Ghani menciumnya hanya di kening. Alluna membuka sebelah matanya, dan wajah Ghani teramat dekat dengannya.
Ghani yang melihat wajah Alluna yang pucat langsung tertawa keras.Ternyata bisa melihat beragam wajah Alluna itu sangat menyenangkan. Ketakutannya, kecemasannya, wajah malunya. Semua menggemaskan. Ghani jadi tidak tega untuk mencium bibir Alluna. Makanya, sebagai gantinya, dia mencium kening gadis itu. Agar dirinya tidak disangka serigala atau predator."Eh? Dikening?"Ghani tampak berkacak pinggang, "Kamu tidak puas? Mau dibibir lagi?""Enggak…enggak pak!" Alluna langsung menggeleng sekuat-kuatnya membuat Ghani menjadi gemas sendiri. Kenapa kok cewek ini terlihat imut dimatanya."Ini namanya menyerang Pak…" Alluna langsung berkomentar."Apa kamu bilang?""Menyerang. Bapak menyerang karyawati bapak sendiri." sekarang Alluna berani bersuara."Kalau kamu tidak suka, kamu bisa berhenti dari tempat ini. Sudah saya bilang diawal kan, saya hanya meneruskan permainan yang sudah kamu mulai. Jadi bersiaplah setiap hari."ucap Ghani sambil menekan tombol di lift, lalu mendadak lift terhenti.Pintu lift terbuka, Ghani meninggalkan Alluna yang masih mematung dengan wajah yang sudah seperti udang rebus.Pintu lift menutup kembali, membuat Alluna langsung menyentuh dadanya. Dari tadi debaran di jantungnya luar biasa ribut, seperti ada ribuan ngengat yang berkerumun di batang jantungnya. Tangan Alluna juga mulai bergetar. Alluna melihat telapak tangannya. Dia dapat merasakan ujung jarinya bergetar seperti habis terkena setrum ringan. Alluna kemudian mengepalkan tangannya, menarik napas dan membuangnya kuat-kuat.Tidak akan pernah! Alluna tidak akan pernah melepaskan pekerjaan yang dia sukai itu. Bekerja di tempat itu adalah impiannya, lagipula gaji di tempat ini besar. Alluna hanya harus membuktikan pada bos menyebalkan Ghani itu bahwa dia akan bertahan dan akan menang dalam tantangan game yang dia mainkan. Alluna tidak akan kalah, walau biasanya dalam permainan Truth or Dare dia selalu kurang beruntung.Ketika tengah menguatkan tekat, pintu Lift terbuka dan Anya menandang Alluna yang berada di sudut lift bersender."Lho, Luna, darimana?"Alluna menunjuk ke atas."Ke bagian 3D?""Bukan, mau ke divisi story.""Itu kan di bawah?" tanya Anya sambil masuk ke dalam lift. Gadis itu menunjuk ke arah bawah lift dengan wajah heran."Iya. Tadi kebawa ke atas. Soalnya barengan sama yang mau ke lantai atas." ucap Alluna sambil tersenyum kikuk."Oh." Anya mengangguk, "Eh ya, kamu pulang pakai apa?""Motor." jawab Alluna."Enak ya bisa naik motor sendiri. Padahal aku bisa aja ambil motor, tapi karena tidak bisa naik motor, jadi…aku terpaksa naik Transjakarta.""Kenapa enggak belajar?""Udah, dulu, terus jatuh dan tanganku patah. Sejak itu aku takut naik motor." terang Anya sambil memperlihatkan tangannya yang pernah patah."Oh, tidak berani coba lagi?""Waktu jatuh itu, aku sampai trauma pergi pake motor. Sekarang sih udah enggak trauma lagi, tapi masih takut pegang motor sendiri. Rasanya tiba-tiba jalan di depan jadi berkelok-kelok gitu terlihatnya." terang Anya.Tepat ketika itu pintu lift terbuka. Seorang lelaki masuk dan langsung menyapa Anya. "Hai Nya," lelaki itu sekarang memandang ke arah Alluna dan alisnya berkerut karena merasa