"Bagaimana pertemuan pertama kalian?" tanya Anggara—papanya, saat makan malam keluarga.
"Kita sepakat untuk berteman dulu."
"Tidak masalah, terimakasih sudah menjadi anak yang baik."
Natasha hanya tersenyum getir, berbeda sekali dengan Andin yang begitu bahagia dan menaruh banyak harapan pada hubungan putrinya dengan putra sahabatnya.
"Mama harap ini awal yang baik untuk hubungan kamu dan Leon." Timpal Andin kemudian.
"Ya Nat, jangan kecewakan kami. Lagipula kami melakukan semua ini juga untuk kebahagiaan kamu, Leon orang yang baik dan sukses, kamu pasti bahagia bersamanya."
Natasha tidak bisa berkata apapun selain hanya menyematkan senyum getir di wajah cantiknya, ia bergumam dalam hati dengan kesal, "Baik dari Hongkong?!"
Natasha berusaha kabur setelah selesai menandaskan minumannya dan mengelap bibirnya dengan tisue. "Ma, Pa, aku ke kamar dulu, mau istirahat, besok aku harus ke kantor lebih pagi."
"Ya Sayang, Leon pasti akan senang kalau kamu disiplin dalam pekerjaanmu," sahut Andin.
Natasha hanya melempar senyum ke arah kedua orang tuanya dan bergegas menaiki anak tangga ke kamarnya.
Tiba di kamar, Natasha menjatuhkan dirinya di sofa dan menyambar ponselnya. Ada banyak pesan dari Keenan yang belum sempat ia balas, juga beberapa panggilan tak terjawab.
Natasha menghela nafas kasar begitu membaca satu persatu pesan dari Keenan yang mencecar pertemuannya dengan Leon sore tadi.
[Sorry ya Nan, aku gak bilang sama kamu, tapi aku hanya meeting biasa dengan Pak Leon, membahas pekerjaan.]
Tak lama kemudian, pesan yang dikirim Natasha berubah centang biru dua dan setelahnya ada panggilan dari Keenan.
"Ya, halo."
"Aku gak yakin urusan pekerjaan, aku melihat bos kamu itu berpakaian casual. Nat, plis jangan bohong sama aku!"
Natasha menghela nafas kasar. Sebenarnya ia malas sekali membahas soal ini, ia belum siap memberitahu semuanya pada Keenan.
"Jadi kamu mata-matai aku?"
"Tidak, aku tadi ngeband di Luxury. Jadi aku bisa melihat dengan jelas kalau kamu dan bos kamu itu tidak tampak seperti orang meeting. Ayolah Nat, jujur sama aku. Ada apa sebenarnya? Karena aku tidak yakin kalau kamu menduakan aku, aku tahu kamu sangat mencintaiku."
Natasha mengembangkan senyumnya penuh haru, ia senang karena Keenan masih menggunakan akal sehatnya dan tidak langsung berspekulasi negatif tentangnya.
"Baiklah Nan aku akan jelaskan sama kamu, tapi tidak sekarang. Besok kita ketemu ya."
"Iya, di mana?"
"Di cafe 'Aurora’ jam 3 sore."
"Oke, besok aku jemput."
**
Siang hari di Sagara Group, Natasha sedang sibuk dengan laptopnya meneliti pekerjaan yang diberikan hari ini terkait proyek baru perusahaannya. Bukan hanya Natasha, semua karyawan yang ada di meja kubikel pun sangat sibuk di jam itu, padahal sebentar lagi jam makan siang.
Namun tiba-tiba Leon datang dan mendekati meja Natasha, membuat semua orang yang awalnya fokus pada pekerjaannya, berubah menjadi buyar konsentrasinya karena keingintahuannya terhadap hubungan bosnya dengan teman mereka yang paling cantik di kantor tersebut.
Ya, meski mereka tidak berani berkutik dari tempat duduknya, tapi mereka berusaha memasang telinga tajam-tajam dan sesekali menggunakan sepasang mata mereka untuk melirik ke arah meja Natasha.
"Ehem!" Deheman Leon sontak membuat Natasha sangat terkejut.
Natasha seketika menghentikan pekerjaannya. Tubuhnya gemetar hebat, takut Leon akan balas dendam gara-gara kemarin sore ia menyinggungnya.
"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?" Natasha bertanya dengan suara gemetar, ia tahu dirinya tidak akan lepas dari Leon kali ini.
"Bawa laporannya ke ruanganku sekarang juga," titahnya bagai raja yang begitu agung.
"Anu Pak, belum selesai. Saya akan...."
"Bawa sekarang juga!" Leon setengah membentak, suaranya yang jelas seperti nada sebuah celo, menembus udara dan menggemparkan seluruh meja kubikel.
