Prasetyo Mulyo Rahardjo sangat membenci Natalia Schutzman, pegawai minimarket yang berhasil menjebaknya hingga ia harus menahan malu karena harus menikahi perempuan kampung tersebut. Prasetyo bersumpah, ia akan membuat Natalia menyesal karena sudah berani mempermainkannya.
Lihat lebih banyakPrasetyo duduk diam di dalam mobilnya yang terparkir di depan rumah. Mesin sudah dimatikan sejak sepuluh menit yang lalu, tetapi ia belum juga turun. Di luar, lampu rumah menyala terang, seolah-olah Nathalia sengaja menunggu kehadirannya. Namun, Prasetyo tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Tangannya masih menggenggam setir, kaku, sementara pikirannya tenggelam dalam pusaran rasa bersalah dan kenangan yang terus menghantuinya. Ia memejamkan mata, mencoba mengatur napas. Namun, setiap kali ia mencoba, bayangan Nathalia muncul—bukan hanya Nathalia yang sekarang, tetapi Nathalia dari satu tahun yang lalu, di hari ketika hidupnya berubah selamanya. Pernikahan mereka bukan dimulai dari cinta. Prasetyo masih ingat betul bagaimana ia merasa dikhianati oleh Nathalia, perempuan yang menurutnya telah menjebaknya dalam ikatan pernikahan ini. Ia tidak pernah berencana menikah muda, apalagi dengan seseorang yang ia anggap terlalu ambisius dan penuh trik. Nathalia datang ke dalam hidupnya dengan mem
Suara bantingan keras dari ruang kerja menggema ke seluruh rumah, memecah keheningan malam yang mencekam. Akbar, yang tengah duduk di ruang tamu sambil menyusun laporan pekerjaan, terkejut mendengar suara itu. Tanpa ragu, ia bangkit dan berjalan cepat menuju ruang kerja Prasetyo. Pintu sedikit terbuka, dan Akbar mengintip ke dalam. Pemandangan yang dilihatnya membuat Akbar tertegun. Prasetyo berdiri di tengah ruangan, tubuhnya membungkuk, tangan mencengkeram pinggir meja dengan erat, seolah berusaha menahan dunia yang runtuh di atasnya. Rambutnya acak-acakan, dasinya longgar, dan kemejanya basah oleh keringat. Dokumen berserakan di lantai bersama gelas yang pecah. "Pras?" Akbar memanggil pelan, tetapi Prasetyo tidak menoleh. Ia tetap diam, hanya napasnya yang berat dan putus-putus terdengar di antara keheningan. Akbar mendorong pintu lebih lebar dan masuk. "Pras, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Prasetyo mengangkat wajahnya perlahan. Matanya merah, penuh dengan kelelahan dan
Bar kecil di sudut kota itu penuh dengan suara dentingan gelas dan obrolan yang samar-samar. Di salah satu sudutnya, Akbar dan Arman duduk berhadapan di meja dengan beberapa gelas minuman di antara mereka. Dua sahabat Prasetyo itu terlihat tenggelam dalam pembicaraan serius, meskipun ada nada santai yang mereka coba pertahankan. "Jadi," Arman memulai sambil memutar-mutar gelasnya. "Bagaimana kabar Pras dan Nathalia? Masih terlihat seperti pasangan bahagia?" Akbar mendesah, lalu menyesap minumannya. "Kau tahu Pras. Dia tidak pernah menunjukkan apa yang sebenarnya ia rasakan. Tapi aku bisa melihat ada sesuatu yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini." Arman menyeringai kecil, wajahnya penuh kepura-puraan simpati. "Tentu saja. Dengan Samantha kembali dalam hidupnya, siapa yang tidak akan terganggu?" Mata Akbar menyipit. Ia tidak menyukai cara Arman berbicara, tetapi ia tahu sahabat Prasetyo ini selalu memiliki agenda tersembunyi. "Samantha tidak perlu dibawa-bawa, Man. Pras sudah m
