"Bukankah
"Bukankah kau gadis kelas sepuluh itu?"
"K-kak Taeyang?"
Taeyang dan Nana sebenarnya bersekolah di sekolah yang sama dan sudah lama saling curi-curi pandang, meskipun mereka berdua tidak pernah saling bertegur sapa. Dan baru kali ini mereka bisa bertemu dan dengan jarak sedekat ini.
Taeyang dan Nana tanpa sadar saling tatap cukup lama tanpa mereka sadari, Nana memang terlalu cantik untuk dilewatkan, wajah ayunya itu memikat.
Jantung Nana rasanya ingin mencelos begitu saja setelah bertatapan seperti itu dengan pria yang dia sukai selama ini.
"Ah, ini kebetulan sekali mereka ternyata sudah saling mengenal," Yoona.
"Benar, aku pikir... Ini akan lebih mudah dari yang kita bayangkan."
Yoona mengangguk.
"Nyonya Yoona, bagaimana keadaan anda sekarang?"
"Saya merasa sudah lebih baik dokter."
"Sudah tidak pusing lagi atau ada sakit yang mengganggu?"
"Tidak dokter, saya merasa baik-baik saja."
"Baiklah, anda sudah bisa pulang nyonya Yoona. Dan ini resep yang harus anda tebus."
"Baik dokter, terimakasih."
Nana, membantu mommy nya turun dari tempat tidur dan membantunya berjalan.
"Yunho, aku pulang dulu ya. Jangan lupa hubungi aku jika terjadi sesuatu."
Yunho tersenyum dengan hangat, Nana terlihat berjalan sambil malu-malu, menempel pada mommy nya melewati Taeyang yang masih terlihat dengan jelas enggan melepaskan pandangannya dari Nana.
***
'Lee Taeyang! Akhirnya kita bisa ketemu.'
Rona bahagia di wajah Nana tidak bisa berbohong, jika dia teramat bahagia bisa bertemu Taeyang dalam jarak sedekat itu.
"Nana, kamu istirahat dulu ya sayang."
"Mommy baik-baik saja?"
"Iya, mommy merasa baik-baik saja."
Nana mengangguk dan kemudian pergi untuk beristirahat di kamarnya.
***
"Yoona, aku merasa senang sekali bisa bertemu lagi denganmu di sini.""Kafe ini memang selalu menjadi tempat yang paling nyaman."
"Apa lebih nyaman dari bahuku?"
"Mana mungkin, hahaha."
Sesaat kemudian Yunho terlihat meraih kedua tangan Yoona dalam genggamannya.
"Yoona, tolong maafkan kesalahanku di masa lalu. Aku memang bodoh, tidak seharusnya aku melakukan hal seperti itu."
"Sudahlah, salahku juga karena tidak mendengarkan penjelasanmu terlebih dahulu saat itu."
"Yoona, aku pikir... A-aku masih mencintaimu dan aku merasa..."
"Merasa apa Yunho? Mengapa kau terbata-bata seperti itu?"
"Aku merasa tidak benar, jika diusia kita. Aku masih memperkenalkanmu sebagai kekasih atau pacar."
"Lalu?"
"Salahkah jika aku menginginkanmu untuk menjadi pasanganku, ibu dari anak-anakku?"
"Yunho, apakah ini tidak terlalu terburu-buru? Bagaimana dengan anak-anak?"
"Anak-anak kita sudah dewasa Yoona, mereka akan mengerti. Selama ini aku selalu menjadi ibu sekaligus ayah untuk mereka, apa berlebihan jika kali ini aku ingin memiliki istri?"
Yoona melihat kesungguhan di wajah Yunho.
"Baiklah, aku akan mencoba bicara pada Nana."
"I-itu artinya kau menerimaku?"
Yoona mengangguk sambil balik menggenggam tangan Yunho.
"Terimakasih, terimakasih... Aku juga akan berusaha bicara pada anak-anak ku."
***
"Sayang, lagi ngapain?"
"Lagi buat pekerjaan rumah mom."
"Masih banyak?"
"Nggak, sudah selesai kok."
"Sini deh, sini sebentar."
Yoona menepuk springbed sebelahnya, agar Nana ikut merebahkan tubuhnya di sampingnya.