Natasha sangat tertekan sehingga ia ingin menangis, sementara Leon acuh tak acuh dan berjalan anggun meninggalkan mejanya.
"Nat, semangat!" Yunka dan Mauren berusaha menyemangatinya.
Natasha hanya mengangguk setelah ia menghela nafas panjang.
Di ruangan Leon, Natasha duduk dengan gemetar. Ia tidak berani berkata apapun selain hanya menyerahkan dokumen berisi laporan pekerjaan kepada Leon. Sementara Leon dengan sangat teliti memeriksa pekerjaan Natasha dan ia diam-diam mengangkat sudut bibirnya membentuk senyuman bangga.
Leon menutup dokumen itu dan mengubah posisi duduknya, menyandarkan punggungnya di kursi putar berkulit hitam yang sangat cocok dengan setelan jas hitamnya. Ia menyilangkan kakinya dan sepasang mata obsidiannya menatap tajam gadis cantik di depannya. Adegan itu memancarkan aura kesombongannya yang luar biasa.
Natasha hanya menunduk dan bergumam dalam hati dengan penuh kebencian, "Bisa-bisanya Mama berpikiran menjodohkanku dengan manusia bak serigala yang kejam seperti dia, iuh."
"Aku ingin laporannya selesai sebelum jam kerja selesai." Leon membanting dokumennya di depan Natasha.
"Baik Pak, kalau begitu saya akan melanjutkan...."
"Tunggu!"
Natasha yang tadinya hendak bangkit dari duduknya dengan penuh semangat, melenguh nafas berat dan memberengut kesal, tapi mana mungkin ia berani memberontak Leon. Bukankah dia masih ingin hidup?
"Seperti yang aku katakan kemarin, kamu harus putus dengan kekasihmu hari ini juga."
Natasha sangat tertekan dan ia tiba-tiba sangat marah, bisa-bisanya Leon memerintah dirinya sesuka hatinya.
"Bagaimana kalau saya menolak putus dengan kekasih saya?"
Leon hanya tersenyum jahat.
"Kamu akan tahu konsekuensinya, aku rasa kamu sangat mencintainya, bukankah cinta tidak harus bersama? Apalagi Keenan Aaron sedang berada di puncak karir, apakah kamu ingin aku menghancurkan karirnya?"
Natasha sangat ketakutan, ia segera ingat bahwa pengaruh Sagara Group di negara ini begitu luar biasa.
Dalam pemikiran itu, wajah Natasha memucat dan ia terpaksa menggeleng tanpa daya. “Tidak, Pak.”
Leon menaikkan sudut bibirnya dan ia tersenyum penuh kemenangan.
"Bagus, lagipula kita hanya akan berpura-pura. Aku juga sama sekali tidak mencintaimu."
Kata-kata Leon bagai belati tajam yang menghunus tepat di hati Natasha, ia juga tidak mencintainya, tapi entah kenapa perkataan jujur Leon membuatnya sangat sakit hati.
Natasha meremas roknya dengan kuat, ingin sekali rasanya mencabik-cabik Leon menjadi beberapa bagian.
"Kamu boleh pergi sekarang!"
Natasha langsung keluar begitu saja tanpa pamit, sepertinya tidak ada gunanya bersikap hormat terus menerus pada Leon, laki-laki itu semakin menginjaknya.
Di meja kerjanya, mata Natasha memerah menahan air mata, tapi ia dipaksa untuk menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam kerja selesai. Itu seperti penyiksaan baginya ditengah kondisi hatinya yang begitu kacau seperti sekarang.
"Are you okey, Nat?" Mauren bertanya dengan prihatin, ia meletakkan coffee cup di meja kerja Natasha dan mengambil kursi lain di samping Natasha.
Yunka yang juga sudah menyelesaikan pekerjaannya pun ikut menghampiri Natasha.
"Nat, kamu tidak harus mengerjakannya sendiri. Aku dan Mauren bisa membantumu."
Natasha menggeleng dan berusaha tetap fokus pada layar laptopnya, ia menggigit bibirnya dengan keras, berusaha mati-matian agar tidak menangis.
Mauren dan Yunka saling berpandangan dan mendesah pelan.
"Kalau begitu kami akan menunggumu di depan."
Mauren dan Yunka pergi meninggalkan Natasha, dan barulah saat itu Natasha meletakkan kepalanya di meja dan menangis terisak.
"Kamu akan menjadi Nyonya Sagara di masa depan, bagaimana kamu bisa terlihat cengeng seperti ini? memalukan."
