“Iya, bos kita itu, ganteng-ganteng nakutin!” ucap Anya yang bisa merasakan horornya perasaan Ruri. Mereka berdua bukan tanpa alasan jelas untuk tidak takut pada Ghani. Keduanya pernah kena semprot sang boss yang sampai membuat mereka lari ke toilet buat nangis-nangis.
Ghani Tenggara, punya wajah yang rupawan, namun sifatnya laksana Iblis kejam. Ketus, tegas dan tempramen, itu kesan yang dimiliki oleh para pekerjanya. Hanya saja, memang bisnis miliknya luar biasa maju pesat. Entah keberuntungan apa yang dimiliki sang CEO. Padahal sikapnya buruk, namun dia selalu bisa membawa semua usahanya maju dan unggul.
“Udah enggak ada kan doi?” tanya Anya lagi.
“Gue serem satu lift sama dia, bisa-bisa sampai takutnya, gue lupa napas.” komen Ruri yang langsung disahuti dengan tawa Anya.
“Kamu itu ya Ri!” ucap Anya sambil memegang pinggang, “Gimana, mau balik ke lift lagi?”
“Enggak ah, kapok, lewat tangga aja.”
“Serius lho, tangga kan lumayan. Udah ah, si bos juga palingan udah pergi makan siang juga.” Anya tampak protes. Yang benar aja, turun tujuh lantai, bisa gempor nih kaki. Mana perut Anya sudah keriukan minta diisi. Jadi, dengan memaksa, Anya menarik lengan Ruri agar mau naik lift.
Mereka berdiri di depan Lift dan tidak beberapa lama Lift terbuka. Lift berisi beberapa orang yang turun dari atas. Sepertinya divisi 3D. mereka bergerombol hingga lift jadi penuh sesak. Untung saja Anya dan Ruri bisa menyempil di antara para cowok dan cewek yang mau makan siang.
**
Alluna benar-benar merasa istimewa sekaligus risih. Di meja mereka, kiri, kanan depan berisi cowok semua. Kawan satu divisi.
“Ayo Luna, jangan dipelototin aja makanannya. Soto ayam disini enak, benar kan Hen?” tawar Sean sambil menyodorkan mangkuk berisi soto ayam. Uapnya masih mengepul dan tercium aroma rempah soto.
“Iya, Iya….taro aja di situ Mas.” ucap Luna dengan malu-malu.
“Hendra yang nemu tempat ini.” terang Budi sambil menyeruput kuah soto.
Alluna tertawa, sedikit rikuh. Memang tetap terasa aneh bergerombol dengan laki-laki. Walau ini acara makan sama-sama sebagai bentuk perkenalan awal--seperti kata Hendra ketika mereka sudah duduk di bangku, tetap saja Alluna bagai perawan disarang penyamun.
Seolah mengerti rasa rikuh dan risih Alluna, ke lima kawan satu divisinya tidak ada yang melempar guyonan gila mereka. Mereka berlima menahan diri demi membuat Alluna nyaman. Sudah empat kali perempuan yang masuk divisi mereka kabur, dan mereka berusaha untuk interopeksi diri. Jadi, kelima cowok ini sepakat untuk memperlakukan Alluna dengan baik, apalagi dari semua perempuan yang masuk ke divisi Chara, ini yang paling manis dan cantik.
Saat itu, Anya dan Ruri masuk. Mereka terkejut karena melihat divisi Chara sedang ngumpul dalam satu meja.
“Lho, ada kalian tho!” Anya langsung menyapa. Karena memang, Anya kebetulan kenal dekat dengan Hendra.
Melihat Anya dan Ruri, terbesitlah ide baik dalam kepala Hendra, lelaki itu kontan berdiri dari duduknya sambil melambai ke arah Anya dan Ruri.
“Nya, ngabung saja sama kita!” seru Hendra.
Anya memandang ke arah Ruri yang memberi isyarat dengan mengangkat sedikit bahunya. Ruri menyerahkan keputusan pada Anya.
