pikiran!" balas Vikesh dengan lantang."Bagaimanapun kamu ini adalah tokoh besar. Apa kamu nggak malu ingkar janji?" pinta Berry sembari mengernyit."Malu?" Vikesh tersenyum licik. "Ini daerah kekuasaanku. Setelah aku menghabisi bocah ini nanti, aku akan menidurimu dan memblokir berita ini. Siapa yang bisa tahu apa yang terjadi di sini?"
"Kak Luther, mau gimana urus orang ini?" tanya Jordan seraya menatap Vikesh setelah menghabisi semua bawahan itu."Patahkan dulu satu tangannya," balas Luther dengan tenang."Oke!" Jordan tertawa sinis, lalu memelesat ke depan untuk menahan Vikesh."Tung ... tunggu! Kita bisa bicarakan pelan-pelan ... ah!" Vikesh benar-benar panik. Baru saja dia hendak mengatakan sesuatu, Jordan telah mematahkan salah satu lengannya. Vikesh berteriak dengan histeris. Dengan ekspresi mengenaskan, dahinya pun bercucuran keringat. Alarik dan Sarisha melihat kejadian itu dengan ketakutan di belakang. Siapa sangka Tuan Vikesh yang selama ini berkuasa, bisa dihancurkan dalam sekejap oleh seseorang?"Vikesh, kamu sudah buat keputusan yang salah." Luther berjalan mendekatinya sambil melihat pria yang kekar itu dan berkata, "Aku sudah berikan dua kali kesempatan untukmu, tapi kamu malah nggak tahu menghargainya. Kamu yang cari mati sendiri. Sekarang coba kamu bilang, harus bagaimana aku menghabisimu?""Bocah! A
Perkataan Alarik ini menyiratkan ancaman, sekaligus bujukan untuk Luther. Jika Luther adalah orang biasa, mungkin dia akan terpengaruh ucapannya. Namun setelah mendengar perkataan Alarik, Jordan langsung maju dan menampar Alarik sambil memakinya, "Kamu ini dari tadi berisik sekali!"Plak!Alarik ditampar hingga terhuyung-huyung. Kepalanya terasa pusing dan darah bercucuran dari hidungnya."Kamu, kamu .... Kamu menamparku?" Alarik memegang pipinya yang terasa perih dengan tidak percaya. Sebagai seorang tuan muda Keluarga Siregar, mana ada seorang pun yang berani menamparnya?"Memangnya kenapa kalau aku memukulmu? Kalau masih cerewet lagi, aku akan memotong lidahmu!" bentak Jordan. Alarik langsung ketakutan dan tidak berani bicara lagi. Dua orang ini benar-benar sudah gila. Mereka bahkan tidak menganggap Tuan Vikesh sama sekali."Kalian berdua ini benar-benar berengsek, besar sekali nyali kalian!" Vikesh yang terbaring di lantai terus memaki, "Ini adalah Golden Club, daerah kekuasaanku!
"Lancang sekali! Siapa yang berani buat onar di Golden Club ini!"Seorang pemuda masuk dengan penuh amarah dan langsung menatap ke sekeliling dengan tajam. Semua orang yang menatap pemuda itu tanpa sadar langsung menundukkan kepala."Bukankah ini Tuan Muda Keempat dari Keluarga Lambert, Marson? Kenapa dia datang ke sini?""Pendukung di balik Golden Club adalah Keluarga Lambert. Sekarang ada orang yang membuat keributan di Golden Club, Keluarga Lambert tentu saja nggak akan tinggal diam.""Memukul Tuan Vikesh dan merusak Golden Club milik Keluarga Lambert, kedua pemuda ini nggak akan lolos dari masalah hari ini!""Huh! Anak muda yang nggak tahu diri. Mereka pikir hanya bisa sedikit bela diri saja sudah bisa sewenang-wenang di Midyar. Sungguh konyol!"Perubahan yang mendadak ini membuat para tamu di ruangan itu menjadi gempar. Bahkan Keluarga Lambert saja sudah turun tangan, masalah ini pasti tidak akan berakhir begitu saja."Tuan Marson ... tolong aku!" Kehadiran Marson membuat Vikesh m