"Kakak...!" Nana.
Taeyong terkekeh.
"Duh kalian, udah akrab aja... Mommy seneng banget."
"Benar, aku juga senang sayang. Mereka terlihat seperti saudara kandung."
***
"Papa, Mommy... Nana berangkat dulu ya..."
"Rajin banget sih sayang? Masih pagi banget ini."
"Iya pa, Nana ingin cepet lulus kayak kakak."
"Ikut kelas paralel aja Na."
"Emang kalo ikut kelas paralel bisa lulus lebih cepet ya kak?"
Taeyong mengangguk.
"Tapi tentu dengan beberapa syarat yang harus di lengkapi, termasuk test kemampuan akademik dan non akademik."
Nana mengangguk.
"Apa aku bisa ya kak?"
"Harus bisa, tenang aja. Ntar kakak ajarin kamu."
"Beneran?! Thank you kakak ku yang ganteng...!"
Nana terlihat merangkul lengan Taeyong dengan manja.
'Astaga, tidak Taeyong... Kau harus sadar dia siapa... Jangan biarkan ini menguasai mu...'
Zelo seketika mematung, jantungnya berdebar kencang.
'Apa ini? Mengapa rasanya sangat hangat berada di dekat kak Taeyang?'
'Biasanya, hanya dengan menatapnya dari kejauhan saja sudah terasa sedingin gunung es, tapi ini berbeda.'
Nana dan Taeyong saling bertatapan, keduanya merasakan hal yang aneh.
***
"Sudah matang... Semuanya, ayo kita sarapan."
"Sorry mom, ini sudah siang. Nana harus segera berangkat sekarang, atau Nana akan terlambat."
"Biar papa antar kamu pergi ke sekolah ya."
"No, pa! Papa tidak bisa meninggalkan mommy ku sendirian disini, biar Nana pergi ke sekolah bersama denganku."
"Sayang, kamu cucok banget sih..."
"Cucok meong... Hahaha,"
Nana sambil menirukan gerakan tangan kucing.
"Mengapa kalian hanya memperhatikan Tae..."
"Yuk kak, bye mom... Bye pa..."
"Hah... Dia bahkan tidak membiarkanku menyelesaikan ucapanku."
"Sudahlah sayang, jangan diambil pusing. Cukup perhatikan aku saja hari ini sementara mereka sibuk sendiri."
"Mmmh, perhatian seperti apa yang diinginkan istriku ini."
"Aku rasa kepalaku pusing, tubuhku lemah."
"Baiklah-baiklah, hari ini aku adalah milikmu sayang..."
"Hahaha, aaah Yunho, aku mencintaimu."
***
"Duh... Kak Taeyang, kemana sih kok belum muncul."
Nana hendak kembali mengutak-atik handphonenya, untuk bertanya dimana keberadaan kakaknya.
Namun, sesaat setelah Nana mengambil handphonenya, tiba-tiba dia merasakan hawa dingin menerpa tubuhnya dari arah belakang.
"Nungguin siapa kamu Na?"
Nana perlahan menoleh dan dikejutkan oleh wajah Taeyang yang ada di hadapannya.
"Eh! Ka-kakak?!" Nana membeku.
"Kakak? Rupanya sudah seakrab itu ya."
Jantung Nana berdegub kencang, tubuhnya terasa benar-benar membeku. Tangannya terasa dingin, seperti berada di tengah gunung es.
"Kakak? Mmmh... Rupanya sudah seakrab itu ya?"
"Ma-maksud kakak apa?"
'A-apa ini? Mengapa rasanya seperti aku baru bertemu dengannya?' Nana.
"Mereka sudah menikah rupanya, meskipun tanpa restu dari ku."
"Kak, kita bahkan sudah serumah beberapa hari ini, dan bukankah kakak hadir saat pernikahan mereka?"
Tiba-tiba, Taeyang terlihat mendekatkan wajahnya pada Nana, menatap mata Nana dalam.
Entah apa yang terjadi, mata Nana berurai air mata tanpa Nana sadari.
"Huh! Kau bahkan bisa merasakan kesedihanku, tanpa aku harus mengatakan apapun padamu."
Nana perlahan mengusap air mata yang jatuh di pipinya.
"Aku akan pulang malam ini, katakan pada papa."
Belum sempat Nana menjawab, Taeyang sudah berlalu pergi meninggalkan Nana seorang diri, nampak jelas kekecewaan di matanya.