Anya kemudian berjalan mendekat, diekori dengan Ruri. Para laki-laki langsung bersikap ramah pada Anya dan Ruri. Mereka mengenal kedua gadis itu satu lantai dengan mereka. Walau jarak tempat kerja mereka berbeda, kalau divisi Chara berada di wilayah East, sedang marketing berada di West.
Hendra dengan sigap mengambil satu meja lalu mengemati meja yang sudah dia pakai dengan meja baru hingga bentuknya menjadi memanjang. Budi dengan penuh pengertian pun mencari kursi dan meletakkannya untuk kedua gadis yang baru akan bergabung dengan mereka.
Ruri dan Anya jadi tidak bisa menolak kalau sudah diperlakukan bak ratu seperti itu. Keduanya kemudian duduk berdampingan.
“Eh, divisi Chara ada staf baru ya?”
“Hai, perkenalkan, saya Alluna, kebetulan hari ini baru masuk ke Divisi Chara.” ucap Luna sambil melambai ke arah cewek-cewek yang duduk berselang dua orang dari Alluna.
Anya dan Ruri membalas lambaian tangan Luna. “Hai, aku Anya. Sorry enggak bisa salaman. Aku dari Marketing. Ini teman aku, Ruri, kami sama-sama marketing.”
Kali ini Ruri yang melambai ke arah Alluna.
“Kalo gue Sean, dan ini temen gue Budi.” Sean mendadak memperkenalkan diri.
“Kayak upin ipin aja ya.” Ruri menyahuti dengan sakartis.
“Yelaha Peang, yang lain juga udah kenal kali sama elu dan elu!” kali ini Giring yang menyahuti, membuat dua perempuan dari marketing tersebut senyum nyaris tertawa.
Benar-benar kalau gokil, cowok memang jagonya.
Anya memandang ke arah Hendra, “Enak ya, sekarang ada cewek di divisi kalian. Baik-baik jangan sampai kabur lagi.” ucap Anya seolah sedang menasehati Hendra yang disambut dengan senyum Hendra.
“Gue malah tadi cemas, takutnya Alluna langsung tulis surat pengajuan diri, habis tadi dipanggil sama Pak Ghani lama.” Iwan menimpali percakapan, “Tuh, Si Hendra sampai cemas. Takut Luna diapa-apain sama Pak Ghani.”
“Apaan sih….” Alluna langsung berujar, mendadak dikepalanya dia ingat ciuman dari Ghani. Wajah Alluna kontan memerah sendiri mengingat adegan tersebut.
“Eh, seriusan, lama diruang Pak Ghani?” Anya langsung membelalakkan matanya.
“Enggak, enggak lama kok.” Alluna buru-buru menimpali, dia sendiri padahal tidak yakin berapa lama diruangan Ghani.
Budi melihat ke arah jamnya, “Kayaknya tadi ada sekitar dua puluh menitan ya. Benar enggak Hen?”
Alluna membelalakan matanya. Masa sih selama itu dia di dalam ruangan Ghani.
Anya langsung terlihat prihatin, “Tapi Alluna tidak dimarahin kan?”
“Enggak…enggak kok.” Alluna langsung menggerakkan dua tangannya dengan sangat cepat. Perasaannya jadi gugup kalau mereka semua sudah mulai membicarakan kejadian tadi pagi. Padahal sama Alluna kejadian itu mau dia enyahkan dari otaknya.
“Udeh…udeh, kasihan Luna kalau ditanya melulu soal tadi pagi. Enakan ngomong yang lain kan. Misalnya, Luna kamu udah punya pacar belum?” tanya Giring yang langsung dilempar wortel asinan oleh Iwan dan Sean.
“Modus lu!!” teriak keduanya yang langsung membuat Alluna tertawa.
Anya lantas berdiri, “Alluna, pindah di dekat kita saja. Di dekat cowok-cowok ini bakal dimodusin.” ucap Anya yang langsung disikapi Alluna dengan gembira. Luna senang sekali akhirnya ada perempuan pertama yang langsung mengajaknya duduk bersama. Memang, kalau jadi cewek ya mesti bareng sama cewek lagi.
