Semua orang serempak menoleh ke arah pintu yang mendadak terbuka. Julia yang cantik dan berpakaian modis masuk dengan ekspresi dingin. Di belakangnya, Luther mengikuti dengan langkah santai."Julia?""Julia ke sini?"Setelah melihat siapa yang barusan masuk, semua orang tampak terkejut. Apalagi Yudas. Bak tersengat listrik, dia langsung melepaskan rangkulannya pada pinggang wanita bergaun merah itu.Yudas sontak berdiri, lalu bertanya sambil memaksakan sebuah senyuman, "Julia, kenapa kamu datang ke sini?""Memangnya kenapa? Kamu saja boleh ke sini, kenapa aku nggak boleh?" balas Julia. Dia melirik wanita bergaun merah itu sejenak, baru mengalihkan tatapannya pada Yudas. Walaupun sudah menyiapkan mentalnya sebelum datang, Julia tetap saja nyaris meledak saat melihat kemesraan Yudas dengan wanita itu."Tentu saja boleh, tapi kamu bisa memberitahuku dulu sebelum kamu datang. Dengan begitu, aku bisa mengatur jemputan dan yang lainnya untukmu," ujar Yudas sambil tersenyum tipis."Nggak perl
Parahnya lagi, Julia berani membawa teman tidurnya itu ke hadapan Yudas. Ini namanya provokasi terang-terangan!Yudas menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menahan amarahnya. Setelah lebih tenang, dia baru bertanya, "Julia, kenapa aku belum pernah bertemu sahabatmu ini sebelumnya?""Memangnya aku butuh izinmu dengan siapa aku berteman? Lagian, aku juga nggak mengenal beberapa teman wanitamu sebelumnya, 'kan?" balas Julia dengan tenang.Sindiran Julia membuat Yudas tidak bisa berkata-kata. Sekarang, dia paham bahwa wanita itu sengaja memancing amarahnya.Melihat suasana yang menegang, Ansel buru-buru menjadi penengah. Dia berkata sambil tersenyum, "Julia, kita jarang-jarang bisa berkumpul. Ayo, ayo, aku mau bersulang untukmu.""Aku nggak minum alkohol," tolak Julia dengan dingin."Nggak masalah, kamu bisa minum jus, kok. Apa saja boleh asal kamu senang," balas Ansel sambil menyeringai. Dia segera menyuruh pelayan untuk membawakan jus beraneka rasa."Kak Luther, kamu juga minum jus s
"Luther, orang-orang ini nggak berniat baik, kamu nggak usah pedulikan mereka," saran Julia. Dia berani maju karena dia yakin Ansel tidak akan berani sembarangan bertindak. Namun jika Luther bertindak, mungkin saja dia akan mempermalukan dirinya sendiri."Nggak perlu khawatir, aku tahu batasanku."Luther tersenyum dan menatap ke arah Ansel. "Tuan Ansel mau aku ngapain?""Mudah sekali, berikan aku setetes darahmu dan beberapa helai rambutmu, lalu langkah selanjutnya hanya perlu ikuti perintahku," kata Ansel sambil menyeringai."Baiklah," kata Luther sambil menganggukkan kepala. Dia mengeluarkan jarum dan menusuk jari telunjuknya, lalu menampung setetes darah di gelas kosong.Setelah itu, Luther mencabut beberapa helai rambut dan melemparkannya ke gelas itu, lalu bertanya, "Seperti ini bisa?""Bisa," kata Ansel sambil tersenyum penuh dengan niat buruk, lalu memberikan isyarat kepada Yudas.Yudas tersenyum sambil menganggukkan kepala, lalu duduk di sofa dengan santai dan ekspresinya terli
