Share

AKU MAU KITA PUTUS

Natasha mengangkat wajahnya, menyeka air matanya dan menatap Leon dengan penuh kebencian.

Ia mengabaikannya dan dengan kasar memberikan dokumen yang baru saja ia print. "Pekerjaanku sudah selesai, aku akan pulang sekarang. Permisi!"

Natasha buru-buru mengambil tasnya dan meninggalkan Leon, namun Leon dengan cepat mencegahnya. Ia segera memblokir jalan Natasha dengan langkahnya yang besar.

"Pulanglah denganku!"

Natasha menyipitkan matanya dan menatap Leon dengan penuh selidik. "Apa aku tidak salah dengar?" batinnya.

"Jangan banyak berpikir, aku tidak punya banyak waktu," Leon mengingatkannya dengan angkuh.

"Aku harus bertemu Keenan sore ini, jadi lebih baik Pak Leon pulang sendiri. Aku bisa naik taksi."

"Aku hanya ingin memastikan kalau kamu tidak akan ingkar janji."

Kekesalan muncul di wajah Natasha yang berubah sangat muram. "Baiklah!"

Apa lagi yang bisa ia lakukan selain pasrah dengan orang kejam seperti Leon.

Di pintu utama, Yunka dan Mauren membelalak kaget melihat Bos kejamnya berjalan berdampingan bersama Natasha.

Meski terlihat seperti orang bermusuhan, namun mereka berdua tidak bisa melawan asumsinya kalau mereka seperti pasangan sempurna.

"Pak Leon," sapa Mauren dan Yunka setengah membungkuk begitu Leon melewatinya.

Meski begitu Leon mengabaikan mereka berdua dan terus berjalan ke arah mobilnya. Rolls Royce hitam sudah menunggunya.

Mauren dan Yunka yang sudah terbiasa dengan sikap bosnya yang seperti itu, memilih mengabaikannya dan beralih ke Natasha.

"Nat, kamu kusut banget. Kenapa?"

Belum sempat Natasha menjawab pertanyaan Yunka, Leon yang duduk di kursi belakang membuka sedikit jendelanya dan menatap tajam ke arah Natasha.

"Aku tunggu kalian di rumah besok pagi." Natasha berkata dengan gugup sambil melambaikan tangannya pada kedua temannya.

Kemudian ia berlari ke arah mobil Leon dan menyelinap masuk ke dalamnya.

"Natasha pulang bareng Pak Leon, Yun?!" Mauren mendadak ingin pingsan.

"Ya Tuhan, tolong selamatkan Natasha." Yunka berdoa dengan sungguh-sungguh.

"Apa kita perlu menghubungi Keenan?"

Yunka mengangguk dengan serius dan menyuruh Mauren menghubungi Keenan dengan cepat.

"Bagaimana Ren?"

"Keenan non aktif."

"Ya Tuhan, apa yang harus kita lakukan?"

Mauren mengedikkan bahunya, pada saat itu taksi yang mereka pesan sudah tiba. Yunka langsung menarik Mauren untuk segera masuk taksi.

"Pak ngebut ya. Ikuti Rolls Royce hitam yang ada di depan. Jangan sampai lolos."

"Siap."

Sementara di mobil Leon, suasananya persis rumah kosong yang tidak berpenghuni bertahun-tahun.

Meski duduk satu kursi, Natasha dan Leon enggan bicara satu sama lain dan memilih sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Pada saat itu ponsel Natasha berbunyi, panggilan dari Keenan. Natasha melirik ke arah Leon sebelum ia menerima panggilan dari Keenan dengan sangat hati-hati.

"Nat, sorry tadi aku ngecas jadi ponselku non aktif, aku juga baru selesai take iklan yang aku ceritakan kemarin. Kamu di mana sekarang?"

"Aku... sudah on the way ke cafe." Natasha berkata dengan suara yang serak, berusaha menahan kesedihannya.

"Maaf ya Sayang, padahal aku janji akan jemput kamu."

"It's okey, aku tunggu kamu di cafe."

Natasha kemudian mematikan panggilannya segera, ia tidak tahan lagi mendengar suara Keenan, hatinya bergejolak tak karuan.