“Ya….Luna pindah deh, elu sih Ji, modus, jadinya Luna pindah deh,” keluh Iwan yang memang duduknya samping Alluna persis.
Alluna langsung duduk di samping Anya, membuat Anya langsung memandang para cowok dengan sikap bangga, “Eh, cowok-cowok, disini grup cewek ya!” serunya.
Para cowok langsung berkoor rame-rame menguapkan kekecewaan mereka.
**
Alluna mendapat tugas untuk pergi ke Divisi cerita yang berada di lantai empat. Karena itu walau dia belum apal-apal amat kantor, Alluna beranjak juga ke depan lift, tepat ketika dia menekan tombol lift, pintu lift terbuka dan ada Ghani di dalam lift.
Alluna jadi bingung, antara ingin masuk atau tidak. Tapi Ghani yang memegang tombol bertanya dengan menaikkan alis, “Kamu mau masuk atau tidak?”
“Eh, nanti aja pak, saya mau ke bawah, bapak mau ke atas kan?”
Ghani mengerutkan alisnya. Lantas lelaki itu mendekat ke arah pintu Lift dan sesuatu yang tidak terduga terjadi, Ghani menarik masuk Alluna ke dalam Lift.
Pintu Lift tertutup dan Ghani menatap Alluna yang masih melongo di sampingnya.
“Kenapa?” tanya Ghani yang seperti menantang.
Alluna menggeleng, bingung sendiri. Ghani mengeluarkan telepon dari saku jasnya. Dia menelepon seseorang, “Halo, bisa tolong matikan CCTV untuk lift nomor 433. oke, terimakasih.” setelahnya Ghani menutup telepon lantas berjalan mendekat ke arah Alluna. Karena merasa gugup, sontak Alluna melangkah mundur sampai tubuhnya langsung bertemu dengan dinding Lift.
“Bapak Mau apa?” tanya Alluna dengan cemas.
Ghani tersenyum, lalu tangannya diletakkan di dinding, seolah tengah membentengi Alluna. Awalnya Ghani hanya menggunakan satu tangan, tapi sekarang dia menggunakan dua tangannya hingga Luna terjebak dalam lingkaran tubuh Ghani.
“Truth or Dare! Apa makanan kesukaan saya?”
What!! Luna menatap ke arah sang bos, lantas kontan mulutnya berbicara, “Mana saya tahu!!” seru Alluna.
“Wrong answer!” Ghani menjawab senang, dan membuat Alluna langsung mengatupkan dua tangannya menutupi mulutnya.
Ghani mengulurkan tangan, memegang dua tangan Alluna yang masih menutup bibirnya. Tidak lagi!! jerit Alluna dalam hati, bisa-bisanya dia kalah sama permaian sang bos. Tangan Ghani ternyata begitu kuat, tangan Alluna bisa dilepaskannya dari saling bertautan. Wajah Alluna sudah semakin ketakutan, lalu Ghani mendekat ke arah Alluna, hendak mencium bibirnya. Alluna otomatis memejamkan mata, ketakutan.
Cup!
