Seperti biasa Dito sibucin, tak tahu tempat, tak tahu kondisi dimana ia bertemu dengan Rose disitulah kejantananya meletot alias berubah seratus delapan puluh derajat. Dari kejauhan Dito menunggu sang pacar sambil memegang bekal yang telah ia siapkan untuk di makan berdua.
“chagi-ya ~” seru Dito menghampiri Rose, namun langkahnya terhenti ketika ada sekumpulan adik kelas mengerumuni Rose. Dengan rasa penasaran pun Dito ikut menghampiri kerumunan adik kelas itu. Ternyata kerumunan adik kelas itu adalah anak kelas sepuluh yang jatuh hati pada Rose. Banyak di antara mereka yang mengirim surat, makanan, coklat dan lainnya.
Rasa cemburu, wajar saja Dito sibucin cemburu dengan Rose yang banyak di gemari adik kelas. Rasa iri pun berkobar dari hati, mata sinis Dito tajamkan kearah adik kelas yang memancarkan ketampanannya di depan Rose.
“ kak”
“kalo 1+2=3, kalo aku di tambah kakak sama dengan kita” lirih Reza adik kelas yang paling sering memberikan hadiah kepada Rose. Mendengar gombalan itu otomatis membuat Dito sibucin semakin panas, dan seperti biasa Rose yang ramah pun membalas dengan senyumannya.
“jangan senyum Rose, senyummu cuma buat aku!” gunggam Dito menatap tajam ke arah Rose. Disisi lain Rose sedikit melirik ke arah Dito kemudian ia membalas sedikit senyuman. Melihat kejadian itu membuat Dito ambil tindakan dengan sigap Dito menutup bibir sang pacar dengan tatapan tajam di tuju ke adik kelas kemudian menggelangkan kepala ke arah Rose seolah melarang Rose untuk tersenyum ke adik kelasnya.
“Rose di panggil bu Ida” seru Dito dan menggenggam erat tangan Rose dan keluar dari kerumunan itu.
“pinggir kalian!” tegas Dito.
Di sepanjang jalan Rose Cuma tersenyum, sebenarnya ia sangat senang orang yang dicintainya sangat mencintainya juga.
“sakit tau!” keluh Rose yang pura kesakitan. mendengar hal itu Dito langsung melepaskan genggamannya dan meniup lembut tangan Rose.
“maaf yah, abisnya tadi kenapa kamu senyum senyum segala sama mereka”
“ih kan senyum itu ibadah”
“kamu ibadahnya ke aku aja, kalo senyum cuma boleh ke aku aja, boleh sih tapi jangan cantik cantik banget” keluh Dito, melihat Dito cemberut Rose memalingkan topik dengan bertanya apa yang di bawakan oleh Dito.
"I-itu apa?" Mata Rose tertuju dengan bekal itu.
“aku tadi masak, nyiapin bekal buat kamu!” Dito menyodorkan kotak makan.
“kamu masak?” tanya Rose langsung membuka kotak makan yang tertata rapi, walupun isinya sekedar telur mata sapi, nugget, dengan hiasan saos dengan bentuk love. Rose pun memberi reaksi untuk usaha sang pacar, Rose langsung makan di taman sekolah berdua dengan Dito.
“hmm... enak !” seru Rose
“enak?” tanya Dito mengangkatkan alis terkaget mendengar pernyataan dari Rose, karna Dito merasa masakknnya biasa saja rasanya.
“iya enak banget.”
~.~.~.~.
Bel pulang sekolah berbunyi dan Rose menatap pintu kelas.
“satu, dua, tiga” gunggam Rose, kemudian Rose tersenyum, ternyata Dito baru saja tiba di depan kelasnya Rose.
“mau makan siang apa tuan putri?” tanya Dito sambil meraih tangan mungilnya Rose.
“hmmm... aku tadi udah makan bareng Hena” jawab Rose.
“terus, kita pulang sekarang?, atau chagi mau ke toko buku?” tanya Dito lagi.
“hmm...” rose menggelengkan kepala dan menarik Dito menuju gerbang sekolah.
Rose mengajak Dito ke suatu tempat yang sangat di gemarinya. Saat ia merasa sedih, senang, apapun perasaan yang timbul. Rose akan menyempatkan diri untuk mengunjungi makam ibunya. Untuk pertama kalinya Dito datang ke makam ibunya dan sebelumnya Rose juga belum pernah cerita tentang Ibunya.
