"Baiklah, cukup sampai di sini hari ini." Julia berdiri perlahan-lahan, lalu melirik ke arah Yudas sekilas sambil sengaja berkata, "Aku masih harus makan siang dengan Kak Luther, jadi nggak bisa menemani kalian di sini. Semoga kalian bersenang-senang."Usai bicara, dia menggandeng lengan Luther dan melenggang keluar dari kamar VIP. Sekelompok orang yang ditinggalkan di belakang itu saling memandang dengan ekspresi muram. Kesenangan yang mereka rasakan tadi, kini sudah menghilang sepenuhnya."Dik Ansel, bagaimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" Yudas memeriksa kondisi luka Ansel sekilas dan menyadari bahwa Ansel benar-benar terluka parah. Wajahnya sampai berubah bentuk karena dipukuli. Penampilan Ansel yang tadinya memang tidak terlalu tampan, kini menjadi semakin jelek."Sialan! Kejam sekali orang itu! Aku belum pernah dipermalukan sampai begini!" Ansel menggertakkan giginya yang telah copot beberapa buah dengan wajah kesal."Tadinya aku mau menyuruhmu mempermainkan bocah itu. Sekarang ma
"Hahaha ... Dokter Muda, tamparanmu tadi itu bagus sekali! Wajah Ansel sampai babak belur. Lucu sekali." Saat berjalan keluar dari Imperial Club, suasana hati Julia sangat gembira. Semua kegelisahannya sebelumnya telah menghilang. Awalnya dia hanya membawa Luther untuk sengaja membuat Yudas kesal. Tak disangka hasilnya benar-benar bagus.Bukan hanya membuat pria berengsek itu kesal, Luther juga memukul teman-teman Yudas yang menjijikkan itu. Ini benar-benar membuat Julia puas."Mereka memang pantas mendapatkan pelajaran. Kalau bukan karena mau mencelakai orang, dia juga nggak bakal berakhir seperti itu," balas Luther sambil tersenyum tipis."Apa namanya ini? Sudah jatuh ketimpa tangga pula!" seru Julia yang tak kuasa menahan tawanya. Tentu saja, dia tahu bahwa Ansel tadi memang sengaja ingin mempermainkan Luther. Hanya saja, kemampuannya sendiri kurang, sehingga membuat keadaan jadi tidak bisa dikendalikan. Pada akhirnya, alih-alih mempermainkan Luther, malah dia sendiri yang tertimpa
"Masih ada Liana." Jordan berkata, "Sejak Pemabuk Tua pergi, Liana sangat kesepian di rumah. Makanya, dia keluar untuk berjelajah denganku. Kami nggak pernah datang ke Midyar. Kudengar, di sini ada banyak orang berbakat. Aku datang untuk melihat-lihat.""Di sini memang ada banyak genius, tapi sangat bahaya. Apalagi kalian berdua saja, bisa-bisa diculik dan dijual," sahut Luther dengan kesal."Ada Kak Luther kok di sini, kami nggak perlu takut apa-apa," ujar Jordan yang terkekeh-kekeh."Sudahlah, jangan menyanjungku. Di mana kalian sekarang?" tanya Luther."Hm, kami baru turun dari kereta api. Kami di stasiun selatan," jawab Jordan."Tunggu aku di sana, jangan ke mana-mana. Aku segera datang," perintah Luther. Setelah mengakhiri panggilan, dia menyuruh sopir memutar arah dan langsung menuju ke stasiun selatan.Sejam kemudian, mobil tiba di gerbang stasiun selatan. Begitu Luther turun dari mobil, dia langsung mendengar seruan Jordan dan Liana. "Kak Luther! Kami di sini ...."Kedua orang
Luther tidak memaksa Liana untuk tinggal di hotel, melainkan membawa keduanya pergi ke lokasi yang lebih terpencil dan membeli sebuah vila. Vila ini punya 2 tingkat dengan dekorasi indah dan memiliki taman kecil.Setelah membayar, mereka pun bisa langsung tinggal di sana. Luther berpikir bahwa mereka akan tinggal di Midyar untuk sementara ini sehingga agak merepotkan jika menyewa rumah atau tinggal di hotel. Jadi, membeli vila akan lebih menghemat uangnya. Lagi pula, dia tidak kekurangan uang.Ketika melihat ini, Liana pun merasa lebih lega. Dia mendengar bahwa rumah di Midyar terus naik harga, jadi pembelian vila ini termasuk semacam investasi. Selain itu, dia bisa masak sendiri di vila untuk menghemat pengeluaran. Kehidupan seperti ini tentu lebih nyaman.Sesudah semua prosedur beres, Luther membawa mereka membeli barang keperluan sehari-hari, sekaligus memperkenalkan lingkungan di sekitar.Saat ini, langit pun sudah gelap. Luther dan Jordan sudah kelaparan. Untung Liana sudah membel