"Julia, tenang saja. Kami hanya main-main, nggak akan menyakitinya," hibur Yudas."Huh! Sebaiknya begitu!" Julia mengernyitkan alisnya dan akhirnya memilih untuk menyerah. Dia lebih takut tindakan gegabahnya akan mencelakai Luther."Tuan Ansel, kamu sudah mengendalikan orang ini?" tanya salah seorang wanita.Ansel berkata sambil tersenyum dengan angkuh, "Tentu saja! Sekarang dia hanya sebuah mayat hidup, nggak bisa merasakan sakit dan nggak punya ingatan. Apa yang kuperintahkan, dia akan melakukannya dengan patuh dan nggak ingat apa-apa setelah melakukannya.""Benarkah? Kalau begitu, coba suruh dia tampar dirinya sendiri," kata wanita itu dengan ekspresi penuh harapan."Nggak masalah," kata Ansel sambil tersenyum sinis.Ansel melihat ke arah Luther dan memerintahkan, "Sekarang, tampar dirimu sendiri.""Ansel, kamu ...." Julia hendak menghentikannya, tetapi Luther sudah mengangkat tangannya dan langsung menampar wajah Ansel di hadapan semua orang."Plak!" Kekuatan tamparan ini sangat lu
"Sialan! Apa yang terjadi? Orang ini sudah gila ya?"Melihat Luther yang kehilangan kendali, Julia mengernyitkan alisnya dan ekspresi terlihat muram, tetapi dia tidak berani maju karena takut akan ditampar. Pada saat ini, dia sepertinya teringat sesuatu dan segera berteriak, "Ansel, orang ini sudah kehilangan kendali. Cepat batalkan mantranya!""Batal ... batalkan mantra!" Ansel segera merobek kertas jimat di dada Luther sambil berusaha menahan rasa sakitnya. Pada detik berikutnya, seluruh tubuh Luther bergetar dan langsung menghentikan gerakannya.Semua orang langsung menghela napas lega karena semuanya akhirnya sudah diselesaikan. Sialan. Mereka berpikir Luther benar-benar sangat kuat setelah lepas kendali, orang biasa sama sekali tidak sanggup menahannya."Apa yang terjadi?"Setelah beberapa saat, Luther perlahan-lahan membuka matanya dan berkata dengan ekspresi bingung, "Apa yang terjadi tadi?"Luther melihat ke sekeliling dan menunjukkan ekspresi heran. "Lho .... ada apa dengan wa
"Baiklah, cukup sampai di sini hari ini." Julia berdiri perlahan-lahan, lalu melirik ke arah Yudas sekilas sambil sengaja berkata, "Aku masih harus makan siang dengan Kak Luther, jadi nggak bisa menemani kalian di sini. Semoga kalian bersenang-senang."Usai bicara, dia menggandeng lengan Luther dan melenggang keluar dari kamar VIP. Sekelompok orang yang ditinggalkan di belakang itu saling memandang dengan ekspresi muram. Kesenangan yang mereka rasakan tadi, kini sudah menghilang sepenuhnya."Dik Ansel, bagaimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" Yudas memeriksa kondisi luka Ansel sekilas dan menyadari bahwa Ansel benar-benar terluka parah. Wajahnya sampai berubah bentuk karena dipukuli. Penampilan Ansel yang tadinya memang tidak terlalu tampan, kini menjadi semakin jelek."Sialan! Kejam sekali orang itu! Aku belum pernah dipermalukan sampai begini!" Ansel menggertakkan giginya yang telah copot beberapa buah dengan wajah kesal."Tadinya aku mau menyuruhmu mempermainkan bocah itu. Sekarang ma
"Hahaha ... Dokter Muda, tamparanmu tadi itu bagus sekali! Wajah Ansel sampai babak belur. Lucu sekali." Saat berjalan keluar dari Imperial Club, suasana hati Julia sangat gembira. Semua kegelisahannya sebelumnya telah menghilang. Awalnya dia hanya membawa Luther untuk sengaja membuat Yudas kesal. Tak disangka hasilnya benar-benar bagus.Bukan hanya membuat pria berengsek itu kesal, Luther juga memukul teman-teman Yudas yang menjijikkan itu. Ini benar-benar membuat Julia puas."Mereka memang pantas mendapatkan pelajaran. Kalau bukan karena mau mencelakai orang, dia juga nggak bakal berakhir seperti itu," balas Luther sambil tersenyum tipis."Apa namanya ini? Sudah jatuh ketimpa tangga pula!" seru Julia yang tak kuasa menahan tawanya. Tentu saja, dia tahu bahwa Ansel tadi memang sengaja ingin mempermainkan Luther. Hanya saja, kemampuannya sendiri kurang, sehingga membuat keadaan jadi tidak bisa dikendalikan. Pada akhirnya, alih-alih mempermainkan Luther, malah dia sendiri yang tertimpa
