"Lucia, kau membohongiku lagi.” "Aku tidak berbohong padamu," sanggah Lucia. "Aku sungguh tidak tahu kenapa Julian berada di sini."Dean memiringkan senyumannya seolah tidak percaya dengan ucapan Lucia. “Kalau begitu, kita buktikan saja.” Dean memarkiran mobil tidak jauh dari loby, tempat di mana Julia berdiri.“Kau mau ke mana?” tanya Lucia ketika melihat Dean membuka pintu mobil.“Memastikan ucapanmu.” Setelah itu, Dean turun dari mobil, disusul dengan Lucia. Keduanya berjalan menuju loby untuk menghampiri Julian.“Lucia, kau dari mana saja?” Julian langsung menghampiri Lucia ketika melihatnya semakin dekat. “Aku menghubungimu berkali-kali, tapi tidak kau angkat.” Julian mengabaikan Dean yang berdiri di samping Lucia. “Maaf, Julian. Aku belum memegang ponselku sejak tadi.” Dia justru mematikan nada ponselnya. Maka dari itu, dia tidak tahu kalau ada yang menghubunginya.“Ibumu mengira kau bersamaku. Dia menghubungiku dan menanyakan keberadaanmu.” Julian sempat melirik sesaat pada D
"Berikan aku satu alasan, kenapa aku harus menjauhi Julian?" ujar Lucia dengan berani. "Jika alasanmu bisa kuterima dan masul akal, maka aku akan menjauhinya, jika tidak, aku tidak akan melakukan apa yang kau katakan."Pria di depannya itu, selalu saja mengatakan dirinya adalah miliknya, tapi dia sendiri yang sudah membatalkan pernikahan mereka. Hanya karena mereka pernah menghabiskan satu malam bersama, bukan berarti dia berhak mengklaim dirinya sebagai miliknya. Terlebih setelah mencampakkannya dengan kejam."Karena kau asisten pribadiku. Aku tidak mau selama menjadi asisten pribadiku, kau fokus dengan yang lain."Lucia mengerutkan keningnya. Pria di depannya itu, semenjak kapan menjadi bodoh? Asisten pribadi adalah pekerjaan, dan pertemanan adalah masalah pribadi. Keduanya tidak bisa dicampuradukkan. Lagi pula, tetap dekat dengan Julian, tidak akan memperngaruhi pekerjaannya."Dean, alasanmu tidak bisa kuterima." Usai mengatakan itu, Lucia pergi ke walk in closet untuk mempersiapka
"Tunggu, Nona Rebecca." Jossy berlari ke arah Rebecca yang sudah hampir mencapai pintu."Jossy, kau berani melarangku?" tanya Rebecca setelah berhasil dihentikan oleh Jossy. "Tidak takut Dean memecatmu?"Sekretaris Dean itu nampak bimbang. Bagaimanapun, di dalam ada Lucia, jika Rebecca tahu apa dia tidak akan marah? "Bukan seperti itu, Nona, tapi Tuan Dean sedang tidak ada di dalam."“Aku tahu.” Rebecca menampilkan wajah kesal karena terus dihalangi sekretaris Dean. "Jangan menghalangiku. Aku hanya ingin menunggunya di dalam.”Belum sempat sekretaris Dean menghentikan Rebecca, pintu ruang Dean sudah dibuka olehnya. Rebecca nampak terkejut ketika melihat ada Lucia di dalam ruangan Dean. Pantas saja Jossy melarangnya masuk, ternyata ada mantan Dean di dalam ruangannya.“Kenapa dia ada di sini?” Rebecca bertanya pada Jossy seraya menunjuk Lucia yang nampak duduk di sofa dengan wajah tidak kalah terkejut. Sepertinya, dia juga tidak menyangka kalau Rebecca akan datang ke kantor Dean. Padah
“Aku membawakan sesuatu untukmu.” Rebecca melemparkan senyuman manisnya pada Dean seraya menghampiri pria itu. “Ayo, duduk.” Rebecca mengapit lengan Dean dengan mesra seraya menuntunnya menuju sofa yang dia duduki tadi.“Kenapa tidak bilang padaku kalau akan ke sini?” tanya Dean setelah keduanya duduk bersisian. Lucia yang berada di depan mereka nampak mengamati interaksi keduanya. Tidak bisa dipungkiri kalau hatinya terasa nyeri saat melihat ada wanita lain yang bergelayut manja pada Dean. Dia pikir, hatinya sudah tidak bisa merasakan perasaan sakit lagi, ternyata dia salah. Hanya melihat dudum bersama dengan Rebecca sudan membuat dadanya terasa panas.“Aku haus.” Dean menatap Lucia, kemudian berkata, “Ambilkan minuman untukku dan Rebecca.”Mendengar langsung dari mulut Dean yang menyuruhnya untuk mengambil minuman untuk wanita lain, dadanya kembali berdenyut. Meskipun begitu, sebisa mungkin dia bersikap biasa.“Baik.”