Natasha mengangkat wajahnya, menyeka air matanya dan menatapLeon dengan penuh kebencian. Ia mengabaikannya dan dengan kasar memberikan dokumen yangbaru saja ia print. "Pekerjaanku sudah selesai, aku akan pulang sekarang.Permisi!"Natasha buru-buru mengambil tasnya dan meninggalkan Leon,namun Leon dengan cepat mencegahnya. Ia segera memblokir jalan Natasha denganlangkahnya yang besar."Pulanglah denganku!"Natasha menyipitkan matanya dan menatap Leon dengan penuhselidik. "Apa aku tidak salah dengar?" batinnya."Jangan banyak berpikir, aku tidak punya banyakwaktu," Leon mengingatkannya dengan angkuh."Aku harus bertemu Keenan sore ini, jadi lebih baik PakLeon pulang sendiri. Aku bisa naik taksi.""Aku hanya ingin memastikan kalau kamu tidak akaningkar janji."Kekesalan muncul di wajah Natasha yang berubah sangat muram."Baiklah!"Apa lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah dengan orangkejam seperti Leon.Di pintu utama, Yunka dan Mauren membelalak kaget melihatBos kejamnya b
Natasha berlari keluar dari cafe dan kemudian berdiri dipintu utama dengan nafas terengah-engah. Seketika air matanya tumpah. Leonmenyusulnya dan memaksa Natasha kembali ke mobilnya.Tanpa mereka tahu, Keenan menyaksikan semua itu dan hanyatersenyum getir. Sementara itu, kedua teman Natasha yang sedari tadimengikuti, mendumal sebal. Dari asisten Leon yang adalah pria yang sedangmenjajaki hubungan dengan Mauren, mereka tahu apa yang terjadi pada temannya,Natasha."Apa Pak Leon itu titisan iblis? Menurutku dia bahkantidak punya hati nurani."Namun, dua teman Natasha itu tidak berani ikut campur, sebabmereka masih ingin selamat. Mereka tahu, Leon begitu berkuasa. Sekali merekaikut campur, bahkan untuk membela temannya, Leon pasti akan membuat Pelajaran yangakan menyengsarakan mereka.Di mobil Leon, Natasha menutupi wajahnya dan menangisterisak. Leon memandang Natasha dengan sedikit kasihan, tapi bukan Leon namanyakalau ia tidak membuat kesal lawan bicaranya."Jalan, Grant! K
"Ya ampun Nat, sampai bengkak gitu mata kamu." Mauren dan Yunka langsung mengomentari mata Natasha begitu mereka muncul di depan matanya."Sudahlah, ayo masuk dulu!" Dengan lemah, Natashamelebarkan pintu kamarnya. Dua temannya langsung masuk.Tidak lupa, Natasha mengunci pintu kamarnya kembali."Nat, sabar ya." Yunka yang saat ini duduk disamping Natasha langsung memeluknya, begitu juga Mauren.Mereka saling berpelukan dan hati Natasha berubah menjadihangat."Thanks," lirih Natasha dengan suara teredamkarena dipeluk oleh kedua sahabatnya. "Tapi, kalian tahu darimana?"tanyanya heran.Mauren dan Yunka melepaskan pelukannya sebelum merekamengaku kalau kemarin ia mengikuti Natasha hingga bertanya pada Grant."Kami sangat khawatir Nat, takut kamu disandera olehPak Leon. Kami pikir awalnya justru gara-gara laporanmu yang gak bisa selesai.Ternyata karena hal lain.""Lalu, kamu mau gitu Nat, menikah dengan Pak Leon? Kamugak takut? Dia bahkan sangat kejam meyerupai iblis."Mauren dan
"Minggir, biar aku saja!"Ketika para karyawan mendengar suara itu, mereka langsungmenunduk dan bahkan tidak berani bernafas dengan keras. Semuanya diam di tempatdan seolah berubah menjadi patung.Natasha yang masih pingsan di meja kerjanya langsungdigendong Leon dan segera dibawa lari ke rumah sakit besar tak jauh darikantor.Yunka dan Mauren dengan perasaan takut memilih menyusulnya.Entah kenapa mereka berdua selalu merasa was-was ketika Natasha bersama Leon."Grant, cepatlah!" Leon berseru dengan panikbegitu berhasil membawa Natasha ke mobilnya.Kedua gadis itu tertinggal karena langkah Leon terlalucepat.**Di rumah sakit, Natasha masih tak sadarkan diri meski doktersudah selesai memeriksanya. Hal itu membuat Leon sangat cemas.Meski ia selalu membuat Natasha kesal dan bersikap dinginpadanya, Leon merasa tidak ada salahnya berusaha menjalin hubungan yangsebenarnya dengan Natasha. Meski pun ia tahu semuanya tidak akan mudahmengingat Natasha begitu membencinya sejak kejad