"Masih ada Liana." Jordan berkata, "Sejak Pemabuk Tua pergi, Liana sangat kesepian di rumah. Makanya, dia keluar untuk berjelajah denganku. Kami nggak pernah datang ke Midyar. Kudengar, di sini ada banyak orang berbakat. Aku datang untuk melihat-lihat.""Di sini memang ada banyak genius, tapi sangat bahaya. Apalagi kalian berdua saja, bisa-bisa diculik dan dijual," sahut Luther dengan kesal."Ada Kak Luther kok di sini, kami nggak perlu takut apa-apa," ujar Jordan yang terkekeh-kekeh."Sudahlah, jangan menyanjungku. Di mana kalian sekarang?" tanya Luther."Hm, kami baru turun dari kereta api. Kami di stasiun selatan," jawab Jordan."Tunggu aku di sana, jangan ke mana-mana. Aku segera datang," perintah Luther. Setelah mengakhiri panggilan, dia menyuruh sopir memutar arah dan langsung menuju ke stasiun selatan.Sejam kemudian, mobil tiba di gerbang stasiun selatan. Begitu Luther turun dari mobil, dia langsung mendengar seruan Jordan dan Liana. "Kak Luther! Kami di sini ...."Kedua orang
Malam perlahan menyelimuti kota.Di dalam sebuah rumah sederhana, Loland duduk bersila di atas ranjang, memejamkan mata untuk memulihkan tenaga.Setelah beristirahat sehari, Racun Uzur di tubuhnya hampir sepenuhnya dikeluarkan. Namun, seluruh kota sedang dalam keadaan siaga penuh. Semua gerbang dan jalan utama ditutup, sementara surat perintah penangkapan ditempel di mana-mana.Sekalipun Loland telah memulihkan kekuatannya, keluar dari ibu kota tetap mustahil. Untuk sementara, dia hanya bisa bersembunyi di sini, menunggu badai berlalu. Adapun pemilik rumah ini, sudah menjadi mayat.Tok, tok, tok .... Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Loland langsung membuka matanya, tangannya refleks meraih pedang di sampingnya."Siapa?" Di ruang tamu, beberapa pengawal Pasukan Api Merah segera bersiaga. Dua orang diam-diam mencabut pedang dan berdiri di kedua sisi pintu."Ini aku." Terdengar suara yang familier.Para pengawal langsung bernapas lega. Mereka mengintip dari celah pintu untuk mema
"Tunggu sebentar!"Melihat dirinya akan ditangkap, Rigen benar-benar panik dan segera berteriak, "Nggak ada pemeriksaan menyeluruh dan keputusan dari hakim, apa hakmu menangkapku? Kamu ini jelas-jelas bertindak sewenang-wenang.""Heh .... Saat aku berbicara denganmu menggunakan logika, kamu bermain licik. Sekarang aku yang bermain licik, kamu malah ingin membahas hukum denganku. Kamu pikir ini masuk akal?" sindir Huston."Tuan Rigen, kita bicarakan soal logika ini di dalam penjara saja, kita bisa berbicara lama di sana," kata Wirya sambil tersenyum sinis dan melangkah maju, lalu langsung menekan bahu Rigen."Tunggu! Masih ada yang ingin kukatakan."Rigen menelan ludahnya. Menyadari situasinya tidak bisa diselamatkan lagi, dia akhirnya tidak bersikeras lagi dan mulai memohon, "Huston, kita ini keluarga, kenapa harus seperti ini? Anggap saja semua ini salah Paman Rigen. Dilihat dari hubungan ini, bisakah kamu memaafkanku sekali ini?"Sebelumnya, Rigen masih bisa membalikkan keadaan denga