[Lucia, jam berapa kau selesai bekerja?] Pesan dari Julian masuk ke ponsel Lucia saat dia sedang berada di toilet yang berada di lantai paling atas gedung Merion Corp.[Aku tidak tahu. Ada apa, Julian?] Lucia membalas pesan pria itu setelah selesai membasuh tangannya di wastafel yang ada di depan bilik toilet.[Aku ingin aku bicarakan denganmu sebelum aku pulang.]Rencananya, Julian akan pulang keesokan harinya dan akan kembali lagi ke kota Y minggu depan untuk menghadiri undangan pesta dari rekan bisnis ayahnya.[Aku tidak tahu selesai pukul berapa. Akan aku kabari setelah aku selesai bekerja.] Itu adalah balasan yang sudah dikirim oleh Lucia.[Baiklah. Aku tunggu kabar darimu.]Setelah mendapatkan balasan dari Julian, Lucia kembali membalas pesan pri itu, kemudian merapihkan rambutnya dan keluar dari toliet.Sepanjang jalan, Lucia terus berbalas pesan dengan Julian hingga tiba di ujung lorong dan bertemu dengan Nolan. “Nona, Lucia. Tuan Dean mencarimu.”Lucia mendongak usai membalas
“Tunggu di sini,” ucap Dean setelah mobil berhenti di depan sebuah bangunan yang Lucia ketahui adalah butik langganan keluarga Anderson.“Apa saya perlu turun, Tuan?” tanya Nolan sebelum Dean turun dari mobil.“Kau di sini saja.” Usai mengatakan itu, Dean turun dari mobil, lalu melangkah masuk ke dalam bangunan itu.Lima belas menit berlalu, Dean akhirnya keluar dari sana bersama dengan seorang wanita. Mereka nampak berbincang di depan pintu. Terlihat sangat akrab saat Lucia memperhatikan dari gestur keduanya saat sedang berbicara. Wanita itu, Lucia belum pernah melihatnya selama mengenal Dean. Wanita yang memiliki paras campuran itu terlihat selalu melemparkan senyuman tipis dan sesekali tertawa sambil terus menatap wajah tampan di depannya itu.Kurang dari 3 lima menit berbicara, wanita itu terlihat berjalan bersama dengan Dean ke arah mobilnya dan berhenti di dekat mobil, lebih tepatnya di dekat pintu kemudi. Mereka kembali berbincang sebentar.Tiba-tiba saja wanita itu melihat ke
Lucia mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer di depan cermin yang ada di kamar mandi dengan wajah kesal. Dia menatap dirinya di pantulan cermin yang sedang mengenakan bathrobe berwarna putih."Lucia, buka." Terdengar suara Dean berasal dari luar kamar mandi."Tunggu."Meskipun dia masih kesal dengan Dean. Namun, dia tidak bisa mengabaikan panggilan pria itu.Lucia pun berjalan menuju pintu kamar mandi dan membukanya sedikit setelah merapihkan bathtobe yang dia kenakan. "Ada apa?" Dean nampak berdiri di depan kamar mandi dengan pakaian yang sudah diganti. "Cepat keluar, aku lapar."Ketika mendengar itu, Lucia kembali merasa geram dengan pria itu. Kalau bukan karena ulahnya, dia tidak akan mandi dan berlama-lama berada di dalam kamar mandi."Aku tidak memiliki baju."Semua bajunya basah jadi dia hanya mengenakan bathtobe saat ini. Tidak mungkin dia keluar hanya mengenakan itu. Sementara ada Dean juga di kamar itu."Keluarlah. Bajumu sudah ada."Jika dia keluar sekarang, dia akan
"Masuk," titah Dean seraya membuka pintu mobil bagian depan."Aku bisa pulang sendiri, Dean. Kau Tidak perlu mengantarku.""Cepat masuk!" Melihat wajah Dean yang tidak ingin dibantah, Lucia terpaksa menuruti pria itu. Dia akhirnya duduk di kursi depan dengan ekspresi canggung.Setelah Lucia mengatakan kalau dirinya akan bertemu dengan Julian, Dean tidak mengatakan apa pun lagi dan langsung keluar dari kamar itu dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak. Pria itu terus saja bungkam setelah itu.Mulai dari Lucia memasak sampai selesai makan malam, Dean tidak kunjung bicara juga. Baru setelah Lucia berpamitan pulang, Dean akhirnya mengeluarkan suaranya. Itu pun hanya untuk mengatakan kalau dirinya akan mengantar Lucia pulang. Lucia sebenarnya sudah menolak dengan halus tawaran Dean. Namun, pria itu berlalu begitu saja setelah mengatakan dia akan mengantarnya. Dia tidak menggubris penolakan Lucia hingga mereka tiba di depan mobil Bently yang biasa dia pakai untuk mengantar Lucia."Kau pul