Leon hanya tersenyum sinis dan ia justru semakin mendekati Natasha selangkah demi selangkah, ia memandang Natasha dengan arogan, meski dalam hatinya ia ingin sekali mencium bibir merah muda gadis cantik yang ada di depannya, jiwa laki-laki-lakinya bergejolak."Leon jangan macam-macam!" Natasha berusaha mendorong Leon sekuat tenaga, tapi tetap saja tenaganya kalah."Lihat ponselmu dan cari aku jika kamu butuh bantuan," Leon berkata dengan setengah berbisik.Setelah itu ia berbalik pergi seolah tidak terjadi apapun. Natasha masih mematung di tempat dengan degup jantung tak karuan.Menit berikutnya ia baru sadar tentang perkataan Leon dan segera mengecek ponselnya. Ada banyak DM dan mention negatif untuknya. Natasha mendesah pelan dan ia tiba-tiba ingin menangis dengan keras."Ketakutanku akhirnya terjadi hari ini." Isaknya.Natasha sangat tertekan sehingga rasanya ia ingin menggali lubang kematiannya sendiri, pasalnya meminta bantuan pada orang kejam seperti Leon pun sepertinya sa
Natasha bangun keesokan harinya dengan mata yang sangat sembab, tubuh yang lemah tak berdaya juga suhu tubuhnya sangat tinggi seolah dirinya baru saja tercebur ke kolam air panas.Alhasil, ia masih meringkuk di kasurnya meski hari sudah pagi dan memasuki jam berangkat kerja, ia sangat enggan berpisah dari kasurnya meski hanya untuk membukakan pintu yang terdengar berisik saat ini.Mengabaikan ketukan keras di luar pintu, Natasha justru semakin menenggelamkan dirinya dalam selimut tebal yang menutupnya hingga kepala.Natasha pura-pura tuli sesaat dan kembali memejamkan mata.Menit berikutnya, suara kunci terdengar gemerincing dari luar dan akhirnya pintu kamarnya tiba-tiba terbuka.Setelahnya, Natasha bisa mendengar sepasang sandal highheels mamanya yang berjalan mendekatinya."Nat, sudah jam segini dan kamu masih tidur. Apa kamu tidak bekerja? Grant ada di bawah menjemputmu."Natasha abai, ia masih di posisi yang sama dengan selimut tebal menutupi seluruh tubuhnya."Natasha, ayolah! K
Andin yang baru tiba di lantai bawah, seketika panik melihat putrinya dalam gendongan Leon."Ada apa dengan...""Grant, siapkan mobilnya sekarang juga!" sela Leon meneriaki Grant tanpa mempedulikan Andin."Baik Tuan."Grant bergerak cepat dan memindahkan Rolls Royce hitam tepat di depan pintu rumah Natasha. Leon buru-buru membawa masuk Natasha ke mobil diikuti Andin."Sebenarnya apa yang terjadi dengan Natasha, Tan? Dia baik-baik saja semalam."Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari mulut Leon ketika menunggu dokter keluar."Keenan mengirim pesan padanya semalam.""Shit!" Leon mengumpat dalam hati, hatinya tiba-tiba seolah dicubit dengan keras."Leon, Natasha saat ini dilema, Tante harap kamu bisa mengatasi ini agar pernikahan kalian tidak terancam batal."Leon hanya mengangguk dengan sorot mata ingin membunuh. Tentu saja Keenan biang kemarahannya.Besok kedua orangtuanya akan tiba di Jakarta, namun Natasha justru kondisinya sedang tidak sehat gara-gara vokalis itu.Otom
Selama ini tidak ada yang tahu villa Aurelia, Keenan merasa villa itu adalah tempat paling aman untuk ia bersembunyi dengan drama yang telah ia jalankan di berbagai media, tapi ternyata ia salah karena telah menganggap satu orang bernama Leon dengan sikap remeh.Kali ini ia benar-benar sadar bahwa Leon orang yang harus ia waspadai."Mau apa kamu ke sini?" tanya Keenan lagi, namun kali ini dengan intonasi sedikit lebih santai."Hanya memberi peringatan padamu, Natasha is mine."Keenan tertawa mengejek seolah Leon memberitahunya sebuah lelucon yang pantas untuk ditertawakan."Aku serius!" tegas Leon dengan suara rendah namun sarat penekanan bahwa ia tidak main-main dengan setiap ucapannya."Terserah, tapi aku tidak akan menyerah. Kita bersaing dengan masuk akal.""Tidak ada persaingan, dia milikku." Leon mendekat dan berbicara dengan mulut tajam."Bagaimana jika aku tetap menginginkan persaingan denganmu? Untuk Natasha, aku rela bertaruh apapun.""Baiklah, tapi jangan salahkan