Ghani menciumnya hanya di kening. Alluna membuka sebelah matanya, dan wajah Ghani teramat dekat dengannya.Ghani yang melihat wajah Alluna yang pucat langsung tertawa keras.Ternyata bisa melihat beragam wajah Alluna itu sangat menyenangkan. Ketakutannya, kecemasannya, wajah malunya. Semua menggemaskan. Ghani jadi tidak tega untuk mencium bibir Alluna. Makanya, sebagai gantinya, dia mencium kening gadis itu. Agar dirinya tidak disangka serigala atau predator."Eh? Dikening?"Ghani tampak berkacak pinggang, "Kamu tidak puas? Mau dibibir lagi?""Enggak…enggak pak!" Alluna langsung menggeleng sekuat-kuatnya membuat Ghani menjadi gemas sendiri. Kenapa kok cewek ini terlihat imut dimatanya."Ini namanya menyerang Pak…" Alluna langsung berkomentar."Apa kamu bilang?""Menyerang. Bapak menyerang karyawati bapak sendiri." sekarang Alluna berani bersuara."Kalau kamu tidak suka, kamu bisa berhenti dari tempat ini. Sudah saya bilang diawal kan, saya hanya meneruskan permainan yang sudah kamu mu
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ghani sambil menatap dua pekerjanya.Amar dan Anya saling pandang."Aku ulang, apa yang kalian bicarakan?" Ghani mengulang ucapannya. Suaranya tetap tenang, namun kedua karyawannya merasakan sesuatu menusuk."Tidak Pak, ini hanya soal karyawan di divisi Chara Pak." ucap Amar mencoba untuk jujur.Ghani menaikkan satu alisnya, "Memang kenapa dengan karyawan di divisi Chara?""Saya…saya hanya mencoba untuk meminta nomor kontaknya Pak." jawab Amar dengan nada suara gugup.Ghani sekarang memutar tubuhnya menghadap dua karyawannya. Binar matanya berkilat mengancam. Amar bahkan dapat merasakan bulu-bulu halus tangannya meremang.Mendadak suara isyarat dari pintu lift yang akan terbuka berbunyi. Kedua orang tersebut saling berpandangan ketika Ghani menghadapkan wajahnya ke arah pintu lift yang terbuka. Di depan pintu lift beberapa orang menunggu dan terkejut melihat Ghani ada di dalam lift."Maaf Pak, kami permisi dulu." Anya segera mengangguk dan mencoba me
Alluna menahan napas. Mata keduanya demikian dekat. Alluna bahkan bisa menangkap seluruh sisi Ghani dengan sangat sempurna. Wajahnya yang mulus, alis matanya yang tebal sampai di ujung mata. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis berkilat sedikit kemerahan. Di sisi dagunya ada jambang-jambang kecil. Mata lelaki itu bulat campuran antara cokelat muda dan tua.Ghani mendekat lagi, mencoba menutup jarak antara mereka. Mata Ghani terkunci pada bibir Alluna yang tampak sedikit terbuka. Dengan warna merah berkilat karena lipstik. Bibir itu sensual. Ghani tidak bisa melupakan ciuman lembut yang dia rasakan ketika gadis itu menciumnya di Bar, membuat degup aneh bergerak-gerak di dalam dadanya. Sudah lama sekali Ghani tidak mencium bibir perempuan, dan dia merasa haus akan hal tersebut.Dalam posisi sama-sama berada di atas sofa, dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Alluna, dan tentu saja lebih menguntungkan bagi Ghani. Ghani kemudian menggerakkan tangannya, menyentuh pipi A
