“Kalau kamu nggak kembali, kami semua pasti akan dalam bahaya.” Luther kembali melayangkan sebatang jarum perak. Richard yang hendak meronta langsung tertegun tidak bisa bergerak sama sekali.“Luther, semua ini berkat bantuanmu. Aku mohon bantuanmu untuk menyelamatkan suamiku!” mohon Layla dengan tulus.“Maaf, pengetahuan medisku nggak bisa dibandingkan dengan Pak Yamada. Kamu minta bantuan dia saja,” balas Luther dengan datar.“Pak Yamada?” Layla melihat mayat di ujung ruangan dengan sangat canggung. Seandainya Yamada bisa menyembuhkan suaminya, apa mungkin nyawanya akan melayang?“Luther, aku minta maaf karena telah menyinggungmu. Aku harap kamu nggak masukkan ke hati.” Layla mengambil inisiatif untuk minta maaf.Layla tahu bagaimana kemampuan medis Luther. Hanya saja, jika dibandingkan dengan Yamada, reputasinya masih tergolong rendah.Itulah sebabnya Layla tidak membuat keputusan yang tepat tadi. Sekarang Yamada sudah meninggal. Dia hanya bisa mengandalkan Luther saja.“Kak Luther
Setelah tidak ada gangguan dari yang lain, Luther langsung memukul leher Richard hingga dia kehilangan kesadarannya. Dia mulai melakukan pengobatan dengan serius.Berhubung Richard berlatih teknik iblis, meridian dan organ vitalnya mulai rusak. Apalagi ditambah dengan pengobatan yang diberikan oleh Yamada tadi, kondisi Richard semakin parah lagi.Sekarang Richard bagai balon yang bisa meledak kapan saja. Luther hanya bisa menggunakan teknik akupunkturnya untuk melancarkan aliran darah Richard. Kemudian, dia menggunakan energi sejati untuk melancarkan meridian yang tersumbat dan memulihkan bagian yang terluka. Setelah itu, juga perlu diresepkan obat untuk pemulihan Richard.Detik demi detik berlalu. Satu per satu jarum perak di tangan Luther tak berhenti menusuk ke atas tubuh Richard.Awalnya jarum ditusuk di bagian kepala, dada, lalu bagian perut. Richard yang sekarang sungguh mirip dengan seekor landak saja.Setelah melakukan teknik pengobatan akupunktur, Luther menggerakkan jari tang
“Ahh?” Semua orang terbengong ketika melihat gambaran ini. Apalagi si Irish, kedua matanya terbelalak lebar. Sepertinya dia tidak bisa percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Kenapa Richard bisa menyadarkan dirinya?“Sudah siuman! Ayah sudah siuman!” jerit Lufita dengan kegirangan.“Dia benar-benar sudah bangun? Apa lelaki itu adalah dewa?” Semua orang saling bertukar pandang. Mereka juga merasa syok.Bahkan Yamada saja sudah angkat tangan. Sekarang penyakit Richard malah disembuhkan oleh seorang junior yang tidak terkenal. Semuanya sungguh di luar prediksi mereka.“Gimana Kak Irish? Sekarang kamu tahu betapa hebatnya Kak Luther, ‘kan?” Lufita melirik Irish dengan raut bangga.“Ergh ….” Terlintas ekspresi canggung di wajah Irish. Wajahnya seketika merona.Baru saja Irish mengatakan dirinya akan loncat dari atap rumah sakit jika Richard menyadarkan diri. Sekarang Richard malah ….“Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa ada di sini?” Richard langsung membangkitkan tubuhnya dengan kebingu
“Bukan begitu! Semuanya bukan seperti yang kalian katakan!” Ketika melihat orang-orang memfitnah Luther, Lufita segera menggeleng dan menjelaskan, “Kalian salah paham. Kak Luther bukan orang jahat. Kalian jangan sembarangan bicara!”“Dasar bodoh! Kamu terlalu muda, kamu nggak ngerti betapa kelamnya dunia ini. Berbeda dengan Ayah, Ayah sudah banyak bertemu dengan orang di luar sana. Itulah sebabnya Ayah bisa menyadarinya,” balas Richard dengan serius.“Iya, Lufita. Luther pasti memendam niat buruk. Jangan sampai kamu dikelabui sama dia,” bujuk yang lain.“Aku nggak percaya! Aku nggak percaya! Kak Luther nggak bakal celakai orang!” Kedua mata Lufita tampak memerah. Dia menatap ke sisi Layla, lalu berkata, “Ibu, ngomong, dong! Kak Luther pernah selamatin aku. Sekarang dia juga sudah selamatin Ayah. Kamu melihat dengan mata kepalamu sendiri, ‘kan? Kamu bisa jadi saksi mata, ‘kan?”“Richard, jangan-jangan ada salah paham dalam masalah ini?” Layla mencoba untuk melakukan pembelaan.“Kamu mem
