Dean Anderson, anak pertama sekaligus penerus dari semua bisnis yang berada di bawah naungan keluarga Anderson serta Merion Corp. Pria tampan itu banyak digilai oleh wanita yang ada di kota Y. Tidak hanya kota Y, tapi hampir seluruh wanita di negara Z menyukai dan menganguminya. Saat mendengar Dean menjalin hubungan dengan Lucia, semua wanita merasa kecewa dan patah hati. Dalam sekejap, Lucia menjadi pusat perhatian di kota Y semenjak hubungannya dengan Dean tersebar. Banyak yang iri dengannya, banyak juga yang kecewa dan membencinya. Bahkan banyak yang terang-terangan menunjukkan kebecian mereka di depan Lucia. Namun, diabaikan Lucia. Baginya, itu bukanlah hal yang penting untuk diurusi.Meskipun begitu, Lucia merasa sangat bahagia karena bisa menjalin hubungan dengan Dean. Walaupun Dean adalah orang yang kaku dan tidak bisa mengespresikan dengan bebas emosi dan perasaannya dan, tapi Lucia merasa dicintai oleh pria itu. Dean memang bukan tipe pria yang suka mengumbar cinta, bahkan
“Julian, apa Lucia bersamamu?” Nyonya Helia langsung bertanya ketika panggilan telponnya dijawab oleh Julian.“Ada apa, Bibi?” Julian sengaja tidak menjawab karena ingin tahu kenapa Nyonya Helia menanyakan keberadaan Lucia padanya.“Dia belum pulang sampai sekarang. Bibi khawatir dengannya.”Sore tadi, setelah selesai membereskan apartemennya, Lucia berpamitan padanya ingin mengantar Julian kembali ke hotel, tapi hingga pukul 10 malam lewat, putrinya itu belum juga kembali. Pesannya pun belum dibalas hingga saat ini, dan itu membuatnya cemas. Itu sebabnya dia menghubungi Julian untuk menanyakan keberadaan putrinya.“Lucia, ada bersamaku. Bibi jangan khawatir. Lucia akan pulang setelah ini.”Nyonya Helia langsung merasa lega setelah mendengar itu. Jika dia bersama dengan Julian, maka dia tidak perlu cemas lagi. Setidaknya, dia sudah tahu dengan siapa putrinya saat iniSebenarnya, Nyonya Helia bukan tipe orang tua yang suka mengekang anaknya. Dia selalu memberikan kebebasan pada anakny
"Lucia, kau membohongiku lagi.” "Aku tidak berbohong padamu," sanggah Lucia. "Aku sungguh tidak tahu kenapa Julian berada di sini."Dean memiringkan senyumannya seolah tidak percaya dengan ucapan Lucia. “Kalau begitu, kita buktikan saja.” Dean memarkiran mobil tidak jauh dari loby, tempat di mana Julia berdiri.“Kau mau ke mana?” tanya Lucia ketika melihat Dean membuka pintu mobil.“Memastikan ucapanmu.” Setelah itu, Dean turun dari mobil, disusul dengan Lucia. Keduanya berjalan menuju loby untuk menghampiri Julian.“Lucia, kau dari mana saja?” Julian langsung menghampiri Lucia ketika melihatnya semakin dekat. “Aku menghubungimu berkali-kali, tapi tidak kau angkat.” Julian mengabaikan Dean yang berdiri di samping Lucia. “Maaf, Julian. Aku belum memegang ponselku sejak tadi.” Dia justru mematikan nada ponselnya. Maka dari itu, dia tidak tahu kalau ada yang menghubunginya.“Ibumu mengira kau bersamaku. Dia menghubungiku dan menanyakan keberadaanmu.” Julian sempat melirik sesaat pada D
"Berikan aku satu alasan, kenapa aku harus menjauhi Julian?" ujar Lucia dengan berani. "Jika alasanmu bisa kuterima dan masul akal, maka aku akan menjauhinya, jika tidak, aku tidak akan melakukan apa yang kau katakan."Pria di depannya itu, selalu saja mengatakan dirinya adalah miliknya, tapi dia sendiri yang sudah membatalkan pernikahan mereka. Hanya karena mereka pernah menghabiskan satu malam bersama, bukan berarti dia berhak mengklaim dirinya sebagai miliknya. Terlebih setelah mencampakkannya dengan kejam."Karena kau asisten pribadiku. Aku tidak mau selama menjadi asisten pribadiku, kau fokus dengan yang lain."Lucia mengerutkan keningnya. Pria di depannya itu, semenjak kapan menjadi bodoh? Asisten pribadi adalah pekerjaan, dan pertemanan adalah masalah pribadi. Keduanya tidak bisa dicampuradukkan. Lagi pula, tetap dekat dengan Julian, tidak akan memperngaruhi pekerjaannya."Dean, alasanmu tidak bisa kuterima." Usai mengatakan itu, Lucia pergi ke walk in closet untuk mempersiapka