"Luna, kau mau bareng pulangnya?" tanya Anya ketika menghampiri meja Alluna. Gadis itu sudah memegang tasnya dan menyampirkan di sisi pundaknya. Ruri yang berada di belakangnya menunggu sambil merapihkan rambutnya dengan sisir.Luna menghentikan pekerjaannya, dia segera mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Anya, "Sepertinya aku masih harus merapihkan pekerjaanku Nya." sahut Alluna dengan wajah seperti memelas. Pekerjaan yang diberikan Hendra tadi belum berhasil dia selesaikan tepat waktu."Oke kalau begitu, aku duluan ya." sahut Anya sambil menunjuk ke arah Ruri, "Ruri sudah menungguku."Alluna mengacungkan jempolnya. Anya kemudian berjalan meninggalkan meja Alluna dan menggandeng tangan Ruri untuk meninggalkan lorong kantor menuju lift.Iwan, Sean dan Giring juga tengah bersiap. Hendra masih sibuk menggambar di meja komputernya. Sean mendekati Hendra."Bro, jadi nggak kita nongkrong?" tanya Sean.Hendra melihat ke arah jam tangannya, dia segera menggeliat dan kemudian bergerak me
"kita putar botol ini, yang diarahkan moncong botol ini, dia yang menerima tantangan, gimana? Truth or dare!!!" Tantang Lestari sambil menunjuk pada ujung botol minuman Bir bintang yang sudah habis dilibasnya.Empat temannya saling berpandangan, lalu lestari mengerling ke arah Alluna. Meminta ijin gadis itu. Hari ini memang harinya Alluna. Hari ini Alluna merayakan hari penerimaan pertamanya di kantor idamannya, sebuah perusahaan desain game, PT Virtual Arc. Sebuah perusahaan game yang bergerak dalam desain game yang tengah populer saat ini, TREASURE.Untuk merayakan keberhasilan Alluna karena diterima di perusahaan bonafit yang diimpikan, sohib-sohib karibnya di SMA pergi ke klub di hari kamis-hari ladys night.Mereka berlima yang terdiri dari Lestari, Imuy, Amba, Sinar dan Alluna memakai pakaian paling cantik dan mengambil satu meja khusus untuk mereka berlima.Mula-mula mereka memperhatikan para pengunjung, lalu bergosip, kemudian timbullah ide untuk melakukan permainan truth or da
Alluna membelakakan mata, dia tidak menyangka bahwa lelaki asing yang diciumnya itu malah membalas ciumannya. Dan sialnya lagi, lelaki itu adalah seorang pencium yang handal!Eh, memangnya boleh menyebut ciuman kayak gitu handal! Harusnya cowok jenis ini dikategorikan sebagai Playboy. Kalau ciuman nya sebagus ini, cowok ini pasti sudah banyak pengalaman.Satu menit, keduanya berciuman selama satu menit, dan rasanya napas Alluna nyaris habis akibat ciuman tanpa jeda itu.Lelaki asing itu mendekap pinggang Alluna dengan ketat, seolah memenjara Alluna agar tidak bisa kabur begitu saja.Alluna langsung mendorong tubuh lelaki itu ketika sang orang asing hendak melanjutkan ciuman ronde kedua.Dia gila!Lelaki itu menatap ke arah Alluna, lalu tersungging senyum, "Apa kita tidak melanjutkannya lagi?" Godanya.Alluna mendelik ke arah laki-laki itu, pengennya dia menceramahi lelaki itu, namun kemudian Luna mengurungkan niatnya. Yang mula-mula mencium kan memang dirinya. Jadi, gadis itu langsung
Tidak biasanya Ghani berdiri menyambut staf baru, biasanya dia hanya melihat dari balik mejanya, tanpa berdiri, berdialok sebentar lalu kemudian dia akan menyuruh staf baru itu keluar untuk segera bergabung dengan timnya. Namun, kali ini berbeda. Ghani berdiri dari duduknya, lantas dia keluar dari balik mejanya dan mengancingkan jas miliknya. Matanya menyapu Alluna dengan seksama membuat gadis itu merasa rikuh.“Siapa namamu?” tanya Ghani sebelum Hendra memperkenalkan diri.“Saya Alluna Pak.”“Hm, Alluna…Luna…pasti panggilanmu Luna?”Alluna yang dari tadi jantungnya berdegup-degup tidak terkendali berusaha menahan diri. Gadis itu mengangguk ketika Ghani menyebutkan nama panggilannya. Mata Ghani masih menatapi Alluna, seolah tengah memindai keseluruhan gadis itu, bahkan Luna merasa mata itu seolah menembus sampai ke organ terdalamnya.Ghani mengulum senyum, lalu dia menggerakkan tangannya pada Hendra, “Hen, kamu keluar dulu, ada yang mau aku tanyakan pada staf baru kita ini.” ucap Gha