***
Setelah Taeyang pergi, tak lama kemudian sebuah mobil berhenti dan seorang sopir menjemput Nana, sopir mengatakan jika kakaknya ada urusan mendadak.
'Mendadak? Lalu, yang tadi itu siapa?' Nana merasa kebingungan.
***"Pa... papa..."
Nana pergi ke kamar mommy dan papanya.
"Papa ada di taman belakang, sedang menyiram tanaman sayang."
Nana tidak menjawab dan langsung pergi ke taman belakang, tempat papanya berada.
"Papa..."
"Ada apa nak... Kamu kok teriak-teriak ntar rumahnya runtuh bagaimana?"
"Ya, papa kira suara Nana sekeras apa?" Nana, sambil memonyongkan bibirnya.
"Hahaha, papa hanya bercanda Na. Katakan, ada apa? Kemarilah duduk di samping papa."
Nana mendekat dan duduk di samping Yunho.
"Jadi gini pa, kak Taeyang hari ini aneh banget deh..."
"Taeyang? Apa yang sudah dia lakukan padamu nak? Apa terjadi sesuatu yang buruk?"
"Tidak, kakak tidak melakukan hal buruk apapun pa, hanya saja tempo hari Nana bertemu dengan kak Taeyang dan dia mengatakan jika dia tidak setuju dengan pernikahan mommy dan papa."
"Tapi ternyata, pas pernikahan ternyata dia datang, lalu anehnya hari ini dia mengatakan jika nanti malam mau pulang."
"Bukankah kita sudah tinggal bersama-sama beberapa hari ini?"
Yunho terlihat sedang berpikir keras.
"Jadi, Taeyang akan pulang malam ini rupanya. Kamu pasti bingung, baiklah nanti malam papa akan jelaskan."
"Baiklah pa..."
Nana berjalan gontai menuju kamarnya.
***
"Bagaimana sayang? Apa sudah siap? Taeyang itu sulit sekali di tebak, dia bisa datang lebih cepat."
Yoona mengangguk, meraih lengan Yunho ringan.
"Tenang saja sayang, semua sudah aku persiapkan dengan baik."
"Kamu memang yang terbaik Yoona."
Sebuah kecupan mendarat di kening Yoona.
"Terimakasih sayang atas pujiannya."
Yunho tersenyum bahagia dengan kehidupan barunya bersama dengan Yoona.
Sesaat kemudian suara derap kaki turun dari tangga, dan pandangannya langsung tertuju pada meja makan.
"Wah, asik nih mommy masak banyak. Oh iya, ngomong-ngomong apa ini hari spesialnya kak Taeyang?" Nana.
"Ssst...! Sudah, jangan terlalu banyak bertanya. Loh kamu kok masih pake baju gini Na? Ayo cepet ganti, harus cantik."
"Aku nggak paham, tapi baiklah... Nana ganti baju dulu ya."
Nana kembali ke kamarnya, untuk mengganti pakaian dan mulai merias wajahnya sedikit. Tiba-tiba, jendela kamar Nana terbuka dengan sendirinya. Angin cukup kencang masuk ke dalam kamar Nana, menyapa tubuh Nana dengan sejuk.
"Malam yang dingin."
"Kau benar..."
Mendengar suara yang tiba-tiba menyahuti ucapannya itu, membuat Nana terkejut dan langsung berdiri, melihat ke arah sumber suara.
"Kakak?"
Seketika udara sekitar Nana terasa begitu dingin.
"Katakan siapa namaku?" Taeyang sambil berjalan mendekat pada Nana.
"Lee Taeyang."
Nampak sebuah senyuman di bibir Taeyang.
"Kau benar, hanya saja kau salah bertemu orang."
"Ma-maksud kakak?"
Perlahan Taeyang berjalan mendekati Nana yang tidak jauh dari hadapannya itu, tubuh Nana yang selalu saja membeku saat berada di dekat Taeyang, seperti pasrah. Jantungnya berdegub kencang tak karuan.
Perlahan Taeyang mendekatkan bibirnya pada Nana dan mengecup lembut bibirnya, Velo memejamkan mata merasakan kehangatan dari bibi Taeyang.
Tiba-tiba suara pintu kamar Nana di ketuk seseorang. Taeyang yang mendengar langsung tersadar dan hendak segera pergi kembali lewat jendela.