"Buku catatan?"Melihat buku catatan berwarna merah di bawah kakinya, Rigen menyipitkan matanya dan ekspresinya mulai terlihat panik. Dia benar-benar tidak menyangka buku catatan yang sudah disembunyikannya malah bisa ditemukan oleh Tim Penegak Hukum. Buku catatan ini berisi detail tentang semua transaksi ilegal dan korupsi dengan berbagai pejabat yang dilakukannya selama bertahun-tahun ini.Awalnya, Rigen menyimpan buku catatan ini agar para pejabat yang bekerja sama dengannya tidak berkhianat, tetapi sekarang ini malah menjadi buku kematiannya. Harta bisa disita dan anak-anak bisa diabaikan, tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya mengelak dari buku penuh dengan tulisan tangannya sendiri.Rigen mengernyitkan alisnya dan keringat dingin mengalir sampai punggungnya basah kuyup."Tuan Rigen, kenapa kamu berkeringat begitu banyak? Apa cuacanya terlalu panas? Apa perlu aku menyuruh orang untuk mengipasimu?" sindir Wirya sambil tersenyum. Bukti yang sudah terkumpul kali ini cukup untuk mem
"Oh? Benarkah? Kalau begitu, serahkan buktinya agar semua orang bisa melihatnya dengan jelas," kata Huston sambil tersenyum."Gulp ...." Mendengar laporan itu, Rigen langsung menelan ludahnya dan keringat dingin mulai mengalir. Hanya dalam waktu setengah hari saja, tidak mungkin semua rahasianya bisa terbongkar.Wirya mengeluarkan setumpuk dokumen dan meletakkannya di atas meja, lalu berkata dengan tegas, "Pertama, aku sudah menyelidiki masalah keuangan Tuan Rigen. Gaya hidup Tuan Rigen jauh melampaui gaji resminya. Dia punya 18 rumah mewah, puluhan kereta mewah, emas, barang antik, lukisan terkenal, dan lainnya. Total asetnya mencapai puluhan triliun.""Dengan gaji resmi Tuan Rigen, setidaknya perlu berhemat dan bekerja keras selama ribuan tahun untuk mengumpulkan puluhan triliun ini. Jadi, aku penasaran, dari mana semua harta ini berasal?"Begitu mendengar perkataan itu, semua mata langsung tertuju pada Rigen. Mereka tahu dia memang korupsi, tetapi mereka tidak menyangka jumlahnya ak
Huston melirik Rigen, lalu mengalihkan pandangannya pada para penasihat lainnya dan berkata sambil tersenyum dingin, "Aku juga akan menyelidiki kalian satu per satu dengan teliti. Lebih baik kalian memastikan diri kalian bersih. Kalau aku menemukan kesalahan atau kejahatan kalian sedikit saja, aku akan menindak kalian sesuai hukum. Nggak ada ampun."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang langsung menjadi panik. Mereka saling menatap dengan bingung dan jantung berdebar. Setelah menyadari Huston benar-benar marah, mereka semua memilih untuk diam dan hanya Rigen yang terus berteriak dengan marah. Mereka tidak menyangka kini malah mereka yang terkena dampaknya.Hampir semua pejabat memiliki catatan yang buruk setelah menjabat di pemerintahan, Raja biasanya hanya berpura-pura tidak tahu dan tidak mempermasalahkan hal ini dengan mereka. Namun, sekarang Huston ini jelas tidak ingin memberi mereka muka lagi. Jika Huston benar-benar menyelidiki mereka sampai ke akar, sebagian besar dari me
"Rigen, Rigen ... aku benar-benar nggak bisa membedakan kamu ini sengaja pura-pura bodoh atau memang bodoh?"Huston tertawa, tetapi tatapannya penuh dengan ketidakpedulian. "Kamu minta bukti fisik, aku sudah memberikannya. Kamu minta saksi, aku juga sudah menyediakannya. Sekarang bukti dan saksi sudah ada, bahkan pelaku sendiri sudah mengaku. Lalu, apa lagi yang kamu inginkan?""Hmph! Dunia politik ini penuh kegelapan. Aku cuma menuntut keadilan agar kamu nggak membunuh orang yang tak bersalah!" Rigen tetap berdiri tegak dengan sikap penuh keadilan.Beberapa pejabat yang tadi mendukungnya kini memilih diam. Mereka sadar bahwa Huston benar-benar marah. Tak ada yang berani terus menantangnya. Yang lebih penting, mereka kehilangan keyakinan mereka.Seperti yang Huston katakan, bukti-bukti kuat telah diletakkan di depan mereka. Tak ada lagi alasan untuk meragukannya.Rigen adalah bagian dari Keluarga Bennett, paman dari Huston. Dia bisa berbicara sesuka hati tanpa rasa takut. Namun, mereka