Di dalam terdapat belasan meja judi dan beberapa tamu VIP. Di samping setiap tamu, ada wanita cantik yang melayani. Mereka melakukan berbagai pekerjaan, kecuali yang menyangkut perjudian.Yang bisa memasuki ruang VIP ini jelas hanya orang kaya. Apalagi, jumlah uang yang dikeluarkan saat berjudi jelas tidak main-main. Orang biasa tidak akan sanggup memasuki tempat ini untuk seumur hidup.Begitu masuk ke ruang VIP, Luther langsung melihat dua sosok yang dikenalnya. Mereka tidak lain adalah Alarik dan Sarisha. Dengan status Sarisha, dia tidak mungkin bisa masuk ke ruang VIP sesuka hati. Jadi, orang yang membuat janji dengan Luther seharusnya adalah Alarik."Luther sudah tiba? Ayo, duduk di sini," sapa Alarik yang berinisiatif bangkit dari kursinya sembari mempersilakan Luther duduk. Meskipun senyumannya terlihat lebar, tatapannya jelas sangat suram."Tuan Alarik, kenapa kamu memanggilku keluar?" tanya Luther langsung."Santai saja, main dulu baru bahas masalah pentingnya." Alarik tersenyu
"Oh? Serius?" Vikesh mengalihkan pandangannya ke arah tangan Alarik hingga akhirnya menatap Luther. Setelah mengamati dengan saksama, tatapannya menjadi agak lancang. Dia pun berucap, "Memang genius muda. Duduklah, ada yang ingin kubahas denganmu."Selesai mengatakan itu, Vikesh duduk di sofa samping dan mengambil gelas anggur dari pelayan. Kemudian, dia meneguknya hingga habis."Luther, ini Tuan Vikesh yang terkenal itu. Bersikap yang baik, jangan sampai kamu melewatkan kesempatan emas," nasihat Alarik dengan senyuman tipis."Jadi, kalian menyuruhku datang demi Tuan Vikesh ini?" tanya Luther dengan tidak acuh."Anak Muda, aku meminta Alarik menyuruhmu datang karena ingin membuat suatu kesepakatan denganmu," ujar Vikesh. Dia mengisap cerutunya dengan kuat, lalu mengembuskan asap panjang.Asap itu melayang ke arah Luther. Sebelum mengenainya, asap itu sontak menghilang bak kaca yang hancur berkeping-keping."Kesepakatan? Maksudmu, resep Salep Halimun?" tanya Luther lagi dengan ekspresi
Begitu mendengarnya, senyuman Vikesh sontak membeku. Sorot matanya tampak tajam saat berkata, "Anak Muda, aku paling benci ditolak, tapi kamu sudah melakukannya berkali-kali. Aku rasa aku sudah cukup bersabar. Sebaiknya kamu jangan membuatku kecewa."Ucapan ini jelas mengandung ancaman. Alarik memperingatkan, "Luther, orang cerdas tahu caranya menilai situasi. Kamu seharusnya merasa terhormat karena dihargai oleh Tuan Vikesh. Kalau terus keras kepala begini, takutnya kamu akan berada dalam bahaya.""Sudahlah, aku nggak ingin bertele-tele lagi." Vikesh telah kehilangan kesabarannya. Dia berucap, "Pokoknya, hari ini aku mau Salep Halimun itu. Serahkan kepadaku, maka kamu akan selamat dan mendapatkan sejumlah besar uang.""Kalau aku menolak?" tanya Luther."Menolak? Huh!" Vikesh mendengus dan tidak berbasa-basi lagi. Dia langsung menepuk tangannya. Saat berikutnya, pintu ruang VIP tiba-tiba terbuka. Terlihat sekelompok pria kekar berjas menyerbu masuk dengan galak. Totalnya ada 50 orang,
"Tuan Vikesh, semua orang datang ke Golden Club untuk bersenang-senang. Untuk apa kamu seemosi ini?" Berry mendekatinya sambil melenggak-lenggokkan pinggulnya dan tersenyum manis. Begitu dia muncul, semua pusat perhatian langsung tertuju padanya. Bentuk tubuh dan wajahnya memang sangat menonjol, ditambah lagi dengan pesonanya yang menawan, Berry berhasil memukau semua orang di sana."Nona Berry, aku masih ada urusan. Kalau kamu mau bermain, aku akan bukakan ruangan lain untukmu," balas Vikesh yang telah menyembunyikan aura beringasnya. Namun, pistol di tangannya masih tetap tidak diturunkan."Tuan Vikesh, sejujurnya saja, kakak tampan ini adalah temanku. Tolong hargai aku, biarkan dia pergi." Berry mendekati Luther sambil tersenyum, lalu menggandeng lengannya dengan mesra. Luther merasa aneh, tetapi dia tidak menyangkalnya. Bagaimanapun, Berry sudah berbaik hati membantunya, Luther tentu tidak akan mempermalukan Berry di depan umum."Teman?" Vikesh melihat ke sekeliling, lalu berkata d