Alluna langsung mendorong tubuh Ghani menjauh. Wajah Alluna makin memerah, lalu dia langsung mengapus bibirnya dengan lengannya.“Pak!!” seru Alluna dengan panik.“Kan sudah saya bilang tadi, kalau kamu salah menjawab, hukumannya adalah ciuman. Seperti permainanmu bukan?”“Bapak tidak bisa begitu, itu pelecehan namanya!” kali ini Alluna menjawab dengan galak.“Oh, pelecehan? Berarti harusnya yang kamu lakukan pada saya saat itu juga disebut pelecehan tentunya. Mendadak menepuk pundak orang lantas menyerang dengan ciuman begitu saja. Apa kamu pikir itu bukan pelecehan. Jangan kamu pikir hanya perempuan yang bisa menyebut pelecehan, lelaki juga bisa!” Ghani berkata galak dan ucapannya berhasil membuat Alluna terdiam.“Dengar, permainan ini kamu yang mulai, maka aku akan meneruskannya. Selama kamu bekerja ditempat ini, kamu tidak akan bisa menghindari permainan ini. Aku yang bertanya dan kamu menjawab. Bila jawaban kamu melenceng atau salah, maka hukumannya sebuah ciuman!”Alluna bingung
"Luna, kau mau bareng pulangnya?" tanya Anya ketika menghampiri meja Alluna. Gadis itu sudah memegang tasnya dan menyampirkan di sisi pundaknya. Ruri yang berada di belakangnya menunggu sambil merapihkan rambutnya dengan sisir.Luna menghentikan pekerjaannya, dia segera mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Anya, "Sepertinya aku masih harus merapihkan pekerjaanku Nya." sahut Alluna dengan wajah seperti memelas. Pekerjaan yang diberikan Hendra tadi belum berhasil dia selesaikan tepat waktu."Oke kalau begitu, aku duluan ya." sahut Anya sambil menunjuk ke arah Ruri, "Ruri sudah menungguku."Alluna mengacungkan jempolnya. Anya kemudian berjalan meninggalkan meja Alluna dan menggandeng tangan Ruri untuk meninggalkan lorong kantor menuju lift.Iwan, Sean dan Giring juga tengah bersiap. Hendra masih sibuk menggambar di meja komputernya. Sean mendekati Hendra."Bro, jadi nggak kita nongkrong?" tanya Sean.Hendra melihat ke arah jam tangannya, dia segera menggeliat dan kemudian bergerak me
Alluna menahan napas. Mata keduanya demikian dekat. Alluna bahkan bisa menangkap seluruh sisi Ghani dengan sangat sempurna. Wajahnya yang mulus, alis matanya yang tebal sampai di ujung mata. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis berkilat sedikit kemerahan. Di sisi dagunya ada jambang-jambang kecil. Mata lelaki itu bulat campuran antara cokelat muda dan tua.Ghani mendekat lagi, mencoba menutup jarak antara mereka. Mata Ghani terkunci pada bibir Alluna yang tampak sedikit terbuka. Dengan warna merah berkilat karena lipstik. Bibir itu sensual. Ghani tidak bisa melupakan ciuman lembut yang dia rasakan ketika gadis itu menciumnya di Bar, membuat degup aneh bergerak-gerak di dalam dadanya. Sudah lama sekali Ghani tidak mencium bibir perempuan, dan dia merasa haus akan hal tersebut.Dalam posisi sama-sama berada di atas sofa, dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Alluna, dan tentu saja lebih menguntungkan bagi Ghani. Ghani kemudian menggerakkan tangannya, menyentuh pipi A