Layla tidak berharap putrinya akan mengikuti langkah anak-anak orang kaya itu.“Kenapa? Kenapa bisa begini?”Saat ini, langit sudah gelap.Setelah Lufita berlari keluar rumah sakit, dia berjongkok di samping lampu jalan dengan menangis terisak-isak.Di bawah pancaran lampu remang, bayangan tubuhnya tampak memanjang. Lufita tidak peduli dengan identitas Luther dan juga tidak peduli dengan kekuasaan maupun kedudukannya. Dia hanya murni menyukai Luther saja. Lufita sungguh tidak habis pikir. Kenapa semua orang malah menentangnya? Apa kedua orang baru boleh bersama jika tidak ada kesenjangan dalam ekonomi? Apa yang harus Lufita lakukan sekarang? Apa dia mengabaikan tentangan semua orang, berusaha untuk mendapatkan cintanya? Atau dia mesti menuruti apa kata keluarganya, memendam rasa suka di hatinya?“Citt!”Pada saat ini, sebuah mobil hitam berhenti di pinggir jalan. Pintu mobil dibuka. Sekelompok lelaki yang menutup wajahnya dengan masker itu berlari menuruni mobil, lalu mengepung Lufita
Pada saat ini, di dalam sebuah pabrik besi telantar.Lufita sedang diikat dan digantung di atas. Kedua matanya pun ditutupi oleh kain hitam. Saat ini, dirinya telah dipukul hingga jatuh pingsan.Kimtara yang berpakaian mewah sedang menikmati steik sapi berkualitas tinggi dengan alkohol. Gerakannya sangatlah anggun. Terlintas senyuman di wajahnya. Dapat terasa wibawa bangsawan dari gerak-geriknya.“Tuan, waktunya sudah lewat. Sasaran kita masih belum datang-datang. Jangan-jangan dia nggak berani datang?” Beberapa saat kemudian, seorang prajurit berpakaian merah masuk dan melapor.“Jangan buru-buru. Tunggu sebentar lagi.” Kimtara meletakkan garpu dan pisaunya, lalu menyeka mulut dengan saputangan. Dia berkata sembari tersenyum, “Aku sudah menyelidikinya. Hubungan Luther dengan Lufita nggak biasa. Dengan karakternya, dia pasti akan menyelamatkan wanita ini.”“Aku khawatir Luther nggak merelakan Jamur Tujuh Warna itu. Bagaimana kalau aku bawa yang lain untuk langsung menyerbu ke Vila Embun
“Lancang!” Prajurit berpakaian merah sangat gusar saat ini. Dia langsung menghunuskan pedang di pinggangnya hendak memulai pertarungan.“Tuan Luther, kalau kamu serahkan Jamur Tujuh Warna kepadaku, aku pasti akan melepaskan kalian berdua. Kalau kamu berani menolak, kalian akan mati!” ancam Kimtara.“Dengan kekuatan kalian, kalian malah ingin membunuhku? Apa kalian sanggup?” Luther tertawa terbahak-bahak.“Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh mencobanya?” Kimtara menjentikkan jari tangannya.“Swoosh!” Prajurit berpakaian merah segera mengarahkan pedang ke sisi Luther. Dia pun menunjukkan senyuman menghina. “Kalian Negara Drago hanyalah pecundang. Hari ini aku akan beri pelajaran kepada kalian!”“Apa katamu?” Raut wajah Luther menjadi dingin. Aura membunuhnya terlintas di wajahnya.Sekitar 80 tahun silam, Negara Dikara pernah menjajah Negara Drago. Pada saat itu, Negara Drago baru selesai dari peperangan. Negara sedang kekurangan personel. Negara Dikara malah memanfaatkan kesempatan untu
Tinjuan Luther menembus dada prajurit berpakaian merah. Darah segar pun bercucuran di atas lantai.“Ergh ….” Prajurit berpakaian merah terbengong di tempat. Dia menunduk menatap tinjuan yang menembus dadanya dengan tatapan tidak percaya. Bukankah warga Negara Dikara hanyalah pecundang? Bukankah prajurit Negara Drago sangat lemah? Kenapa? Kenapa lelaki di hadapannya ini bisa sehebat ini? Dengan rasa kaget, takut, dan tidak rela, prajurit berpakaian merah jatuh berbaring di atas lantai. Dia pun meninggal dengan rasa benci.“Dasar nggak tahu diri!” Luther menunjukkan wajah sinisnya. Lantaran amarahnya masih belum reda, dia pun menginjak kepala prajurit berpakaian merah dengan kuatnya.“Bamm!” Terdengar suara yang sangat keras. Kepala prajurit berpakaian merah bagai semangka yang meledak di tempat. Jasad seketika tak berwujud lagi.Biasanya Luther tidak akan menganiaya jasad. Hanya saja, ucapan prajurit berpakaian merah tadi telah menyentuh batas kesabarannya. Saking kesalnya, dia bahkan