"Tuan Weker? Tuan Trisno?" Begitu melihat wajah kedua orang itu, Rigen langsung membelalakkan mata, tampak sangat terkejut. "Ka ... kalian? Gimana bisa jadi seperti ini?"Saat ini, dia benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin? Kedua orang ini adalah tokoh besar di Atlandia yang biasanya dihormati ke mana pun mereka pergi. Bahkan, dia sendiri harus memberi hormat kepada mereka.Namun, hanya dalam satu malam, dua pejabat berkuasa yang begitu terhormat telah berubah menjadi tahanan dengan rambut berantakan dan pakaian lusuh."Huston! Ini sudah keterlaluan!" Setelah terkejut, Rigen langsung meledak marah, bahkan cara dia memanggil Huston pun berubah. "Kamu sadar nggak apa yang kamu lakukan? Mereka berdua adalah pilar utama Atlandia!""Mereka adalah tangan kanan Raja! Bahkan juga gurumu dan orang yang lebih tua darimu! Kamu malah memperlakukan mereka seperti ini. Apa kamu masih manusia?""Benar sekali! Mereka telah mengabdi dengan setia pada negara dan rakyat. Kesalahan apa yang mereka lakuk
"Pangeran Huston, jangan bicara sembarangan!" Rigen memasang ekspresi serius. "Aku selalu berjalan di jalan yang benar dan nggak pernah melakukan sesuatu yang melanggar moral. Aku pantas mendapatkan kepercayaan darimu, pantas mendapatkan kepercayaan rakyat. Aku nggak pernah mengecewakan siapa pun!""Kata-katamu terdengar sangat mulia. Kalau kamu memang bersih, kenapa nggak membiarkan Tim Penegak Hukum melakukan penyelidikan?" tanya Huston dengan suara dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, ekspresi Rigen sedikit berubah dan menunjukkan sedikit rasa gelisah. Siapa pejabat yang tidak punya noda di masa lalunya? Jika benar-benar diselidiki, pasti akan ditemukan beberapa kesalahan. Meskipun kesalahan itu tidak terlalu serius, tetap saja akan mencemari reputasi.Namun, di hadapan begitu banyak rekan sejawat, dia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Kalau tidak, bagaimana dia bisa terus berdiri di dunia politik dan mengaku sebagai pejabat yang bersih?"Silakan periksa!" Rigen mengangkat dagunya
Huston yang duduk di kursi mengamati para penasihat yang berpura-pura berwibawa itu dengan tenang dan tidak memberikan tanggapan sedikit pun. Dia bahkan menikmati tehnya dengan santai, seolah-olah tidak peduli dengan tuduhan mereka.Namun, sikap Huston yang cuek ini membuat Rigen dan yang lainnya mengernyitkan alis dan perlahan-lahan berhenti memprotes secara refleks. Mereka sudah berbicara dengan penuh semangat, tetapi Huston malah sama sekali tidak menanggapinya. Bukankah semua ini hanya sia-sia saja?Begitu protesnya perlahan-lahan mereda, Huston akhirnya berkata, "Sudah selesai? Kalau belum, silakan lanjutkan sampai kalian puas.""Pangeran Huston, kami sedang membahas masalah serius denganmu, sikap santaimu ini benar-benar sangat mengecewakan," kata Rigen dengan muram."Masalah serius? Heh ...."Huston mendengus. "Kalian bahkan nggak tahu mana yang benar dan salah pun sudah berani lantang dan menuduhku semena-mena. Bagiku, kalian sama saja sedang melawak.""Kamu ... sombong sekali!