tidak kenal dan tidak pernah melihat Alluna. Sebagai salah satu pekerja yang cukup tenar dan mengenal banyak orang di banyak divisi, agak aneh juga ketika dia sampai melewatkan cewek semanis Alluna."Wah, anak baru?" tanya lelaki itu dengan ramah."Wah, hebat langsung tahu. Ini Anya, dia dari bagian Chara. Nah, Luna, ini Amar dia juga sama bagian marketing. Tadi dia enggak ada di kantor karena lagi tugas luar."Amar langsung mengulurkan tangan. Pemuda tampan dengan rambut ikal itu bertindak cepat. Alluna pun menyambut uluran tangan lelaki itu."Akhirnya divisi Chara dapat staf cewek ya. Divisi itu paling dekat dengan Pak Ghani kan." celoteh Amar sambil melirik ke arah Luna."Heh, jangan lirik-lirik, nanti naksir lho!" Anya langsung menyengol Amar yang melirik ke arah Alluna. Mendapat senggolan dan sindiran halus membuat Amar jadi salah tingkah."Apa sih kamu Nya, enggak bisa lihat orang seneng apa?" Amar tampak ngedumel.Saat itu pintu lift terbuka. Alluna sudah sampai di lantai empat. Alluna segera menepuk pundak Anya dan kemudian keluar dari lift setelah sebelumnya memberi anggukan kecil pada Amar.Amar masih memandangi Alluna sampai pintu tertutup. Setelah pintu tertutup, Anya langsung memukul lengan Amar dengan gemas, "Kamu tuh enggk bisa lihat cewek jidatnya licin langsung mupeng mukanya!""Eh, emang kenapa? Dia manis sih.""Awas ya, jangan dijadiin inceran. Dia masih baru, masih Fresh." Anya mengingatkan sambil mengacungkan jari telunjuknya dengan sikap mengancam."Yah elah Nya, kenapa sih galak banget kamu." celoteh Amar sambil menggosok-gosok dagunya yang tidak berjenggot."Apaan sih kamu!""kasih dong gue kesempatan Nya, mumpung ketemu tipe gue banget.""Eit, Eit…. tidak boleh!"Ketika mereka tengah berdebat, mendadak pintu lift terbuka. Ghani masuk dan membuat Anya menahan napas. Amar buru-buru mengangguk memberi sikap sopan. Lantas lift kembali naik.Anya merasa di dalam lift terasa sesak. Aura milik Ghani seperti menguar dan memenuhi isi Lift. Hanya sikap Amar yang terlihat biasa saja. Anya ingin segera enyah dari tempat tersebut karena takut dengan lelaki CEO mereka yang terkenal tampan, tapi sangar.Mendadak, Amar yang berdiri di sampnig Anya menoel pundak Anya. Membuat gadis itu tersadar dan menoleh sambil berbisik."Apaan?""Minta nomor Luna dong…" bisik Amar.Anya mendelik, tapi hendak memberikan tatapan maut pada Amar, tapi wajahnya langsung terhenti karena sang bos sudah menolehkan kepalanya ke belakang sambil menatap mereka dengan tatapan menusuk."Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ghani sambil menatap dua pekerjanya.Amar dan Anya saling pandang."Aku ulang, apa yang kalian bicarakan?" Ghani mengulang ucapannya. Suaranya tetap tenang, namun kedua karyawannya merasakan sesuatu menusuk."Tidak Pak, ini hanya soal karyawan di divisi Chara Pak." ucap Amar mencoba untuk jujur.Ghani menaikkan satu alisnya, "Memang kenapa dengan karyawan di divisi Chara?""Saya…saya hanya mencoba untuk meminta nomor kontaknya Pak." jawab Amar dengan nada suara gugup.Ghani sekarang memutar tubuhnya menghadap dua karyawannya. Binar matanya berkilat mengancam. Amar bahkan dapat merasakan bulu-bulu halus tangannya meremang.Mendadak suara isyarat dari pintu lift yang akan terbuka berbunyi. Kedua orang tersebut saling berpandangan ketika Ghani menghadapkan wajahnya ke arah pintu lift yang terbuka. Di depan pintu lift beberapa orang menunggu dan terkejut melihat Ghani ada di dalam lift."Maaf Pak, kami permisi dulu." Anya segera mengangguk dan mencoba me