Natasha menyimpan ponselnya dan ia menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Leon melirik sekilas dan setelahnya ia acuh.

Tiba di cafe Aurora, Natasha langsung membuka pintu mobil dan mengabaikan Leon. Siapa sangka Leon justru ikut turun dengannya.

"Pak Leon, anda tidak harus ikut kan? Ini privasi saya dengan Keenan."

Leon tersenyum getir sebelum ia berkata dengan penuh ancaman, "Semua CCTV di cafe ini sekarang terhubung dengan ponselku, jadi jangan mencoba untuk mengelabuiku dan lakukan sesuai janjimu, kalau tidak..."

"Pak Leon cukup!" Natasha setengah membentak dan ia menatap tajam ke arah Leon, ia yang awalnya takut menghadapi Leon sekarang berubah menjadi penuh dendam karena telah kehilangan kesabaran. "Aku tahu apa yang harus aku lakukan!"

Leon menyeringai sinis memandang punggung ramping tubuh Natasha yang berangsur pergi dari pandangannya.

Sementara Grant, asisten Leon yang berdiri di sampingnya, menunjukkan ekspresi yang rumit, setengah kaget juga melihat Natasha yang berani membentak patung es berlidah tajam seperti Leon.

Ia jadi berubah mengkhawatirkan Natasha, takut setelah ini Leon akan tidak terima dan berbuat kejam pada gadis cantik itu.

Di cafe Aurora, Natasha duduk dengan perasaan campur aduk. Sambil menunggu Keenan datang, ia menyesap kopi yang ia pesan dengan mata yang berkaca-kaca.

Tak menyangka hubungan yang ia jaga selama lima tahun ini harus berakhir menyedihkan. Natasha tiba-tiba membenci kedua orang tuanya juga Leon.

"Nat," suara bariton yang penuh kharismatik terdengar familiar mencapai telinganya.

Siapa lagi kalau bukan Keenan.

"Sudah lama menunggu?" tanyanya.

Natasha menggeleng sambil berusaha menahan air matanya. Melihat gadis di depannya tak banyak bicara seperti biasanya, Keenan menyipitkan matanya dan memandang Natasha dengan curiga.

"Kenapa Sayang? Kamu terlihat berbeda hari ini."

"Aku..." air mata Natasha mengalir pelan.

Keenan buru-buru mengulurkan tangannya untuk menyeka air mata Natasha.

"Katakan, apa yang membuatmu sedih seperti ini?"

Suara Natasha tercekat, ia hanya memandang Keenan dengan senyuman, meski air matanya mengalir semakin deras.

Pada saat seperti itu, ponsel Natasha berdering nada khusus, sebuah pesan dari Leon.

[Jangan bertele-tele!]

Natasha melenguh nafas berat dan menyimpan kembali ponselnya.

"Sayang!"

Keenan kembali menegurnya sambil ingin menyeka air mata Natasha, namun Natasha menolak.

"Aku mau kita putus Nan."

Keenan tertegun sebentar sebelum ia bertanya dengan heran, "Natasha, sebenarnya apa yang terjadi denganmu?"

Natasha menggeleng cepat dan kembali berkata dengan tegas, "Aku hanya ingin kita putus dan jangan ganggu aku lagi mulai sekarang."

"Tapi kenapa?" Kemarahan mulai menyebar di wajah tampannya.

"Aku akan menikah dengan Pak Leon."

Keenan tertawa frustasi. "Aku yakin seseorang pasti telah menekanmu, iya kan?"

Natasha menggigit bibirnya sebelum ia menggeleng tak berdaya.

"Papa menyuruhku menikah dan aku pikir Pak Leon lebih baik daripada kamu Nan, kamu tidak pernah serius padaku." Natasha mencoba berkilah, padahal hatinya sangat hancur sekarang.

"Nat, aku tidak percaya kamu akan...."

"Tapi aku memang seperti itu Nan, faktanya.” Wanita itu memotong kalimat Keenan dengan nada frustrasi. Natasha meraih tasnya dan sebelum meninggalkan Keenan, ia kembali berujar, “Jadi lupakan aku. Semuanya sudah berakhir di sini." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status