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ghani sambil menatap dua pekerjanya.Amar dan Anya saling pandang."Aku ulang, apa yang kalian bicarakan?" Ghani mengulang ucapannya. Suaranya tetap tenang, namun kedua karyawannya merasakan sesuatu menusuk."Tidak Pak, ini hanya soal karyawan di divisi Chara Pak." ucap Amar mencoba untuk jujur.Ghani menaikkan satu alisnya, "Memang kenapa dengan karyawan di divisi Chara?""Saya…saya hanya mencoba untuk meminta nomor kontaknya Pak." jawab Amar dengan nada suara gugup.Ghani sekarang memutar tubuhnya menghadap dua karyawannya. Binar matanya berkilat mengancam. Amar bahkan dapat merasakan bulu-bulu halus tangannya meremang.Mendadak suara isyarat dari pintu lift yang akan terbuka berbunyi. Kedua orang tersebut saling berpandangan ketika Ghani menghadapkan wajahnya ke arah pintu lift yang terbuka. Di depan pintu lift beberapa orang menunggu dan terkejut melihat Ghani ada di dalam lift."Maaf Pak, kami permisi dulu." Anya segera mengangguk dan mencoba me
Ghani menciumnya hanya di kening. Alluna membuka sebelah matanya, dan wajah Ghani teramat dekat dengannya.Ghani yang melihat wajah Alluna yang pucat langsung tertawa keras.Ternyata bisa melihat beragam wajah Alluna itu sangat menyenangkan. Ketakutannya, kecemasannya, wajah malunya. Semua menggemaskan. Ghani jadi tidak tega untuk mencium bibir Alluna. Makanya, sebagai gantinya, dia mencium kening gadis itu. Agar dirinya tidak disangka serigala atau predator."Eh? Dikening?"Ghani tampak berkacak pinggang, "Kamu tidak puas? Mau dibibir lagi?""Enggak…enggak pak!" Alluna langsung menggeleng sekuat-kuatnya membuat Ghani menjadi gemas sendiri. Kenapa kok cewek ini terlihat imut dimatanya."Ini namanya menyerang Pak…" Alluna langsung berkomentar."Apa kamu bilang?""Menyerang. Bapak menyerang karyawati bapak sendiri." sekarang Alluna berani bersuara."Kalau kamu tidak suka, kamu bisa berhenti dari tempat ini. Sudah saya bilang diawal kan, saya hanya meneruskan permainan yang sudah kamu mu
“Iya, bos kita itu, ganteng-ganteng nakutin!” ucap Anya yang bisa merasakan horornya perasaan Ruri. Mereka berdua bukan tanpa alasan jelas untuk tidak takut pada Ghani. Keduanya pernah kena semprot sang boss yang sampai membuat mereka lari ke toilet buat nangis-nangis.Ghani Tenggara, punya wajah yang rupawan, namun sifatnya laksana Iblis kejam. Ketus, tegas dan tempramen, itu kesan yang dimiliki oleh para pekerjanya. Hanya saja, memang bisnis miliknya luar biasa maju pesat. Entah keberuntungan apa yang dimiliki sang CEO. Padahal sikapnya buruk, namun dia selalu bisa membawa semua usahanya maju dan unggul.“Udah enggak ada kan doi?” tanya Anya lagi.“Gue serem satu lift sama dia, bisa-bisa sampai takutnya, gue lupa napas.” komen Ruri yang langsung disahuti dengan tawa Anya.“Kamu itu ya Ri!” ucap Anya sambil memegang pinggang, “Gimana, mau balik ke lift lagi?”“Enggak ah, kapok, lewat tangga aja.”“Serius lho, tangga kan lumayan. Udah ah, si bos juga palingan udah pergi makan siang ju
Alluna langsung mendorong tubuh Ghani menjauh. Wajah Alluna makin memerah, lalu dia langsung mengapus bibirnya dengan lengannya.“Pak!!” seru Alluna dengan panik.“Kan sudah saya bilang tadi, kalau kamu salah menjawab, hukumannya adalah ciuman. Seperti permainanmu bukan?”“Bapak tidak bisa begitu, itu pelecehan namanya!” kali ini Alluna menjawab dengan galak.“Oh, pelecehan? Berarti harusnya yang kamu lakukan pada saya saat itu juga disebut pelecehan tentunya. Mendadak menepuk pundak orang lantas menyerang dengan ciuman begitu saja. Apa kamu pikir itu bukan pelecehan. Jangan kamu pikir hanya perempuan yang bisa menyebut pelecehan, lelaki juga bisa!” Ghani berkata galak dan ucapannya berhasil membuat Alluna terdiam.“Dengar, permainan ini kamu yang mulai, maka aku akan meneruskannya. Selama kamu bekerja ditempat ini, kamu tidak akan bisa menghindari permainan ini. Aku yang bertanya dan kamu menjawab. Bila jawaban kamu melenceng atau salah, maka hukumannya sebuah ciuman!”Alluna bingung