Alluna menahan napas. Mata keduanya demikian dekat. Alluna bahkan bisa menangkap seluruh sisi Ghani dengan sangat sempurna. Wajahnya yang mulus, alis matanya yang tebal sampai di ujung mata. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis berkilat sedikit kemerahan. Di sisi dagunya ada jambang-jambang kecil. Mata lelaki itu bulat campuran antara cokelat muda dan tua.Ghani mendekat lagi, mencoba menutup jarak antara mereka. Mata Ghani terkunci pada bibir Alluna yang tampak sedikit terbuka. Dengan warna merah berkilat karena lipstik. Bibir itu sensual. Ghani tidak bisa melupakan ciuman lembut yang dia rasakan ketika gadis itu menciumnya di Bar, membuat degup aneh bergerak-gerak di dalam dadanya. Sudah lama sekali Ghani tidak mencium bibir perempuan, dan dia merasa haus akan hal tersebut.Dalam posisi sama-sama berada di atas sofa, dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Alluna, dan tentu saja lebih menguntungkan bagi Ghani. Ghani kemudian menggerakkan tangannya, menyentuh pipi A
"Luna, kau mau bareng pulangnya?" tanya Anya ketika menghampiri meja Alluna. Gadis itu sudah memegang tasnya dan menyampirkan di sisi pundaknya. Ruri yang berada di belakangnya menunggu sambil merapihkan rambutnya dengan sisir.Luna menghentikan pekerjaannya, dia segera mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Anya, "Sepertinya aku masih harus merapihkan pekerjaanku Nya." sahut Alluna dengan wajah seperti memelas. Pekerjaan yang diberikan Hendra tadi belum berhasil dia selesaikan tepat waktu."Oke kalau begitu, aku duluan ya." sahut Anya sambil menunjuk ke arah Ruri, "Ruri sudah menungguku."Alluna mengacungkan jempolnya. Anya kemudian berjalan meninggalkan meja Alluna dan menggandeng tangan Ruri untuk meninggalkan lorong kantor menuju lift.Iwan, Sean dan Giring juga tengah bersiap. Hendra masih sibuk menggambar di meja komputernya. Sean mendekati Hendra."Bro, jadi nggak kita nongkrong?" tanya Sean.Hendra melihat ke arah jam tangannya, dia segera menggeliat dan kemudian bergerak me
"kita putar botol ini, yang diarahkan moncong botol ini, dia yang menerima tantangan, gimana? Truth or dare!!!" Tantang Lestari sambil menunjuk pada ujung botol minuman Bir bintang yang sudah habis dilibasnya.Empat temannya saling berpandangan, lalu lestari mengerling ke arah Alluna. Meminta ijin gadis itu. Hari ini memang harinya Alluna. Hari ini Alluna merayakan hari penerimaan pertamanya di kantor idamannya, sebuah perusahaan desain game, PT Virtual Arc. Sebuah perusahaan game yang bergerak dalam desain game yang tengah populer saat ini, TREASURE.Untuk merayakan keberhasilan Alluna karena diterima di perusahaan bonafit yang diimpikan, sohib-sohib karibnya di SMA pergi ke klub di hari kamis-hari ladys night.Mereka berlima yang terdiri dari Lestari, Imuy, Amba, Sinar dan Alluna memakai pakaian paling cantik dan mengambil satu meja khusus untuk mereka berlima.Mula-mula mereka memperhatikan para pengunjung, lalu bergosip, kemudian timbullah ide untuk melakukan permainan truth or da
Alluna membelakakan mata, dia tidak menyangka bahwa lelaki asing yang diciumnya itu malah membalas ciumannya. Dan sialnya lagi, lelaki itu adalah seorang pencium yang handal!Eh, memangnya boleh menyebut ciuman kayak gitu handal! Harusnya cowok jenis ini dikategorikan sebagai Playboy. Kalau ciuman nya sebagus ini, cowok ini pasti sudah banyak pengalaman.Satu menit, keduanya berciuman selama satu menit, dan rasanya napas Alluna nyaris habis akibat ciuman tanpa jeda itu.Lelaki asing itu mendekap pinggang Alluna dengan ketat, seolah memenjara Alluna agar tidak bisa kabur begitu saja.Alluna langsung mendorong tubuh lelaki itu ketika sang orang asing hendak melanjutkan ciuman ronde kedua.Dia gila!Lelaki itu menatap ke arah Alluna, lalu tersungging senyum, "Apa kita tidak melanjutkannya lagi?" Godanya.Alluna mendelik ke arah laki-laki itu, pengennya dia menceramahi lelaki itu, namun kemudian Luna mengurungkan niatnya. Yang mula-mula mencium kan memang dirinya. Jadi, gadis itu langsung
Tidak biasanya Ghani berdiri menyambut staf baru, biasanya dia hanya melihat dari balik mejanya, tanpa berdiri, berdialok sebentar lalu kemudian dia akan menyuruh staf baru itu keluar untuk segera bergabung dengan timnya. Namun, kali ini berbeda. Ghani berdiri dari duduknya, lantas dia keluar dari balik mejanya dan mengancingkan jas miliknya. Matanya menyapu Alluna dengan seksama membuat gadis itu merasa rikuh.“Siapa namamu?” tanya Ghani sebelum Hendra memperkenalkan diri.“Saya Alluna Pak.”“Hm, Alluna…Luna…pasti panggilanmu Luna?”Alluna yang dari tadi jantungnya berdegup-degup tidak terkendali berusaha menahan diri. Gadis itu mengangguk ketika Ghani menyebutkan nama panggilannya. Mata Ghani masih menatapi Alluna, seolah tengah memindai keseluruhan gadis itu, bahkan Luna merasa mata itu seolah menembus sampai ke organ terdalamnya.Ghani mengulum senyum, lalu dia menggerakkan tangannya pada Hendra, “Hen, kamu keluar dulu, ada yang mau aku tanyakan pada staf baru kita ini.” ucap Gha
Alluna langsung mendorong tubuh Ghani menjauh. Wajah Alluna makin memerah, lalu dia langsung mengapus bibirnya dengan lengannya.“Pak!!” seru Alluna dengan panik.“Kan sudah saya bilang tadi, kalau kamu salah menjawab, hukumannya adalah ciuman. Seperti permainanmu bukan?”“Bapak tidak bisa begitu, itu pelecehan namanya!” kali ini Alluna menjawab dengan galak.“Oh, pelecehan? Berarti harusnya yang kamu lakukan pada saya saat itu juga disebut pelecehan tentunya. Mendadak menepuk pundak orang lantas menyerang dengan ciuman begitu saja. Apa kamu pikir itu bukan pelecehan. Jangan kamu pikir hanya perempuan yang bisa menyebut pelecehan, lelaki juga bisa!” Ghani berkata galak dan ucapannya berhasil membuat Alluna terdiam.“Dengar, permainan ini kamu yang mulai, maka aku akan meneruskannya. Selama kamu bekerja ditempat ini, kamu tidak akan bisa menghindari permainan ini. Aku yang bertanya dan kamu menjawab. Bila jawaban kamu melenceng atau salah, maka hukumannya sebuah ciuman!”Alluna bingung