“ini makam siapa Rose?”
“mama!” sahut Rose menatap senyum ke arah nisan yang bertorehkan nama Mamanya.
“m-mama?” tanya Dito mengangkat alisnya.
“hmm...” Rose menghela napas.
“ maaf yah, aku belum pernah cerita. Karen-“
“maaf untuk apa?, kamu juga butuh privasi. Ada beberapa hal yang ga perlu aku tahu.”
Dito mendekat kearah batu nisan mamanya Rose sembari membersihkan makam mamanya Rose.
“tante!, kenalin aku Dito tante. calon mantu tante!. Sebelumnya maaf tante aku baru datang sekarang.” Seru Dito.
"C-ca. Calon?" Seru Rose sontak tergejut mendengar Dito sepercaya diri itu.
Iya! Calon! Kenapa kamu kaget?, Kamu ga mau nikah sama aku?" Jawab Dito sepontan. Dengan mengerutkan alisnya di tambah tatapan tajam tak lupa bibir seperti bebek.
"Enggak!, Enggak ih maksud aku ga gi-"
"Terus?, Kenapa kamu kaget?, Atau udah ada pria lebih bucin dari aku di hati kamu?" Tatapan tajam masih tepasang ke arah Rose
"Enggak…, aku cuma kaget aja, aku bangga kok kamu segigih itu. Aku harap yang kamu bilang ke mama beneran." Jawab Rose
"Beneran lah!" Seru Dito. Rose menghela nafasnya lalu tersenyum. Ia juga berharap di masa depan nanti ia ingin Dito menjadi pendamping hidupnya.
“ma..., aku kemari mau cerita ma, jadi beberapa hari yang lalu papa tanya soal kuliah ma, papa tanya aku ingin melanjutkan kuliah di mana?, aku jawab aku pingin banget ke Korea. Mama tau ga jawaban papa di luar ekspetasi aku!. Papa ngizinin aku untuk lanjut ke Korea!” seru Rose dengan tersenyum berbicara dengan batu nisan yang mustahil mendengarnya. Mendengar ungkapan Rose, Dito pun turut bahagia ia juga ikut tersenyum melihat sang kekasih tersenyum.
Setelah mengunjungi makam ibunya, mereka memutuskan untuk langsung pulang.
“tante, Dito sama calon istri pamit dulu yah!” sambil mengulurkan tangannya ke arah Rose.
“Dito!, ma... Rose pulang dulu yah ma” Rose meraih tangan Dito.
“Dit, kamu udah dengerkan tadi?. Aku diizini papa kuliah di sana jadi ada beberapa hal yang harus aku persiapkan. Aku harus ikuti kursus bahasa korea. Jadi mulai kedepannya kamu ga perlu anterin aku lagi karena papa sendiri yang anterin aku”
“jadi?, ga ada waktu aku sama kamu?”
“di sekolah kan kita ketemu”
“tapi beda”
“aku kursus bahasa ga setiap hari kok, kita masih bisa main bareng bby”
“hmmm?, bby?” Dito tersenyum, dan meraih tangan mungilnya Rose.
"bby, kita sepedaan yuk!"
"Ha?, Ehemm tapi aku pake rok loh"
"Ga masalah!"
Akhirnya Rose pun naik sepeda yang dikemudikan Dito. Mereka mengelilingi kota dengan bersepeda menghirup asap kendaraan yang berkeliaran di kota. Namun anehnya Rose seneng dengan keadaan itu ditambah ia bersepeda dengan Dito.
Langit tidak merestui mereka untuk bersepeda hari ini. Hujan lebat tiba-tiba memberi salam selamat datang dan seolah mengisyaratkan mereka agar segera pulang. Namun, mereka tidak berencana pulang melainkan mereka menerobos hujan lebat itu. Semua kendaraan roda dua penepi untuk berteduh tapi tidak dengan dengan sepeda mereka. Dito terus mengayuh sepedanya dan berhenti di rumah makan yang tampak lusuh.
"Kamu laper?"
"Hmmm. Enggak!"
"Terus kenapa kita berhenti disini?, Atau kamu mau kita berteduh?"
"Hmmm. Engga juga!"
Remaja yang basah kuyup itu membawa gadisnya ke dalam rumah makan itu. Rose yang tampak kebingungan itu melirik seluruh isi rumah makan itu semuanya kelihatan lusuh dinding dan atap yang terbuat dari tepas, lantainya juga tanah dan kursi serta meja yang sudah tak layak pakai itu membuat dia berpikir "apa ada orang yang mau makan disini?"
"Ibu!!!" Seru Dito memalingkan mata Rose yang sedang melihat isi rumah itu. Lalu munculah seorang wanita sepuh bajunya kumuh dan kotor. Wajahnya pun terasa tak enak bila dipandang terlalu lama. Kuku jarinya semua hitam dan sangat-sangat kotor. Namun, seketika Dito melepas genggamannya dan langsung meraih tangan wanita sepuh itu untuk Salim.
"Siapa?" Tanya ibu itu yang penglihatannya mulai rabun. Dan seketika pula Rose ikut menyalami ibu itu
"Kalian siapa?" Tanya ibu itu lagi dengan nada sangat lembut dan perlahan.
"Dito Bu!" Sahut Dito membalas nada lembut ibu itu. Mendengar laki-laki yang baru saja menyalaminya wanita itu langsung memeluk erat Dito seolah lama tak bertemu dengannya. Wanita itu meneteskan air mata dan begitu juga dengan Dito rasa rindunya menyelimuti, hingga tangis yang belum pernah di lihat Rose sebelumnya menjadi suatu momen yang ga bisa Rose lupain.
"Gimana kabarmu ndok?"
"Sangat baik bu!, Gimana dengan ibu?, Sehatkan?. Maaf Bu Dito sudah lama sekali tidak menjenguk ibu"
"Wes. Ora opo-opo to. Seng penting sekarang kamu kan udah jenguk ibu, lagian kamu masih sangat muda, kamu pasti harus belajar." Sahut ibu itu menepuk lembut pundak Dito. Secara alami Rose yang menyaksikan mereka ikut meneteskan air mata. Emosi sedih Rose tak terkendali dan merusak suasana sedih Dino.
"K-kamu kenapa?"
"T-er. Terharu!!!!" Tangis Rose menjadi jadi, dan tangis Dito terhenti.
"Siapa gadis ini nak?”
"Pacar Dito Bu!" Kemudian wanita itu mendekati Rose, memeluk Rose dan menepuk punggung Rose. Dan membuat tangis Rose semakin menjadi.
"Oh…. Ayu sekali toh pacarmu!" Seru wanita itu yang sekarang telah menggunakan kacamatanya Hingga ia dapat melihat dengan jelas paras Rose.
"Ndok bajumu basah loh, ganti dulu pakaianmu!" Wanita itu kembali kebelakang dan membawakan baju ganti yang lusuh juga. Melihat baju yang di bawakan wanita itu Dito juga melihat ekspresi Rose yang terasa tak nyaman bila memakainya. Dito pun pergi membeli baju ganti Rose, melawan derasnya hujan ia berlari mencari toko pakaian.
Disisi lain rasa tak nyaman Rose melihat baju yang di tawarkan wanita itu di kalahkan oleh ketidaknyamanan nya dengan baju basah yang ia kenakan. Dan benar Rose memakai baju yang di tawarkan wanita itu. Sepulang Dito mencari baju dan membawa baju yang telah ia beli. Dito kaget dengan pakaian Rose dan hanya bisa senyum melihat dua wanita itu sedang berbincang.
"Kamu nyaman?" Tanya Dito memasang ekspresi ragu.
"Hm… nyaman" jawab Rose dengan senyumannya.
"Kamu beliin aku baju?, Hmmm aku udah pake baju dari ibu. Kamu aja yang pake!" Lanjut Rose.
"Eng-enggak ih, ini baju cewe warna pink"
"Kenapa enggak, dari pada kamu kedinginan!" Jawab Rose
"Iya nak, ga papa pake aja ibu juga ga ada baju cowo!" Sahut wanita itu. Mendengar wanita itu yang memerintah Dito tak bisa berkata tidak dengan tatapan tajam yang ia sudutkan ke arah Rose ia pun berjalan masuk kedalam kamar mandi.
Saat keluar dari kamar mandi dan Dito mengenakan baju berwarna merah muda itu membuat Rose tersenyum lucu. Seolah Rose menahan tawanya di tambah ekspresi Dito sama seperti ia masuk ke dalam kamar mandi.
"Kamu kenapa senyum?" tanya Dito ketus.
"Ih engga, siapa yang senyum?"
" Hantu!" Dito masih memberikan ekspresi kesal.
Hujan mulai reda, sepertinya langit mengizinkan pasangan ini bersepeda lagi, tapi kali ini mereka berencana untuk balik karena hari mulai gelap.
"A-aku harus pake baju ini?" Tanya Dito dengan tatapan yang sangat lucu. Keningnya berkerut matanya melihat baju merah mudah yang melekat di badannya.
"Ga ada cara lain bby!" Sahut Rose menggoda pasangannya itu. Inisiatif pun muncul di kepala Rose, ia kembali masuk ke rumah makan itu dan keluar membawa kantok plastik hitam lalu memasangkannya ke kepala Dito dan Rose duduk di depan untuk mengemudi sepedanya.
"Pegangan kuat Dito!!!" Rose mulai mengayuh sepedanya, wajahnya memerah sepertinya Dito tidak seringan yang ia bayangkan.
"K-kamu yang kuat, aku berat. Wah…. Pelan-pelan Rose!!!" Teriak Dito ketakutan, ditambah dia tak dapat melihat sekitar karena kepalnya di kurung kantong plastik hitam.
"Rose!!!" Teriak Dito dari kejauhan. Rose pun menoleh ke arahnya dan tersenyum seraya membalas teriakan Dito. Dito berlari mendekati Rose. "Jangan lari nanti kamu jatuh!" Balas Rose memperingati Dito. "Kalo jatuh ke hati kamu kan tak apa!" Jawab Dito yang terengah-engah. "Owh iya hari ini aku ada tanding basket kamu datang dukung aku kan?" Tanya Dito. "Ehm… aku ga bisa mastiin Dit, soalnya hari ini ada kelas pak Robert. Kamu tau kan dia seperti apa?" Jawab Rose. "Owh gitu… iya sih bapak itu, yaudah kalo dia ga Datang kamu harus datang oke!" Seru Dito berharap penuh agar pertandingan basketnya kali ini ditemani Rose. "Yaudah kamu masuk gih!" Seru Dito.
Hari ini tak seperti biasanya, dihitungan ketiga Dito tak menunggu Rose didepan pintu kelas Rose. Ada apa gerangan pun Rose tidak mengetahuinya. Raut wajah yang tadinya tersenyum ibarat musim semi di Korea berubah menjadi musim gugur paling gugur setelah matanya melihat ke arah pintu kelas yang ia harapakan seseorang dengan tersenyum menunggunya tak ada kali ini.“kenapa hari ini Dito ga menungguku di depan kelas?, apakah dia sedang marah?”“ya sudahlah mungkin ada sesuatu yang sangat penting”Dan ternyata lagi-lagi aku salah berspekulasi terhadapnya. Masih ada yang lebih penting, dan seharusya aku tak perlu seegois ini. Aku harus bisa lebih pengertian terhadapnya bahkan jika bisa aku harus sering membuatnya tersenyum dibandingkan dia yang membuatku tersenyum. Di mulai dari dia lah aku harus belajar membalas budi yang paling baik diantara balas budi yang baik yang pernah aku lakukan.“eh!” seru Felly menjega
Rose bangun!”“udah kesiangan kamu nak!”“ini udah hampir jam 8” seru papa Rose membangunkan anaknya.“ha!, jam 8?!” sontak Rose terbangun dari tidurnya dan melompat bersiap diri untuk pergi ke sekolah.“pa!, Rose berangkat yah!” seru Rose berpamitan dengan papanya.“tunggu dulu!. Bekal kamu jangan lupa dimakan!” seru papanya Rose.Rose tergesah-gesah ia berlari dengan secepat mungkin namun saat tiba di depan gerbang hujan turun dengan sangat deras. Sedikit demi sedikit seragam Rose basah kuyup.“kenapa belakangan ini tak ada yang sesuai!” keluh Rose berdiri di derasnya hujan dengan menatap kesal pagar hitam tertutup.“mau masuk sudah tak mungkin lagi, ditambah seragamku yang basah kuyup, dan lebih parahnya lagi aku lupa membawa payung”“dasar ceroboh!” lanjut Rose masih kesal. Namun untuk beberapa saat Rose menyadari hu
“Rose!” teriak Lucy dari lorong kelas. Mendengar teriakkan si Lucy Rose membalikkan badannya dan bertabrakan dengan seorang yang tinggi badannya, merah bibirnya, putih kulitnya, mancung hidungnya ditambah saat tersenyum giginya bertaring.“aw!”“maaf, maaf kak!” kata pria itu yang kemudian bertatapan dengan Rose sambil tersenyum dengan senyum pepsodent. Melihatnya tersenyum ekspresi Rose berubah.“apa ini?, aku tau aku cantik tapi tak seharusnya juga dia sok terlihat tampan di depanku!” gunggamnya dalam hati.“iya tak apa!” sahut Rose, dan meninggalkan anak laki-laki itu. namun, laki-laki itu masih melihat Rose.“kenapa ekspresinya seperti itu?, apa ada s
Lima hari kedepan adalah hari terakhir bagi Felly menginjakkan kaki dengan status pelajar di sekolah itu, namun ia belum juga mengungkapkan perasaannya terhadap Dito. Banyak cara sudah ia lakukan mulai dari memberi hadiah ulang tahun, hadiah kemenangan pertandingan basket, hingga waktu Dito masuk sepuluh besar dikelasnya namun, tanpa diketahui Dito hadiah itu dari Felly dan malah Dito mengira hadiah itu dari Rose. Pada saat Dito mendekati Rose, disitulah awal perasaan Felly tumbuh terhadap Dito yang berawal dari ketidaksengajaan Dito membantu Felly mengambilakan buku yang ada di rak perpustakaan.Sejak saat itu Felly mengetahui Dito sering ke perpustakaan dan mereka juga bisa dibilang sering berbincang, dan secara kebetulan mereka suka baca buku yang sama. Kedekatan mereka membuat Felly salah tingkah dan salah paham. Felly mengira Dito sering ke perpustakaan untuk menemuinya, dikarenakan Dito memiliki pera
“Good morning bby” “jangan lupa mandi, jangan lupa sarapan juga bby” Rose menyapa melalui pesan untuk pacarnya. Dering notifikasi pesan dari Rose juga membangunkan Dito. “ayo bby jangan lupa. Hari ini kita mau jalan-jalan kan?, kamu semalam udah janji loh!” pesan dari Rose lagi. “oh iya!, hari ini ulang tahun Rose, sampe lupa!” gunggam Dito teringat hari ulang tahun Rose. “pagi chagi~”
ini sudah memasuki dua minggu setelah mereka lulus sekolah. Tapi hingga kini Rose tak menunjukkan tanda-tanda jika dia akan mendaftar kuliah ke Korea seperti yang ia mimpikan saat itu. Hari ini juga bertepatan dengan hari terakhir Dito di Indonesia, sebelum ia pergi ke Jerman. Untuk hari terakhirnya Dito hanya ingin berdua dengan Rose, berpergian seharian dengan kekasihnya itu. seperti biasa tempat yang ia kunjungi bersama Rose adalah pantai favorit Dito. Mereka bercengkrama, tertawa untuk hari terkahirnya Di Indonesia sebelum Dito pulang beberapa tahun yang akan datang. Spesial hari ini Rose ingin untuk makan siangnya masakan yang di masaknya. Pagi-pagi sekali Rose bangun lalu masak makan yang enak untuk pacarnya itu, tak lua pula ia menghias makanan yang dimasaknya itu. “ah, ter-ingat masakan Dito!” gunggam Rose tersenyum saat menata makannya. *****. “kamu bawa apa itu bby?” tanya Dito yang dari tadi fokusnya hany
Dua bulan sudah sejak kepergian Dito melanjutkan kuliahnya di Jerman Rose selalu datang ke pantai, dan selalu berdiri tepat diman asaat mereka berpelukan terakhir kali. Rasa rindu sudah tak bisa Rose sembunyikan lagi setelah Dito ke Jerman yang entah bagaiman akabarnya saat ini. Hari-hari Rose yang tadinya penuh kejutan, penuh senyuman, indah ibarat taman bunga kini menjadi musim gugur yang gersang. Tak ada tanda-tanda akan kembalinya musim semi itu di senyuman Rose. Setiap menit Rose hampir dua bulan hanya menatap layar ponselnya, menunggu satu balasan pesan dari puluhan pesan yang ia kirim kan setiap hari. Setiap hari Rose selalu singgah ke pantai untuk meluapkan rasa rindunya. Setiap hari Rose juga memantau akun sosial media Dito yang hingga kini belum ada update-tan sejak saat itu. “apa kabarnya?” &nb