Nathalia tidak bisa mengabaikan firasat buruknya. Pertemuan dengan Samantha di supermarket dan perubahan sikap Prasetyo membuat pikirannya tak henti bertanya-tanya. Suaminya tampak lebih sering melamun, sementara Samantha justru muncul dengan senyuman misterius yang membuat Nathalia semakin curiga.Kali ini, ia memutuskan untuk menemui Samantha secara langsung. Nathalia memilih sebuah kafe kecil di pinggir kota sebagai tempat pertemuan, jauh dari keramaian. Ketika Samantha tiba, ia mengenakan blazer modis dengan senyuman penuh percaya diri yang sudah menjadi ciri khasnya."Wow, kau benar-benar berani mengundangku ke sini," ujar Samantha sambil duduk di kursinya. "Apa yang ingin kau bicarakan, Nathalia?"Nathalia berusaha menjaga ketenangannya. "Aku ingin tahu sesuatu. Tentang hubunganmu dengan Prasetyo."Samantha menaikkan alisnya, lalu tersenyum licik. "Hubunganku dengan Prasetyo? Maksudmu, hubungan yang mana? Sebagai teman lama? Atau sesuatu yang lebih menarik?"Darah Nathalia berde
Prasetyo menggeram kesal begitu mendengar kabar bahwa Samantha telah bertemu dengan Nathalia di supermarket. Tanpa menunggu lama, ia langsung menghubungi perempuan itu, memintanya untuk bertemu di tempat yang jauh dari perhatian publik. Samantha, yang tampaknya sudah menanti momen ini, setuju tanpa banyak bicara. Pertemuan itu berlangsung di sebuah kafe kecil yang sepi. Prasetyo tiba lebih dulu, duduk dengan rahang yang terkatup rapat dan tangan yang mengepal di atas meja. Ketika Samantha masuk, ia mengenakan pakaian yang santai namun tetap elegan, senyum kecil tersungging di bibirnya seperti tidak ada yang salah. "Kamu benar-benar nekat," ujar Prasetyo tanpa basa-basi ketika Samantha duduk di depannya. Nada suaranya rendah, tapi penuh kemarahan yang tertahan. Samantha hanya mengangkat bahu. "Apa yang nekat? Aku hanya berbelanja, sama seperti orang lain. Kebetulan aku bertemu Nathalia. Itu saja." "Kebetulan?" Prasetyo mendesis, matanya menatap tajam ke arah Samantha. "Aku tahu kam
Hari-hari berlalu, tetapi keadaan Prasetyo semakin memburuk. Wajahnya yang dulu tegas kini terlihat layu, dengan lingkaran hitam yang mencolok di bawah matanya. Ia sering kehilangan fokus di tengah-tengah pekerjaannya, bahkan saat rapat penting sekalipun. Akbar, yang sudah lama menjadi teman sekaligus rekan kerja Prasetyo, hanya bisa menggelengkan kepala setiap kali melihat keadaan sahabatnya itu. "Pras, aku nggak bisa tinggal diam melihat kamu seperti ini," kata Akbar suatu sore di kantor. Mereka berdua duduk di ruang kerja Prasetyo, di mana tumpukan dokumen terlihat berantakan di atas meja. Prasetyo hanya mendesah, menunduk sambil memijat pelipisnya. "Aku baik-baik saja, Bar. Aku cuma perlu waktu untuk menyelesaikan semuanya." "Baik-baik saja?" Akbar memelototi Prasetyo dengan tatapan tidak percaya. "Kamu bahkan nggak bisa konsentrasi selama lebih dari lima menit. Dan jangan pikir aku nggak tahu kalau kamu juga hampir nggak tidur beberapa hari ini. Pras, kamu perlu bantuan." "Ak
Prasetyo akhirnya memutuskan untuk pulang. Keputusan itu tidak datang dengan mudah; rasa bersalah yang terus menghantuinya membuat setiap langkah terasa berat. Namun, kekhawatiran akan keadaan Nathalia dan rasa rindu yang perlahan menggerogoti hatinya mendorongnya untuk kembali ke rumah. Dalam perjalanan, pikirannya dipenuhi oleh bayangan Nathalia—wajah lembut istrinya yang dulu selalu menyambutnya dengan senyuman hangat. Tetapi sekarang, senyuman itu terasa seperti cermin yang memantulkan dosa-dosa yang ia lakukan. Ketika Prasetyo sampai di rumah, suasana terasa berbeda. Nathalia, yang sedang duduk di ruang tamu, segera bangkit begitu melihatnya. Wajahnya dipenuhi rasa senang dan lega yang sulit disembunyikan. “Kau pulang,” ucap Nathalia dengan suara yang sedikit bergetar, matanya berbinar-binar. Ia berjalan mendekat, senyum hangat menghiasi wajahnya meski masih terlihat bayang-bayang kelelahan dan kesedihan yang belum sepenuhnya hilang. Namun, Prasetyo tidak mampu menatapnya. Kep