“Iya, bos kita itu, ganteng-ganteng nakutin!” ucap Anya yang bisa merasakan horornya perasaan Ruri. Mereka berdua bukan tanpa alasan jelas untuk tidak takut pada Ghani. Keduanya pernah kena semprot sang boss yang sampai membuat mereka lari ke toilet buat nangis-nangis.Ghani Tenggara, punya wajah yang rupawan, namun sifatnya laksana Iblis kejam. Ketus, tegas dan tempramen, itu kesan yang dimiliki oleh para pekerjanya. Hanya saja, memang bisnis miliknya luar biasa maju pesat. Entah keberuntungan apa yang dimiliki sang CEO. Padahal sikapnya buruk, namun dia selalu bisa membawa semua usahanya maju dan unggul.“Udah enggak ada kan doi?” tanya Anya lagi.“Gue serem satu lift sama dia, bisa-bisa sampai takutnya, gue lupa napas.” komen Ruri yang langsung disahuti dengan tawa Anya.“Kamu itu ya Ri!” ucap Anya sambil memegang pinggang, “Gimana, mau balik ke lift lagi?”“Enggak ah, kapok, lewat tangga aja.”“Serius lho, tangga kan lumayan. Udah ah, si bos juga palingan udah pergi makan siang ju
"Luna, kau mau bareng pulangnya?" tanya Anya ketika menghampiri meja Alluna. Gadis itu sudah memegang tasnya dan menyampirkan di sisi pundaknya. Ruri yang berada di belakangnya menunggu sambil merapihkan rambutnya dengan sisir.Luna menghentikan pekerjaannya, dia segera mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Anya, "Sepertinya aku masih harus merapihkan pekerjaanku Nya." sahut Alluna dengan wajah seperti memelas. Pekerjaan yang diberikan Hendra tadi belum berhasil dia selesaikan tepat waktu."Oke kalau begitu, aku duluan ya." sahut Anya sambil menunjuk ke arah Ruri, "Ruri sudah menungguku."Alluna mengacungkan jempolnya. Anya kemudian berjalan meninggalkan meja Alluna dan menggandeng tangan Ruri untuk meninggalkan lorong kantor menuju lift.Iwan, Sean dan Giring juga tengah bersiap. Hendra masih sibuk menggambar di meja komputernya. Sean mendekati Hendra."Bro, jadi nggak kita nongkrong?" tanya Sean.Hendra melihat ke arah jam tangannya, dia segera menggeliat dan kemudian bergerak me
Alluna menahan napas. Mata keduanya demikian dekat. Alluna bahkan bisa menangkap seluruh sisi Ghani dengan sangat sempurna. Wajahnya yang mulus, alis matanya yang tebal sampai di ujung mata. Hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis berkilat sedikit kemerahan. Di sisi dagunya ada jambang-jambang kecil. Mata lelaki itu bulat campuran antara cokelat muda dan tua.Ghani mendekat lagi, mencoba menutup jarak antara mereka. Mata Ghani terkunci pada bibir Alluna yang tampak sedikit terbuka. Dengan warna merah berkilat karena lipstik. Bibir itu sensual. Ghani tidak bisa melupakan ciuman lembut yang dia rasakan ketika gadis itu menciumnya di Bar, membuat degup aneh bergerak-gerak di dalam dadanya. Sudah lama sekali Ghani tidak mencium bibir perempuan, dan dia merasa haus akan hal tersebut.Dalam posisi sama-sama berada di atas sofa, dengan posisi yang sangat tidak menguntungkan bagi Alluna, dan tentu saja lebih menguntungkan bagi Ghani. Ghani kemudian menggerakkan tangannya, menyentuh pipi A