Hari ini adalah jadwal interview Rose. Pagi-pagi sekali Rose bangun mempersiapkan dengan matang dirinya untuk di interview dan berharap semua haslinya sesuai dengan yang ia harapkan. Ini adalah kedua kalinya dia berharap dengan sesuatu setelah Dito. semenjak tak ada kabar dari Dito, Rose enggan untuk berharap terhadap sesuatu dia hanya berpikir “lakukan saja semua kemungkinan. “pa Rose berangkat dulu yah!” “iya sayang, semoga sukses interviewnya!” Rose dipeluk dan dicium hangat oleh sang papa. Setelah sesi interview Rose usai dan di perbolehkan untuk kembali ke rumah, Rose memilih untuk singgah ke pantai itu lagi; dengan rasa bahagia ia berjalan telanjang kaki, menjinjing sepatunya di bibir pantai. “Mawar!” teriak Dika yang ternyata sedari tadi
Dua bulan sudah sejak kepergian Dito melanjutkan kuliahnya di Jerman Rose selalu datang ke pantai, dan selalu berdiri tepat diman asaat mereka berpelukan terakhir kali. Rasa rindu sudah tak bisa Rose sembunyikan lagi setelah Dito ke Jerman yang entah bagaiman akabarnya saat ini. Hari-hari Rose yang tadinya penuh kejutan, penuh senyuman, indah ibarat taman bunga kini menjadi musim gugur yang gersang. Tak ada tanda-tanda akan kembalinya musim semi itu di senyuman Rose. Setiap menit Rose hampir dua bulan hanya menatap layar ponselnya, menunggu satu balasan pesan dari puluhan pesan yang ia kirim kan setiap hari. Setiap hari Rose selalu singgah ke pantai untuk meluapkan rasa rindunya. Setiap hari Rose juga memantau akun sosial media Dito yang hingga kini belum ada update-tan sejak saat itu. “apa kabarnya?” &nb
ini sudah memasuki dua minggu setelah mereka lulus sekolah. Tapi hingga kini Rose tak menunjukkan tanda-tanda jika dia akan mendaftar kuliah ke Korea seperti yang ia mimpikan saat itu. Hari ini juga bertepatan dengan hari terakhir Dito di Indonesia, sebelum ia pergi ke Jerman. Untuk hari terakhirnya Dito hanya ingin berdua dengan Rose, berpergian seharian dengan kekasihnya itu. seperti biasa tempat yang ia kunjungi bersama Rose adalah pantai favorit Dito. Mereka bercengkrama, tertawa untuk hari terkahirnya Di Indonesia sebelum Dito pulang beberapa tahun yang akan datang. Spesial hari ini Rose ingin untuk makan siangnya masakan yang di masaknya. Pagi-pagi sekali Rose bangun lalu masak makan yang enak untuk pacarnya itu, tak lua pula ia menghias makanan yang dimasaknya itu. “ah, ter-ingat masakan Dito!” gunggam Rose tersenyum saat menata makannya. *****. “kamu bawa apa itu bby?” tanya Dito yang dari tadi fokusnya hany
“Good morning bby” “jangan lupa mandi, jangan lupa sarapan juga bby” Rose menyapa melalui pesan untuk pacarnya. Dering notifikasi pesan dari Rose juga membangunkan Dito. “ayo bby jangan lupa. Hari ini kita mau jalan-jalan kan?, kamu semalam udah janji loh!” pesan dari Rose lagi. “oh iya!, hari ini ulang tahun Rose, sampe lupa!” gunggam Dito teringat hari ulang tahun Rose. “pagi chagi~”
Lima hari kedepan adalah hari terakhir bagi Felly menginjakkan kaki dengan status pelajar di sekolah itu, namun ia belum juga mengungkapkan perasaannya terhadap Dito. Banyak cara sudah ia lakukan mulai dari memberi hadiah ulang tahun, hadiah kemenangan pertandingan basket, hingga waktu Dito masuk sepuluh besar dikelasnya namun, tanpa diketahui Dito hadiah itu dari Felly dan malah Dito mengira hadiah itu dari Rose. Pada saat Dito mendekati Rose, disitulah awal perasaan Felly tumbuh terhadap Dito yang berawal dari ketidaksengajaan Dito membantu Felly mengambilakan buku yang ada di rak perpustakaan.Sejak saat itu Felly mengetahui Dito sering ke perpustakaan dan mereka juga bisa dibilang sering berbincang, dan secara kebetulan mereka suka baca buku yang sama. Kedekatan mereka membuat Felly salah tingkah dan salah paham. Felly mengira Dito sering ke perpustakaan untuk menemuinya, dikarenakan Dito memiliki pera