"Tunggu, Nona Rebecca." Jossy berlari ke arah Rebecca yang sudah hampir mencapai pintu."Jossy, kau berani melarangku?" tanya Rebecca setelah berhasil dihentikan oleh Jossy. "Tidak takut Dean memecatmu?"Sekretaris Dean itu nampak bimbang. Bagaimanapun, di dalam ada Lucia, jika Rebecca tahu apa dia tidak akan marah? "Bukan seperti itu, Nona, tapi Tuan Dean sedang tidak ada di dalam."“Aku tahu.” Rebecca menampilkan wajah kesal karena terus dihalangi sekretaris Dean. "Jangan menghalangiku. Aku hanya ingin menunggunya di dalam.”Belum sempat sekretaris Dean menghentikan Rebecca, pintu ruang Dean sudah dibuka olehnya. Rebecca nampak terkejut ketika melihat ada Lucia di dalam ruangan Dean. Pantas saja Jossy melarangnya masuk, ternyata ada mantan Dean di dalam ruangannya.“Kenapa dia ada di sini?” Rebecca bertanya pada Jossy seraya menunjuk Lucia yang nampak duduk di sofa dengan wajah tidak kalah terkejut. Sepertinya, dia juga tidak menyangka kalau Rebecca akan datang ke kantor Dean. Padah
“Aku membawakan sesuatu untukmu.” Rebecca melemparkan senyuman manisnya pada Dean seraya menghampiri pria itu. “Ayo, duduk.” Rebecca mengapit lengan Dean dengan mesra seraya menuntunnya menuju sofa yang dia duduki tadi.“Kenapa tidak bilang padaku kalau akan ke sini?” tanya Dean setelah keduanya duduk bersisian. Lucia yang berada di depan mereka nampak mengamati interaksi keduanya. Tidak bisa dipungkiri kalau hatinya terasa nyeri saat melihat ada wanita lain yang bergelayut manja pada Dean. Dia pikir, hatinya sudah tidak bisa merasakan perasaan sakit lagi, ternyata dia salah. Hanya melihat dudum bersama dengan Rebecca sudan membuat dadanya terasa panas.“Aku haus.” Dean menatap Lucia, kemudian berkata, “Ambilkan minuman untukku dan Rebecca.”Mendengar langsung dari mulut Dean yang menyuruhnya untuk mengambil minuman untuk wanita lain, dadanya kembali berdenyut. Meskipun begitu, sebisa mungkin dia bersikap biasa.“Baik.”
[Lucia, jam berapa kau selesai bekerja?] Pesan dari Julian masuk ke ponsel Lucia saat dia sedang berada di toilet yang berada di lantai paling atas gedung Merion Corp.[Aku tidak tahu. Ada apa, Julian?] Lucia membalas pesan pria itu setelah selesai membasuh tangannya di wastafel yang ada di depan bilik toilet.[Aku ingin aku bicarakan denganmu sebelum aku pulang.]Rencananya, Julian akan pulang keesokan harinya dan akan kembali lagi ke kota Y minggu depan untuk menghadiri undangan pesta dari rekan bisnis ayahnya.[Aku tidak tahu selesai pukul berapa. Akan aku kabari setelah aku selesai bekerja.] Itu adalah balasan yang sudah dikirim oleh Lucia.[Baiklah. Aku tunggu kabar darimu.]Setelah mendapatkan balasan dari Julian, Lucia kembali membalas pesan pri itu, kemudian merapihkan rambutnya dan keluar dari toliet.Sepanjang jalan, Lucia terus berbalas pesan dengan Julian hingga tiba di ujung lorong dan bertemu dengan Nolan. “Nona, Lucia. Tuan Dean mencarimu.”Lucia mendongak usai membalas
“Tunggu di sini,” ucap Dean setelah mobil berhenti di depan sebuah bangunan yang Lucia ketahui adalah butik langganan keluarga Anderson.“Apa saya perlu turun, Tuan?” tanya Nolan sebelum Dean turun dari mobil.“Kau di sini saja.” Usai mengatakan itu, Dean turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke dalam bangunan itu.Lima belas menit berlalu, Dean akhirnya keluar dari sana bersama dengan seorang wanita. Mereka nampak berbincang di depan pintu. Terlihat sangat akrab saat Lucia memperhatikan dari gestur keduanya saat sedang berbicara. Wanita itu, Lucia belum pernah melihatnya selama mengenal Dean. Wanita yang memiliki paras campuran itu terlihat selalu melemparkan senyuman tipis dan sesekali tertawa sambil terus menatap wajah tampan di depannya itu.Kurang dari 3 lima menit berbicara, wanita itu terlihat berjalan bersama dengan Dean ke arah mobilnya dan berhenti di dekat mobil, lebih tepatnya di dekat pintu kemudi. Mereka kembali berbincang sebentar.Tiba-tiba saja wanita itu melihat ke