"Apa yang kalian bicarakan?" tanya Ghani sambil menatap dua pekerjanya.Amar dan Anya saling pandang."Aku ulang, apa yang kalian bicarakan?" Ghani mengulang ucapannya. Suaranya tetap tenang, namun kedua karyawannya merasakan sesuatu menusuk."Tidak Pak, ini hanya soal karyawan di divisi Chara Pak." ucap Amar mencoba untuk jujur.Ghani menaikkan satu alisnya, "Memang kenapa dengan karyawan di divisi Chara?""Saya…saya hanya mencoba untuk meminta nomor kontaknya Pak." jawab Amar dengan nada suara gugup.Ghani sekarang memutar tubuhnya menghadap dua karyawannya. Binar matanya berkilat mengancam. Amar bahkan dapat merasakan bulu-bulu halus tangannya meremang.Mendadak suara isyarat dari pintu lift yang akan terbuka berbunyi. Kedua orang tersebut saling berpandangan ketika Ghani menghadapkan wajahnya ke arah pintu lift yang terbuka. Di depan pintu lift beberapa orang menunggu dan terkejut melihat Ghani ada di dalam lift."Maaf Pak, kami permisi dulu." Anya segera mengangguk dan mencoba me
Ghani menciumnya hanya di kening. Alluna membuka sebelah matanya, dan wajah Ghani teramat dekat dengannya.Ghani yang melihat wajah Alluna yang pucat langsung tertawa keras.Ternyata bisa melihat beragam wajah Alluna itu sangat menyenangkan. Ketakutannya, kecemasannya, wajah malunya. Semua menggemaskan. Ghani jadi tidak tega untuk mencium bibir Alluna. Makanya, sebagai gantinya, dia mencium kening gadis itu. Agar dirinya tidak disangka serigala atau predator."Eh? Dikening?"Ghani tampak berkacak pinggang, "Kamu tidak puas? Mau dibibir lagi?""Enggak…enggak pak!" Alluna langsung menggeleng sekuat-kuatnya membuat Ghani menjadi gemas sendiri. Kenapa kok cewek ini terlihat imut dimatanya."Ini namanya menyerang Pak…" Alluna langsung berkomentar."Apa kamu bilang?""Menyerang. Bapak menyerang karyawati bapak sendiri." sekarang Alluna berani bersuara."Kalau kamu tidak suka, kamu bisa berhenti dari tempat ini. Sudah saya bilang diawal kan, saya hanya meneruskan permainan yang sudah kamu mu
“Iya, bos kita itu, ganteng-ganteng nakutin!” ucap Anya yang bisa merasakan horornya perasaan Ruri. Mereka berdua bukan tanpa alasan jelas untuk tidak takut pada Ghani. Keduanya pernah kena semprot sang boss yang sampai membuat mereka lari ke toilet buat nangis-nangis.Ghani Tenggara, punya wajah yang rupawan, namun sifatnya laksana Iblis kejam. Ketus, tegas dan tempramen, itu kesan yang dimiliki oleh para pekerjanya. Hanya saja, memang bisnis miliknya luar biasa maju pesat. Entah keberuntungan apa yang dimiliki sang CEO. Padahal sikapnya buruk, namun dia selalu bisa membawa semua usahanya maju dan unggul.“Udah enggak ada kan doi?” tanya Anya lagi.“Gue serem satu lift sama dia, bisa-bisa sampai takutnya, gue lupa napas.” komen Ruri yang langsung disahuti dengan tawa Anya.“Kamu itu ya Ri!” ucap Anya sambil memegang pinggang, “Gimana, mau balik ke lift lagi?”“Enggak ah, kapok, lewat tangga aja.”“Serius lho, tangga kan lumayan. Udah ah, si bos juga palingan udah pergi makan siang ju
Alluna langsung mendorong tubuh Ghani menjauh. Wajah Alluna makin memerah, lalu dia langsung mengapus bibirnya dengan lengannya.“Pak!!” seru Alluna dengan panik.“Kan sudah saya bilang tadi, kalau kamu salah menjawab, hukumannya adalah ciuman. Seperti permainanmu bukan?”“Bapak tidak bisa begitu, itu pelecehan namanya!” kali ini Alluna menjawab dengan galak.“Oh, pelecehan? Berarti harusnya yang kamu lakukan pada saya saat itu juga disebut pelecehan tentunya. Mendadak menepuk pundak orang lantas menyerang dengan ciuman begitu saja. Apa kamu pikir itu bukan pelecehan. Jangan kamu pikir hanya perempuan yang bisa menyebut pelecehan, lelaki juga bisa!” Ghani berkata galak dan ucapannya berhasil membuat Alluna terdiam.“Dengar, permainan ini kamu yang mulai, maka aku akan meneruskannya. Selama kamu bekerja ditempat ini, kamu tidak akan bisa menghindari permainan ini. Aku yang bertanya dan kamu menjawab. Bila jawaban kamu melenceng atau salah, maka hukumannya sebuah ciuman!”Alluna bingung