“Rose!” teriak Lucy dari lorong kelas. Mendengar teriakkan si Lucy Rose membalikkan badannya dan bertabrakan dengan seorang yang tinggi badannya, merah bibirnya, putih kulitnya, mancung hidungnya ditambah saat tersenyum giginya bertaring.“aw!”“maaf, maaf kak!” kata pria itu yang kemudian bertatapan dengan Rose sambil tersenyum dengan senyum pepsodent. Melihatnya tersenyum ekspresi Rose berubah.“apa ini?, aku tau aku cantik tapi tak seharusnya juga dia sok terlihat tampan di depanku!” gunggamnya dalam hati.“iya tak apa!” sahut Rose, dan meninggalkan anak laki-laki itu. namun, laki-laki itu masih melihat Rose.“kenapa ekspresinya seperti itu?, apa ada s
Rose bangun!”“udah kesiangan kamu nak!”“ini udah hampir jam 8” seru papa Rose membangunkan anaknya.“ha!, jam 8?!” sontak Rose terbangun dari tidurnya dan melompat bersiap diri untuk pergi ke sekolah.“pa!, Rose berangkat yah!” seru Rose berpamitan dengan papanya.“tunggu dulu!. Bekal kamu jangan lupa dimakan!” seru papanya Rose.Rose tergesah-gesah ia berlari dengan secepat mungkin namun saat tiba di depan gerbang hujan turun dengan sangat deras. Sedikit demi sedikit seragam Rose basah kuyup.“kenapa belakangan ini tak ada yang sesuai!” keluh Rose berdiri di derasnya hujan dengan menatap kesal pagar hitam tertutup.“mau masuk sudah tak mungkin lagi, ditambah seragamku yang basah kuyup, dan lebih parahnya lagi aku lupa membawa payung”“dasar ceroboh!” lanjut Rose masih kesal. Namun untuk beberapa saat Rose menyadari hu
Hari ini tak seperti biasanya, dihitungan ketiga Dito tak menunggu Rose didepan pintu kelas Rose. Ada apa gerangan pun Rose tidak mengetahuinya. Raut wajah yang tadinya tersenyum ibarat musim semi di Korea berubah menjadi musim gugur paling gugur setelah matanya melihat ke arah pintu kelas yang ia harapakan seseorang dengan tersenyum menunggunya tak ada kali ini.“kenapa hari ini Dito ga menungguku di depan kelas?, apakah dia sedang marah?”“ya sudahlah mungkin ada sesuatu yang sangat penting”Dan ternyata lagi-lagi aku salah berspekulasi terhadapnya. Masih ada yang lebih penting, dan seharusya aku tak perlu seegois ini. Aku harus bisa lebih pengertian terhadapnya bahkan jika bisa aku harus sering membuatnya tersenyum dibandingkan dia yang membuatku tersenyum. Di mulai dari dia lah aku harus belajar membalas budi yang paling baik diantara balas budi yang baik yang pernah aku lakukan.“eh!” seru Felly menjega
"Rose!!!" Teriak Dito dari kejauhan. Rose pun menoleh ke arahnya dan tersenyum seraya membalas teriakan Dito. Dito berlari mendekati Rose. "Jangan lari nanti kamu jatuh!" Balas Rose memperingati Dito. "Kalo jatuh ke hati kamu kan tak apa!" Jawab Dito yang terengah-engah. "Owh iya hari ini aku ada tanding basket kamu datang dukung aku kan?" Tanya Dito. "Ehm… aku ga bisa mastiin Dit, soalnya hari ini ada kelas pak Robert. Kamu tau kan dia seperti apa?" Jawab Rose. "Owh gitu… iya sih bapak itu, yaudah kalo dia ga Datang kamu harus datang oke!" Seru Dito berharap penuh agar pertandingan basketnya kali ini ditemani Rose. "Yaudah kamu masuk gih!" Seru Dito.