"Temui aku di depan."
Taeyang berbisik lembut di telinga Nana, dan kemudian menghilang dari balkon kamarnya.
Seketika Nana seperti mendapatkan udara segar yang masuk ke dalam paru-parunya, ini bahkan lebih menyenangkan dari menemukan sebongkah emas bagi Nana.
"Na, Nana... Kamu masih di dalam kan? Keluar yuk de..."
"Na..."
Nana masih menatap kemana arah pria yang baru saja menciumnya itu, pergi. Sepertinya dia tidak menggubris siapa yang mengetuk pintu itu.
"J-jadi, i-tu... Itu adalah ciuman pertamaku? Dan itu dengan kak Taeyang? Astaga... Ya Tuhann, apakah aku sedang bermimpi? Ah, astaga... Malunya!?"
Nana menutupi wajahnya dengan kedua tangan, masih tidak percaya dengan apa yang dia alami beberapa saat yang lalu itu."Na, akan kakak hitung. Kalo sampai hitungan ke tiga kamu masih nggak keluar, kakak dobrak pintunya.""Satu... Dua... T..."Pintu kamar Nana terbuka."Kamu di panggil kok diam saja? Kamu nggak apa-apa kan?""Kakak?"Nana kembali merasa kebingungan ketika melihat pria yang ada di balik pintu itu adalah pria dengan wajah yang sama dengan pria yang dia temui di dalam kamarnya, namun dengan pakaian berbeda dan sesuatu yang berbeda."Iya, ini kakak. Katakan ada apa? Mengapa terlihat begitu kebingungan?"Nana teringat ucapan pria tadi yang dia temui di kamarnya, yang dengan tiba-tiba menanyakan siapa namanya."Siapa, namamu kak?"Nana bertanya dengan ragu-ragu.
Taeyang perlahan melingkarkan tangannya di pinggang Kim Nana.Glek!"Kak, hentikan...! Ja-jangan memelukku seperti ini, bagaimana jika ada yang melihatnya dan salah paham dengan kita?""Lalu, apa masalahnya?""Kak kita ini bersaudara, tolong hentikan. Bagaimanapun ini salah.""Aku... aku tidak peduli Na, Kim Nana aku mencintaimu."Nana kebingungan dengan ucapan Taeyang, namun dia juga tidak bisa melepaskan rangkulan Taeyang karena tubuhnya yang kecil."Kak, jangan..."Taeyang mulai meraba tubuh Nana dan membalikan tubuhnya menghadap Taeyang.Taeyang mulai melumat bibir Nana dengan kasar, sangat menuntut dan menginginkan balasan dari Nana.Ini k
'A-apa yang aku lakukan? A-ku menciumnya? Astaga! Apa yang aku lakukan?!' Taeyong merutuki apa yang dia lakukan tadi.'Tapi, aku tidak bohong. Jika aku senang setelah mencium Nana, Astaga... apa yang kau pikirkan Taeyong?'Taeyong mengacak-acak rambutnya'Ah, aku tidak jadi mengantuk...'Waktu menunjukan pukul delapan malam, semua orang sudah berada dalam kamar mereka masing-masing untuk beristirahat, kemudian secara tiba-tiba terjadi pemadaman listrik mendadak.Nana yang takut karena gelap, seketika menjerit ketakutan dan hendak berlari malah menabrak meja dan membuat vas bunga yang ada di meja kamar jatuh dan pecah.Cetiaarr!"Ada apa Na? Apa yang pecah? Apa kamu terluka?" Taeyang langsung datang setelah mendengar suara pecahan kaca.