"Ada apa mom?"
Nana mulai merebahkan tubuhnya di samping mommynya.
"Na, mommy boleh jujur nggak?"
"Boleh dong, nggak ada satupun manusia di bumi ini yang mau dibohongi."
Nana memahami kegelisahan mommynya, karena selama ini memang tidak pernah ada yang ditutup-tutupi oleh mereka berdua sehingga terkadang mereka lebih mirip adik kakak, daripada ibu dan putrinya.
"Jadi, sebenarnya tuh mommy, mmmh... Jadi..."
"Iya, mom... Silahkan saja, boleh kok."
"Ehh..." Yoona terkejut.
"Loh, mommy kok kaget? Mommy mau nikah sama om Yunho kan? Nana bener kan mom?"
"Ka-kamu kok tahu sih sayang?"
"Tuh kan bener..." Nana.
"Mommy kesepian sayang..."
"Iya, Nana ngerti. Dah ya, mommy harus bahagia pokoknya," Nana sambil memeluk mommynya.
"Kamu memang putri mommy yang paling pengertian Nana, mommy sayang banget Nana."
"Nana juga sayang banget sama mommy..."
***
"Taeyang dan kamu Taeyong, setelah makan malam ini ada yang ingin papa bicarakan dengan kalian berdua."
Keduanya tidak bersuara, Taeyong hanya mengangguk sedangkan Taeyang tidak peduli.
Tiga puluh menit kemudian...
"Taeyang, kemarilah nak. Bergabung dengan kami, ada sesuatu hal penting yang ingin papa katakan pada kalian."
"Hahh... Hal apa yang sebenarnya lebih penting dari ketampanan ku?"
"Bagaimana kau bisa sebangga itu pada dirimu Taeyang? Sedang kau bahkan ada dua?"
Yunho sangat mudah sekali tersulut emosi saat berbicara dengan putranya satu ini.
"Aku tidak peduli..."
"Sudahlah pa, berhenti berdebat dengan kakak. Memang apa yang ingin papa sampaikan pada kami?"
Yunho kembali mengatur nafasnya, mengingat hipertensinya akan memburuk jika menuruti Taeyang.
"Jadi begini... Papa pikir kalian sudah dewasa, jadi papa pikir... Mmmh, bagaimana ya."
"Jadi, se-sebenarnya. Papa ingin menikah lagi."
Taeyang menatap tajam pada Yunho.
"Apa! Menikah? Ya menikah saja, kenapa harus meminta persetujuanku! Membuang waktuku saja."
"Taeyang!?" Yunho merasa matanya mulai berkunang-kunang.
"Kak! Tolong hargai papa, dia itu papa kita. Dia yang sudah merawat kita sejak bayi."
Taeyang langsung membuang muka dan meruncingkan bibirnya.
"Papa berencana menikah dengan tante Yoona, wanita yang bersama papa saat kecelakaan kemarin."
'Tante Yoona? Kemarin? Cih! Sial!' Taeyang.
"Apakah papa benar-benar mencintai tante Yoona."
"Sebenarnya tante Yoona adalah kekasih papa sebelum menikah dengan mama kalian. Jadi sudah pasti papa mencintainya."
"Aku... Aku setuju saja pa, asal papa bahagia. Itu bukan masalah untuk Taeyong."
"Bagaimana denganmu kak Taeyang?"
Taeyang terlihat mematung dan menunjukkan ekspresi yang sulit untuk diartikan.
"Taeyang, kau baik-baik saja?"
"Tidak! Aku tidak merestui pernikahan papa, tadi papa meminta persetujuan dan restuku kan? Jadi kalian tidak boleh menikah tanpa restu dariku."
Taeyang langsung melenggang pergi.
***
"Aku sangat merindukanmu Yunho."
"Aku juga sangat merindukanmu Yoona, maaf aku sangat sibuk dan sulit untuk dihubungi."
Mereka saling berpegangan tangan dan saling melempar senyum manis.
"Bagaimana dengan anak-anak?"
"Taeyong sudah menyetujuinya."
"Benarkah, astaga... Aku senang sekali."