Tidak biasanya Ghani berdiri menyambut staf baru, biasanya dia hanya melihat dari balik mejanya, tanpa berdiri, berdialok sebentar lalu kemudian dia akan menyuruh staf baru itu keluar untuk segera bergabung dengan timnya. Namun, kali ini berbeda. Ghani berdiri dari duduknya, lantas dia keluar dari balik mejanya dan mengancingkan jas miliknya. Matanya menyapu Alluna dengan seksama membuat gadis itu merasa rikuh.“Siapa namamu?” tanya Ghani sebelum Hendra memperkenalkan diri.“Saya Alluna Pak.”“Hm, Alluna…Luna…pasti panggilanmu Luna?”Alluna yang dari tadi jantungnya berdegup-degup tidak terkendali berusaha menahan diri. Gadis itu mengangguk ketika Ghani menyebutkan nama panggilannya. Mata Ghani masih menatapi Alluna, seolah tengah memindai keseluruhan gadis itu, bahkan Luna merasa mata itu seolah menembus sampai ke organ terdalamnya.Ghani mengulum senyum, lalu dia menggerakkan tangannya pada Hendra, “Hen, kamu keluar dulu, ada yang mau aku tanyakan pada staf baru kita ini.” ucap Gha
Alluna membelakakan mata, dia tidak menyangka bahwa lelaki asing yang diciumnya itu malah membalas ciumannya. Dan sialnya lagi, lelaki itu adalah seorang pencium yang handal!Eh, memangnya boleh menyebut ciuman kayak gitu handal! Harusnya cowok jenis ini dikategorikan sebagai Playboy. Kalau ciuman nya sebagus ini, cowok ini pasti sudah banyak pengalaman.Satu menit, keduanya berciuman selama satu menit, dan rasanya napas Alluna nyaris habis akibat ciuman tanpa jeda itu.Lelaki asing itu mendekap pinggang Alluna dengan ketat, seolah memenjara Alluna agar tidak bisa kabur begitu saja.Alluna langsung mendorong tubuh lelaki itu ketika sang orang asing hendak melanjutkan ciuman ronde kedua.Dia gila!Lelaki itu menatap ke arah Alluna, lalu tersungging senyum, "Apa kita tidak melanjutkannya lagi?" Godanya.Alluna mendelik ke arah laki-laki itu, pengennya dia menceramahi lelaki itu, namun kemudian Luna mengurungkan niatnya. Yang mula-mula mencium kan memang dirinya. Jadi, gadis itu langsung
"kita putar botol ini, yang diarahkan moncong botol ini, dia yang menerima tantangan, gimana? Truth or dare!!!" Tantang Lestari sambil menunjuk pada ujung botol minuman Bir bintang yang sudah habis dilibasnya.Empat temannya saling berpandangan, lalu lestari mengerling ke arah Alluna. Meminta ijin gadis itu. Hari ini memang harinya Alluna. Hari ini Alluna merayakan hari penerimaan pertamanya di kantor idamannya, sebuah perusahaan desain game, PT Virtual Arc. Sebuah perusahaan game yang bergerak dalam desain game yang tengah populer saat ini, TREASURE.Untuk merayakan keberhasilan Alluna karena diterima di perusahaan bonafit yang diimpikan, sohib-sohib karibnya di SMA pergi ke klub di hari kamis-hari ladys night.Mereka berlima yang terdiri dari Lestari, Imuy, Amba, Sinar dan Alluna memakai pakaian paling cantik dan mengambil satu meja khusus untuk mereka berlima.Mula-mula mereka memperhatikan para pengunjung, lalu bergosip, kemudian timbullah ide untuk melakukan permainan truth or da