Setelah sarapan, Nana segera berangkat pergi ke sekolah untuk ujian, Taeyong pergi ke kantor bersama Yunho, Taeyang siang ini ada pemotretan. Sedang Yoona di rumah.Hari ini adalah ujian akhir sekolah untuk Nana, karena Nana memang termasuk murid jenius dan juga karena bantuan Taeyang semalam membuat Nana tidak mengalami kesulitan sama sekali. Setiap siswa di berikan waktu seratus dua puluh menit menit, namun Nana mampu menyelesaikannya hanya dalam waktu enam puluh menit saja. Seraya menunggu teman-temannya selesai Nana menutup kertas ujiannya dan menghabiskan waktu dengan melamun.'Astaga, perasaan macam apa ini? Me-mengapa rasanya aku menginginkannya sekali lagi?''Andai, andai saja Taeyang bukan saudaraku, mungkin aku sudah menjadi pacarnya. Huaa... Kesal, kesal, kesal!"'Astaga, mengapa rasanya wajahnya selalu terngiang-ngiang di kepalaku...'Tanpa sadar waktu berjalan d
'Entahlah, perasaan apa ini. Tapi, aku rasa ini sungguh memalukan,' Nana.Taeyang segera berdiri dan menarik tangan Nana untuk membawanya naik ke lantai atas.Sampai di lantai atas, Nana hendak masuk ke dalam kamarnya, namun ditahan oleh Taeyang segera."Di sini kau bisa membuat semua orang terbangun karena suaramu, ikutlah denganku. Akan lebih aman di kamarku."Taeyang menuntun Nana menuju kamarnya yang berada diujung lorong yang memang didesain kedap suara.Nana merasa kesulitan untuk menolak ajakan Taeyang, terlebih lagi Taeyang sudah tahu jika Nana juga menyukainya."Kak, aku tidak tahu apa yang terjadi. Kau membuatku merasa nyaman didekatmu.""Tentu saja, itu keahlianku. Lagipula aku juga akan selalu berusaha membuatmu nyaman berada disampingku."Nana mengeratkan pelukannya di bahu Taeyang, meras
"A-aku..."Bukkkh!Sebuah hantaman mendarat keras di wajah Taeyang, seketika darah segar mengucur dari hidung Taeyang."Maksudmu apa?! Kami melakukannya karena kami saling mencintai?""Gunakan otak kecilmu itu kak! Kim Nana itu masih kecil, dia bahkan masih belum dinyatakan lulus dari pendidikannya. Lalu bagaimana kau sudah berpikir melakukan hal seperti itu padanya?!" Taeyong benar-benar marah, Taeyang tidak pernah melihat adiknya semarah ini padanya."Apa yang ada dalam pikiranmu? Apa kau pikir tubuhnya sudah siap dengan itu?!"Taeyang terdiam dan menatap ke arah Taeyong."Kau sunguh-sungguh keterlaluan kali ini kak!"Setelah itu Taeyong segera mengenakan jaketnya, meraih kunci mobil dan pergi menemui dokter yang merawat Nana.***
"Ada apa dokter? Bagaimana keadaannya Nana?""Tuan Taeyong, tolong maafkan saya.""U-untuk apa meminta maaf? Tolong katakan padaku, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Nana?" Taeyong sangat khawatir."Jujur saja tuan, keadaan nona Kim Nana cukup parah. Cedera yang dia alami kita tidak bisa menyembunyikan dari papa dan mommy anda, ini adalah hal serius.""Lalu? Lantas bagaimana dengan nasib kakak saya, jika sampai mereka tahu dokter?""Tuan Taeyong, apapun yang kita lakukan di dunia ini, baik buruknya akan ada resiko dan pertanggung jawabannya."Taeyong terdiam.'Saya rasa, jalan satu-satunya adalah kakak anda harus gentleman untuk mengakui atas apa yang sudah dia lakukan.""Saya bukan bermaksud untuk membuat kakak anda dalam masalah, tapi mohon maaf. Saya tidak bisa membiarkan pasien saya dalam keadaan yang berbahaya, meskipun saya sudah berja
"Aku sudah datang, jadi sudah tidak perlu lagiberdebat.""Taeyang?""Kalian semua pulanglah, kali ini biar aku yang menjaganya untuk malam ini."Semua mata menatap kearah asal suara."Kakak...""Sayang, kamu beneran mau jagain Nana malam ini?""Iya mom, Kim Nana ini adalah kekasih Taeyang, dan yang membuatnya seperti ini adalah Taeyang. Jadi sudah seharusnya Taeyang bertanggung jawab.""Baguslah jika kamu memahaminya," Yunho dengan nada kesal."Ijinkan aku disini bersama denganmu kak?" Taeyong."Tidak perlu, dua hari ini kalian tidak pernah beristirahat. Jadi biar aku yang menunggunya kalian beristirahatlah."Yunho menatap Taeyang dengan pandangan dengan perasaan ragu."Tenang saja, aku tidak akan meninggalkan Nana sendirian. Jadi berhentilah menatapku seperti itu.""Asta