"Tapi, tidak dengan Taeyang. Dia menentang keras permintaan ku ini."
"Kenapa? Apa ada masalah?"
"Entahlah, aku tidak terlalu memahami jalan pikiran putraku yang satu itu. Dia terlalu sulit di tebak."
"Jadi bagaimana selanjutnya? Apa yang harus kita lakukan Yunho?"
"Apa kita harus membatalkannya?"
Yunho langsung berkaca-kaca.
"Kita harus tetap menikah, apapun yang terjadi," Yunho.
"Meskipun tanpa persetujuan dari putramu Taeyang?""Benar, dan maaf... Tapi aku pikir aku sudah benar-benar gila karena mencintaimu."
"Baiklah jika itu keputusan finalnya, aku tidak keberatan."
"Pernikahan akan kita lakukan setelah Taeyang dan Taeyong lulus."
"Terserah kau saja Yunho, aku senang mendengarnya."
Yunho perlahan mengusap kepala Yoona lembut.
"Aku juga sayang..."
Beberapa minggu kemudian, hari kelulusan Taeyang dan Taeyong.Taeyang terlihat kewalahan karena berada diantara para gadis yang hendak meminta foto ataupun tanda tangannya sebagai kenang-kenanganNana yang baru saja keluar dari kelas bahasa itu langsung duduk di bangku taman, sambil memperhatikan Taeyang yang berada di tengah para gadis yang menggilainya itu.'Asal kau tahu kak Taeyang, sebenarnya aku juga mau pergi dan memberikan ucapan selamat padamu.'Seakan-akan terpanggil, wajah Taeyang dengan tiba-tiba menatapnya dari kejauhan, sontak jantung Nana rasanya hendak mencelos begitu saja membuatnya mati kutu.Setelah menyadari tatapan Taeyang, Nana langsung memalingkan wajahnya dan segera pergi dari tempat itu.
"Kakak...!" Nana.Taeyong terkekeh."Duh kalian, udah akrab aja... Mommy seneng banget.""Benar, aku juga senang sayang. Mereka terlihat seperti saudara kandung."***"Papa, Mommy... Nana berangkat dulu ya...""Rajin banget sih sayang? Masih pagi banget ini.""Iya pa, Nana ingin cepet lulus kayak kakak.""Ikut kelas paralel aja Na.""Emang kalo ikut kelas paralel bisa lulus lebih cepet ya kak?"Taeyong mengangguk."Tapi tentu dengan beberapa syarat yang harus di lengkapi, termasuk test kemampuan akademik dan non akademik."Nana mengan
Nana menutupi wajahnya dengan kedua tangan, masih tidak percaya dengan apa yang dia alami beberapa saat yang lalu itu."Na, akan kakak hitung. Kalo sampai hitungan ke tiga kamu masih nggak keluar, kakak dobrak pintunya.""Satu... Dua... T..."Pintu kamar Nana terbuka."Kamu di panggil kok diam saja? Kamu nggak apa-apa kan?""Kakak?"Nana kembali merasa kebingungan ketika melihat pria yang ada di balik pintu itu adalah pria dengan wajah yang sama dengan pria yang dia temui di dalam kamarnya, namun dengan pakaian berbeda dan sesuatu yang berbeda."Iya, ini kakak. Katakan ada apa? Mengapa terlihat begitu kebingungan?"Nana teringat ucapan pria tadi yang dia temui di kamarnya, yang dengan tiba-tiba menanyakan siapa namanya."Siapa, namamu kak?"Nana bertanya dengan ragu-ragu.
Taeyang perlahan melingkarkan tangannya di pinggang Kim Nana.Glek!"Kak, hentikan...! Ja-jangan memelukku seperti ini, bagaimana jika ada yang melihatnya dan salah paham dengan kita?""Lalu, apa masalahnya?""Kak kita ini bersaudara, tolong hentikan. Bagaimanapun ini salah.""Aku... aku tidak peduli Na, Kim Nana aku mencintaimu."Nana kebingungan dengan ucapan Taeyang, namun dia juga tidak bisa melepaskan rangkulan Taeyang karena tubuhnya yang kecil."Kak, jangan..."Taeyang mulai meraba tubuh Nana dan membalikan tubuhnya menghadap Taeyang.Taeyang mulai melumat bibir Nana dengan kasar, sangat menuntut dan menginginkan balasan dari Nana.Ini k
'A-apa yang aku lakukan? A-ku menciumnya? Astaga! Apa yang aku lakukan?!' Taeyong merutuki apa yang dia lakukan tadi.'Tapi, aku tidak bohong. Jika aku senang setelah mencium Nana, Astaga... apa yang kau pikirkan Taeyong?'Taeyong mengacak-acak rambutnya'Ah, aku tidak jadi mengantuk...'Waktu menunjukan pukul delapan malam, semua orang sudah berada dalam kamar mereka masing-masing untuk beristirahat, kemudian secara tiba-tiba terjadi pemadaman listrik mendadak.Nana yang takut karena gelap, seketika menjerit ketakutan dan hendak berlari malah menabrak meja dan membuat vas bunga yang ada di meja kamar jatuh dan pecah.Cetiaarr!"Ada apa Na? Apa yang pecah? Apa kamu terluka?" Taeyang langsung datang setelah mendengar suara pecahan kaca.
Setelah sarapan, Nana segera berangkat pergi ke sekolah untuk ujian, Taeyong pergi ke kantor bersama Yunho, Taeyang siang ini ada pemotretan. Sedang Yoona di rumah.Hari ini adalah ujian akhir sekolah untuk Nana, karena Nana memang termasuk murid jenius dan juga karena bantuan Taeyang semalam membuat Nana tidak mengalami kesulitan sama sekali. Setiap siswa di berikan waktu seratus dua puluh menit menit, namun Nana mampu menyelesaikannya hanya dalam waktu enam puluh menit saja. Seraya menunggu teman-temannya selesai Nana menutup kertas ujiannya dan menghabiskan waktu dengan melamun.'Astaga, perasaan macam apa ini? Me-mengapa rasanya aku menginginkannya sekali lagi?''Andai, andai saja Taeyang bukan saudaraku, mungkin aku sudah menjadi pacarnya. Huaa... Kesal, kesal, kesal!"'Astaga, mengapa rasanya wajahnya selalu terngiang-ngiang di kepalaku...'Tanpa sadar waktu berjalan d
'Entahlah, perasaan apa ini. Tapi, aku rasa ini sungguh memalukan,' Nana.Taeyang segera berdiri dan menarik tangan Nana untuk membawanya naik ke lantai atas.Sampai di lantai atas, Nana hendak masuk ke dalam kamarnya, namun ditahan oleh Taeyang segera."Di sini kau bisa membuat semua orang terbangun karena suaramu, ikutlah denganku. Akan lebih aman di kamarku."Taeyang menuntun Nana menuju kamarnya yang berada diujung lorong yang memang didesain kedap suara.Nana merasa kesulitan untuk menolak ajakan Taeyang, terlebih lagi Taeyang sudah tahu jika Nana juga menyukainya."Kak, aku tidak tahu apa yang terjadi. Kau membuatku merasa nyaman didekatmu.""Tentu saja, itu keahlianku. Lagipula aku juga akan selalu berusaha membuatmu nyaman berada disampingku."Nana mengeratkan pelukannya di bahu Taeyang, meras
"A-aku..."Bukkkh!Sebuah hantaman mendarat keras di wajah Taeyang, seketika darah segar mengucur dari hidung Taeyang."Maksudmu apa?! Kami melakukannya karena kami saling mencintai?""Gunakan otak kecilmu itu kak! Kim Nana itu masih kecil, dia bahkan masih belum dinyatakan lulus dari pendidikannya. Lalu bagaimana kau sudah berpikir melakukan hal seperti itu padanya?!" Taeyong benar-benar marah, Taeyang tidak pernah melihat adiknya semarah ini padanya."Apa yang ada dalam pikiranmu? Apa kau pikir tubuhnya sudah siap dengan itu?!"Taeyang terdiam dan menatap ke arah Taeyong."Kau sunguh-sungguh keterlaluan kali ini kak!"Setelah itu Taeyong segera mengenakan jaketnya, meraih kunci mobil dan pergi menemui dokter yang merawat Nana.***