Tidak biasanya Ghani berdiri menyambut staf baru, biasanya dia hanya melihat dari balik mejanya, tanpa berdiri, berdialok sebentar lalu kemudian dia akan menyuruh staf baru itu keluar untuk segera bergabung dengan timnya. Namun, kali ini berbeda. Ghani berdiri dari duduknya, lantas dia keluar dari balik mejanya dan mengancingkan jas miliknya. Matanya menyapu Alluna dengan seksama membuat gadis itu merasa rikuh.“Siapa namamu?” tanya Ghani sebelum Hendra memperkenalkan diri.“Saya Alluna Pak.”“Hm, Alluna…Luna…pasti panggilanmu Luna?”Alluna yang dari tadi jantungnya berdegup-degup tidak terkendali berusaha menahan diri. Gadis itu mengangguk ketika Ghani menyebutkan nama panggilannya. Mata Ghani masih menatapi Alluna, seolah tengah memindai keseluruhan gadis itu, bahkan Luna merasa mata itu seolah menembus sampai ke organ terdalamnya.Ghani mengulum senyum, lalu dia menggerakkan tangannya pada Hendra, “Hen, kamu keluar dulu, ada yang mau aku tanyakan pada staf baru kita ini.” ucap Gha
Alluna membelakakan mata, dia tidak menyangka bahwa lelaki asing yang diciumnya itu malah membalas ciumannya. Dan sialnya lagi, lelaki itu adalah seorang pencium yang handal!Eh, memangnya boleh menyebut ciuman kayak gitu handal! Harusnya cowok jenis ini dikategorikan sebagai Playboy. Kalau ciuman nya sebagus ini, cowok ini pasti sudah banyak pengalaman.Satu menit, keduanya berciuman selama satu menit, dan rasanya napas Alluna nyaris habis akibat ciuman tanpa jeda itu.Lelaki asing itu mendekap pinggang Alluna dengan ketat, seolah memenjara Alluna agar tidak bisa kabur begitu saja.Alluna langsung mendorong tubuh lelaki itu ketika sang orang asing hendak melanjutkan ciuman ronde kedua.Dia gila!Lelaki itu menatap ke arah Alluna, lalu tersungging senyum, "Apa kita tidak melanjutkannya lagi?" Godanya.Alluna mendelik ke arah laki-laki itu, pengennya dia menceramahi lelaki itu, namun kemudian Luna mengurungkan niatnya. Yang mula-mula mencium kan memang dirinya. Jadi, gadis itu langsung
"kita putar botol ini, yang diarahkan moncong botol ini, dia yang menerima tantangan, gimana? Truth or dare!!!" Tantang Lestari sambil menunjuk pada ujung botol minuman Bir bintang yang sudah habis dilibasnya.Empat temannya saling berpandangan, lalu lestari mengerling ke arah Alluna. Meminta ijin gadis itu. Hari ini memang harinya Alluna. Hari ini Alluna merayakan hari penerimaan pertamanya di kantor idamannya, sebuah perusahaan desain game, PT Virtual Arc. Sebuah perusahaan game yang bergerak dalam desain game yang tengah populer saat ini, TREASURE.Untuk merayakan keberhasilan Alluna karena diterima di perusahaan bonafit yang diimpikan, sohib-sohib karibnya di SMA pergi ke klub di hari kamis-hari ladys night.Mereka berlima yang terdiri dari Lestari, Imuy, Amba, Sinar dan Alluna memakai pakaian paling cantik dan mengambil satu meja khusus untuk mereka berlima.Mula-mula mereka memperhatikan para pengunjung, lalu bergosip, kemudian timbullah ide untuk melakukan permainan truth or da