Rasa bersalah Prasetyo tidak berhenti menghantuinya saat ia sadar, tetapi juga menyusup ke dalam tidurnya. Malam-malamnya diisi oleh mimpi buruk yang begitu nyata, seolah menegaskan kegagalannya sebagai suami dan ayah. Dalam mimpi itu, ia sering melihat seorang anak perempuan, wajahnya cantik dengan rambut lebat dan mata bulat yang berkilau seperti berlian. Namun, air mata mengalir deras di pipi anak itu. Bibir kecilnya gemetar saat ia berkata dengan suara yang pecah oleh isakan, “Kenapa Ayah membiarkan aku disakiti? Kenapa Ayah tidak melindungiku?”Anak itu menangis, suara isaknya menggema di seluruh ruangan mimpi, membuat hati Prasetyo terasa seperti dicabik-cabik. Ia mencoba mendekat, tetapi kakinya berat seolah tertanam di tanah. Semakin ia berusaha melangkah, semakin jauh jarak antara dirinya dan anak itu. Wajah anak perempuan itu semakin dipenuhi kesedihan, dan sorot matanya penuh ketakutan.“Ayah...” suara anak itu bergetar. “Kenapa Ayah meninggalkan aku? Kenapa Ayah membiarkan
Kabar yang dinantikan akhirnya tiba. Dokter menyatakan bahwa Nathalia sudah cukup pulih untuk pulang ke rumah. Prasetyo, yang mendengar kabar itu, merasa sedikit lega. Setidaknya, ia berpikir, berada di rumah mungkin bisa membantu Nathalia kembali menemukan kedamaian.Namun, kenyataan jauh dari harapannya. Hubungan mereka, yang sebelumnya sudah renggang, kini semakin memburuk. Prasetyo, yang diliputi rasa bersalah, mulai menghindari Nathalia. Ia semakin jarang pulang, menghabiskan waktunya di kantor dengan dalih pekerjaan. Setiap kali Nathalia mencoba berbicara, ia hanya memberi jawaban singkat sebelum mengalihkan perhatian.Di sisi lain, Nathalia tenggelam dalam mimpi buruk yang tak pernah berhenti. Malam-malamnya dipenuhi bayangan keguguran yang menghantui, suara jeritan di kepalanya yang tak kunjung reda. Dalam mimpinya, ia melihat bayinya yang cantik, tetapi setiap kali ia mencoba meraih, bayi itu menghilang, direnggut oleh bayangan gelap.“Maafkan aku,” bisiknya setiap kali terba
Natalia melirik Prasetyo yang nampak sibuk dengan ponselnya, mereka memang bukan pasangan harmonis yang melewatkan momen sarapan bersama sembari membicarakan jadwal harian. Tapi sikap lelaki itu beberapa bulan terakhir ini memang mencurigakan, Prasetyo menjadi lebih sibuk dengan ponsel ketimbang layar laptop yang biasanya digunakan untuk memeriksa laporan dari para karyawan. “Malam ini kamu makan malam di rumah kan, Mas?” Prasetyo menggelengkan kepala tanpa mau repot-repot melirik istrinya. “Pekerjaanku cukup banyak.” “Dua hari yang lalu kamu juga beralasan yang sama.” Kata Natalia. “Dan seterusnya aku akan menggunakan alasan yang sama.” Balas Prasetyo dingin. “Jangan menatapku seperti itu, kamu tahu pekerjaanku memang banyak.” Kata Prasetyo sembari meraih serbet untuk membersihkan sudut bibirnya dari sisa-sisa makanan. “Sul, siapkan mobil!” teriak Prass sembari beranjak dari kursinya. Natalia menghela napas, berusaha menguatkan hati karena meski sudah hampir satu tahun men...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen